Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Ketika Rupiah Menguat, Saham Perusahaan Ini Diuntungkan, Emiten Belum Terdampak

Pada penutupan di pasar spot Senin (13/1), rupiah masih melanjutkan penguatan dari pekan sebelumnya.

Editor: Sansul Sardi
Dok. HaloMoney.co.id via TribunWow.com
Ilustrasi Uang 

TRIBUNTERNATE.COM - Pasar sport yang ditutup pada Senin (13/1), memperlihatkan nilai masih melanjutkan penguatan dari pekan sebelumnya.

Pasalnya, pada  Jumat (10/1), rupiah berada pada level Rp 13.675. Hari ini, rupiah menguat 0,72% ke level Rp 13.673 per dolar Amerika Serikat (AS).

Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani mengatakan penguatan ini menjadi sentimen positif bagi emiten yang menggunakan dolar sebagai beban Harga Pokok Penjualan (HPP) atau importir.

"Karena dengan menguatnya rupiah terhadap dolar, saham-saham ini berpotensi mengurangi biaya2 dan meningkatkan keuntungan emiten tersebut," kata Hendriko ketka dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/1).

Adapun Hendriko menyarankan investor untuk melirik sektor-sektor property dan konstruksi. Di antaranya, PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dengan target teknikal di Rp 1.560 hingga Rp 1.650, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dengan target teknikal di Rp 2.400.

PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan target teknikal Rp 1.070 hingga Rp 1.100, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dengan  target teknikal Rp  600 hingga Rp 610.

Sementara itu, Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas melihat penguatan rupiah akan menguntungkan bagi emiten-emiten yang  bisnisnya bergantung pada impor.

Di antaranya, emiten farmasi seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang bergantung pada impor bahan baku. Penguatan rupiah akan menekan biaya bahan bakunya menjadi lebih murah. 

Selain itu, ada pula emiten otomotif seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), sebab bahan-bahan atau spare part-nya merupakan barang impor.

Tidak ketinggalan, industri ritel seperti PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) juga  mengalami keuntungan, karena harga jual produknya menjadi lebih fleksibel.

"Saran, bisa memanfaatkan trading buy pada saham-saham tersebut.  Untuk target, saya lebih ke potensial upside saja 5% hingga 10%," kata Sukarno ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/1). 

Ia juga menyarankan untuk memperhatikan pergerakan teknikal saham-saham tersebut jika akan entry, buy, atau sell saham. (Kontan.co.id/Kenia Intan)

Dampak penguatan rupiah belum dirasakan emiten

Rupiah kembali menghijau pada penutupan pasar spot Senin (13/1). Mata uang Garuda menguat 0,72% ke level Rp 13.673 per dolar Amerika Serikat (AS).

Penguatan Rupiah terhadap dolar AS membawa angin segar ke sejumlah emiten yang berorientasi ekspor, salah satunya PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM).

"Bilamana penguatan rupiah terus berlanjut dalam jangka panjang akan menurunkan margin perusahaan," kata Direktur Keuangan Selamat Sempurna Ang Andri Pribadi ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/1).

Sejauh ini penguatan rupiah belum memberikan dampak terhadap perusahaan dalam jangka pendek. Adapun perusahaan selama ini telah memiliki natural hedging antara ekspor dan impor, di mana nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan nilai impornya.

Asal tahu saja, per September 2019 komposisi penjualan ekspor SMSM mencapai 66%, sementara penjualan lokal sebesar 34%. Adapun hingga kuartal III 2019, SMSM mengantongi penjualan sebesar Rp 2,78 triliun turun 2,45% dari pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,85 triliun.

Dengan demikian, kontribusi penjualan ekspor mencapai Rp 1,83 triliun turun 2,65% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,88 triliun.

Dijelaskan dalam keterbukaan informasi, koreksi yang terjadi salah satunya disebabkan nilai tukar rupiah yang lesu selama sembilan bulan pertama di tahun 2019.

Segmen yang paling besar berkontribusi terhadap ekspor SMSM adalah segmen filter sebesar 69% dari total eskpor. Ke depannya, perusahaan belum menargetkan pasar baru untuk ekspor. 

SMSM cenderung fokus pada upaya mendapatkan order-order baru dari customer baru  di negara tujuan existing. Selama ini pangsa pasar SMSM berada di Asia 30%, Amerika 14%, Eropa 12%, Australia 8%, dan Afrika 2%.

Emiten lain yang pendapatannya ditopang oleh penjualan ekspor adalah PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD).  Berbeda dengan SMSM, Integra justru melihat kenaikan rupiah tidak berdampak signifikan terhadap penjualannya.

"Dikarenakan produk furniture memiliki model yang berbeda setiap tahun. Harga produk berdasarkan model dan tingkat kerumitan desain, maka efek penguatan rupiah tidak terlalu signifikan," kata Corporate Secretary & Head of Investor Relation WOOD Wendy Chandra ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/1).

Ia menambahkan, jika penguatan rupiah ini berpengaruh pada WOOD, maka  diperlukan waktu untuk bisa merasakan dampaknya.

Asal tahu saja, dari total penjualan WOOD, penjualan ekspor berkontribusi hingga 66,5%. Berdasarkan laporan keuangan per September 2019, penjualan WOOD mencapai Rp 1,4 triliun naik 2,18% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,37 triliun.

Adapun pangsa pasar utamanya adalah AS. Di karenakan negeri Paman Sam memiliki peluang besar, WOOD berencana memperluas pangsa pasar di negara Paman Sam itu.

"Di tahun 2020 target penjualan akan mencapai 2,8 ton atau tumbuh sekitar 30%, yang di dominasi ekspor terutama dari pasar AS," kata Wendy. Ia menambahkan, net margin yang diharapkan perusahaan berada di posisi 12% hingga 13%. (Kontan.co.id/Kenia Intan)

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Rupiah menguat, saham-saham ini yang diuntungkan dan Dampak penguatan rupiah belum dirasakan emiten

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved