Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Sujiwo Tejo Sentil Oknum yang Sewot dengan Kepala BPIP: Bukankah Musuh Terbesar adalah Diri Sendiri?

Budayawan Sujiwo Tejo memperingatkan siapa pun yang masih jengkel dengan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi.

dakwatuna.com
Sujiwo Tejo 

TRIBUNTERNATE.COM - Budayawan Sujiwo Tejo memperingatkan siapa pun yang masih jengkel dengan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi.

Di mana sebelumnya sempat ramai diperbincangkan terkait pernyataan Yudian Wahyudi yang menyebut agama adalah musuh terbesar Pancasila.

Yudian Wahyudi dalam sebuah wawancara dengan media online menyebut Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah diterima oleh mayoritas masyarakat.

Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini menunjuk dukungan dua ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah untuk Pancasila sejak era 1980-an.

Tetapi memasuki era reformasi, asas-asas organisasi termasuk partai politik boleh memilih selain Pancasila, seperti Islam.

Hal ini sebagai ekspresi pembalasan terhadap Orde Baru yang dianggap semena-mena.

"Dari situlah sebenarnya Pancasila sudah dibunuh secara administratif," kata Yudian Wahyudi.

Kepala BPIP Sebut Agama Musuh Terbesar Pancasila, Fadli Zon: Tuna Sejarah, Bubarkan Saja BPIP!

Yudian Wahyudi mensinyalir, belakangan ada kelompok yang mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila.

Mereka antara lain membuat ijtima' ulama untuk menentukan calon wakil presiden.

"Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," sebut Yudian Wahyudi.

Sontak pernyataannya tersebut menimbulkan pro dan kontra.

Tak sedikit tokoh publik turut mengomentari ucapan Yudian Wahyudi.

Termasuk Sujiwo Tejo.

Alih-alih mengkritik Yudian Wahyudi, Sujiwo Tejo justru memberikan peringatan kepada siapa pun yang sewot pada Kepala BPIP tersebut.

Melalui akun Twitter miliknya, @sudjiwotedjo, Jumat (14/2/2020), ia mewanti-wanti oknum yang masih saja jengkel dengan pernyataan Yudian Wahyudi.

Sujiwo Tejo mengajak warganet untuk bernalar.

Ia memberikan perumpamaan antara pihak A dan B.

Sujiwo Tejo menyebut musuh terbesar A adalah B.

Sujiwo Tejo Usul Soal Pemulangan WNI Eks ISIS: Kalau Tolak, Maka Usir juga Koruptor di Negeri Ini

Di mana diartikan olehnya, bahwa A dan B sudah menyatu.

Kenapa demikian?

Karena menurutnya, musuh terbesar seseorang adalah dirinya sendiri.

Penulis buku 'Tuhan Maha Asyik' itu lantas bertanya ke warganet, apakah salah jika Kepala BPIP mengatakan bahwa musuh terbesar Joko Widodo adalah Jokowi.

"Yg masih sewot pada Kepala BPIP, ini wanti2ku:

Musuh terbesar A adalah B. Berarti A dan B sudah sejiwa atau menyatu. Bukankah musuh terbesar adalah diri sendiri?

Salahkan andai Kepala BPIP bilang bhw musuh terbesar Joko Widodo adalah Jokowi?

Mari bernalar," tulis Sujiwo Tejo.

Sujiwo Tejo Ucapkan Hal Ini, Karni Ilyas: Sampeyan Keliru, Gak Ada Hubungannya dengan Rasa Takut

Profil Kepala BPIP

Baru sepekan menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi sudah membuat pernyataan kontroversi.

Dikutip Wartakotalive dari laman setneg.go.id, Presiden Joko Widodo melantik Yudian Wahyudi sebagai Kepala BPIP di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Saat itu Presiden juga melantik Muhammad Yusuf Ateh sebagai Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Yudian Wahyudi dilantik berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 12/P Tahun 2020 tentang Pengangkatan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

Keppres pengangkatan tersebut dibacakan oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama.

Saat memberikan pernyataan kepada jurnalis seusai pelantikan, Presiden Jokowi berharap Yudian bisa bergerak lebih cepat dalam membumikan Pancasila, terutama kepada kaum muda.

Menurut Presiden, target utama pembumian Pancasila adalah sejumlah 129 juta generasi muda yang berada di bawah umur 39 tahun.

"Kira-kira 129 juta yang itu adalah anak-anak muda di bawah 39 tahun, yang memerlukan sebuah injeksi tentang terutama Pancasila dalam keseharian."

"Kita harapkan dengan diangkatnya Prof Yudian, itu bisa lebih dipercepat lagi," kata Presiden.

Presiden Joko Widodo memberi ucapan selamat kepada Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi (kiri) usai dilantik di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020). Presiden Joko Widodo resmi melantik Yudian Wahyudi sebagai Kepala BPIP dan Muhammad Yusuf Ateh sebagai Kepala BPKP.
Presiden Joko Widodo memberi ucapan selamat kepada Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi (kiri) usai dilantik di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020). Presiden Joko Widodo resmi melantik Yudian Wahyudi sebagai Kepala BPIP dan Muhammad Yusuf Ateh sebagai Kepala BPKP. (Wartakota/Henry Lopulalan)

Melansir dari laman uin-suka.ac.id, Yudian Wahyudi menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga sejak 11 Mei 2016.

Yudian Wahyudi dikenal sebagai akademisi yang aktif di kampus maupun pesantren.

Selain menjadi rektor periode 2016-2020, ia juga aktif sebagai pendiri sekaligus pembina Pesantren Nawesea, pesantren khusus bagi mahasiswa pasca-sarjana.

Lulusan Harvard ini lahir di Balikpapan, 17 April 1960.

Yudian adalah lulusan Pondok Pesantren Tremas Pacitan 1978 dan Al Munawwir Krapyak, Yogyakarta pada 1979.

Ia meraih gelar Bachelor of Art (BA) dan doktorandus di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 1982 dan 1987.

Ia lantas meraih gelar BA dari Fakultas Filsafat UGM pada 1986.

Yudian memecahkan rekor sebagai dosen pertama dari Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang menembus Harvard Law School di Amerika Serikat (AS) pada 2002-2004.

Rekor itu diraihnya setelah menyelesaikan pendidikan doktor (PhD) di McGill University, Kanada.

Ia juga menjadi profesor dan tergabung dalam American Asosiation of University Professors periode 2005-2006, serta dipercaya mengajar di Comparative Department, Tufts University, AS.

Sepanjang kariernya, Yudian telah menulis segudang artikel ilmiah yang bertemakan Islam kontemporer.

Yudian juga termasuk produktif sebagai penulis dan penerjemah.

Ia telah menerjemahkan 40 buku bahasa Arab, 13 bahasa Inggris, dan dua buku berbahasa Prancis ke Bahasa Indonesia.

Pada 2016, ia turut mendirikan TK, SD dan SMP Sunan Averroes Islamic Boarding School.

Pada 2018, Yudian sempat menimbulkan kontroversi setelah mengeluarkan kebijakan yang melarang mahasiswi UIN Sunan Kalijaga mengenakan cadar di lingkungan kampus.

Ia mengancam akan mengeluarkan mahasiswi yang nekat menggunakan cadar jika sudah tujuh kali diperingatkan dan dibina.

Surat resmi pendataan mahasiswi yang bercadar yang dikeluarkan bernomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018.

Setelah dilakukan pendataan, terdapat 41 mahasiswi IAIN Suka yang menggunakan cadar.

Yudian mengatakan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai kampus negeri harus berdiri sesuai Islam yang moderat atau Islam Nusantara.

Konsep Islam tersebut juga mengakui Undang-undang Dasar 1945, Pancasila, kebhinekaan, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun, Yudian akhirnya mengeluarkan surat edaran yang mencabut kebijakan pembinaan mahasiswi bercadar.

(TribunTernate.com/Rohmana Kurniandari)

Sumber: Tribun Ternate
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved