Viral
Tak Punya Uang Beli Beras, Pria di Magetan Jual Blender sambil Menangis, Ini Tanggapan Kepala Desa
Sebuah video yang memperlihatkan seorang pria menangis sambil menjual sebuah blender di pinggir jalan viral di media sosial.
TRIBUNTERNATE.COM - Beredar sebuah video viral di media sosial yang membuat masyarakat prihatin melihatnya.
Sebab video itu memperlihatkan seorang pria menangis sambil menjual sebuah blender di pinggir jalan.
Hasil penelusuran, video itu diunggah pemilik akun Facebook, Dendy Ardiyan P pada Rabu (20/5/2020).
Video itu dikomentari ribuan netizen.
Dalam video itu terlihat, seorang pria menangis sambil menawarkan blender kepada pengendara.
Pria yang mengenakan masker itu mengaku menjual blender untuk makan.
"Untuk makan, untuk anak istri saya makan," katanya sambil menangis seperti terekam dalam video tersebut.
Tak berapa lama, seorang pejalan kaki mengampiri pria tersebut.
Pejalan kaki itu menanyakan harga blender yang dijualnya.
Pria itu menjawab seikhlasnya asal bisa makan.
Pejalan kaki itu mengeluarkan uang Rp 100.000 dan memberikannya kepada pria tersebut.
Ia juga meminta pria itu menyimpan blender itu.
Tangis pria yang menjajakan blender di pinggir jalan itu sontak pecah.
• Profil Sarah Keihl, Selebgram yang Viral Lelang Keperawanan Rp 2 Miliar untuk Donasi Covid-19
• Viral Warga Berebut Masuk ke Mal di Jember, Polisi Turun Tangan, Ternyata Ini yang Terjadi
Pria yang menjual blender itu merupakan Sujono (40), warga Desa Pojok Sari, Kabupaten Magetan.
Sujono mengatakan, terpaksa menjual blender bekas itu di pinggir Jalan Raya Magetan-Maopati karena tak lagi punya uang buat beli beras.

Pria yang berprofesi sebagai pedagang pentol keliling itu sudah tiga bulan tak berjualan.
Ia biasa berkeliling di kawasan Pondok Pesantren Al Fatah Temboro Magetan.
Kawasan itu kini ditutup karena menjadi salah satu klaster penyaberan virus corona baru atau Covid-19.
“Sudah tidak mempunyai uang untuk beli beras. Barang yang bisa dijual ya hanya blender,” kata Sujono saat ditemui di rumahnya, Rabu (20/5/2020).
Di rumah itu, Sujono tinggal bersama istri, anak, dan ibunya.
Rumah di Desa Pojok Sari itu merupakan milik ibunya yang sedang sakit.
Setelah kawasan Ponpes Al Fatah Temboro ditutup, Sujono beralih profesi sebagai pengumpul kayu bakar.
Ia dan istrinya mengumpulkan kayu dan bambu kering.
Jika beruntung, mereka bisa mendapatkan dua ikat kayu bakar yang dijual keliling kampung.
“Kadang laku Rp 10.000 kadang hanya Rp 5.000. Kalau dari pagi hujan, maka kami tidak mempunyai penghasilan,” katanya.
Tak hanya menghidupi anak dan istri, Sujono juga merawat ibunya yang menderita diabetes.
Meski tergolong kurang mampu, Sujono mengaku belum mendapatkan bantuan dari pemerintah. (Kompas.com/Sukoco)
Tanggapan Kepala Desa
Kepala Desa Pojok Sari, Kabupaten Magetan, Jawa Timur memastikan jika Sujono, salah satu warganya yang terpaksa menjual blender untuk membeli beras adalah salah satu penerima bantuan langsung tunai ( BLT) dari Dana Desa (DD).
Dia mengatakan, kepastian Sujono sebagai penerima BLT baru diterima Rabu (20/5/2020) ini.
“Penyaluran BLT baru besok. Jadwalnya baru dikirim oleh Bank Jatim,” ujarnya melalui pesan singkat Rabu malam.
Edy menambahkan, Sujono Kamis pagi menjadi salah satu penerima BLT masyarakat terdampak Covid-19 bersama 57 warga lainnya.
Sujono tidak bisa berjualan pentol keliling di Pondok Pesantren Temboro setelah kawasan tersebut ditutup untuk warga dari luar Desa Temboro.
“Sujono ini bukan penerima PKH maupun penerima bantuan pangan non tunai sehingga masuk sebagai warga penerima BLT,” tambahnya.
Edy mengaku mengetahui jika salah satu warganya terpaksa menjual blender karena tidak beras untuk makan dari warga lain yang melihat postingan di media sosial.
Pada Rabu pagi Edy menyerahkan bantuan sembako serta memberitahukan jika Sujono merupakan salah satu warga penerima BLT.
“Ada sembako kita serahkan tadi dan memberitahukan namanya terdaftar sebagai penerima BLT,” ucapnya.
Sebelumnya, postingan pemilik akun Dendy Ardiyan P di media sosial, di mana Sujono menjual sebuah blender dengan harga seikhlasnya di pinggir jalan raya Magetan – Maospati menjadi viral.
Sambil menangis, Sujono mengatakan ia menjual blender untuk memberli beras agar istri dan anaknya bisa makan. (Kompas.com/Sukoco)
4 Pasien Positif Covid-19 Disambut Ritual Adat di Kampung
Sebanyak 88 warga Desa Wailamung, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) terpaksa menjalani rapid test virus corona baru atau Covid-19.
Mereka menjalani rapid test karena melakukan kontak dekat dengan empat pasien positif Covid-19.
Kejadian itu bermula ketika empat warga diizinkan pulang setelah menjalani karantina terpusat selama satu bulan di Sikka Convention Center (SCC).
Empat warga Desa Wailamung, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, itu pulang ke kampung halamannya.
Mereka pun disambut meriah oleh keluarga besarnya.
• Tak Dapat Bansos, Ibu & 4 Anak di Cianjur Ini Nekat Jalan Kaki 10 Km Ambil Beras dari Rumah Dermawan
• Jadi Korban PHK, Pria Ini Nekat Mudik Jalan Kaki dari Jakarta ke Solo, Tetap Berpuasa, Ini Kisahnya
Keluarga juga menggelar ritual adat untuk menyambut kepulangan mereka.
"Keluarga dari empat pasien Covid-19 ini berpikir mereka yang pulang ini sudah sehat," kata juru bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Sikka Petrus Herlemus saat dikonfirmasi, Selasa (19/5/2020).
Tapi, beberapa hari setelah tiba di kampung halaman, empat warga itu dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan uji laboratorium di RSUD WZ Johannes Kupang.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sikka langsung menelusuri warga yang pernah melakukan kontak dekat dengan pasien itu.
Sebanyak 88 orang yang merupakan keluarga besar empat pasien itu diduga melakukan kontak dekat.
Mereka sempat duduk bersama empat pasien positif Covid-19 sembari meminum moke, minuman tradisional dari Kabupaten Sikka.
"Mereka pun minum bersama saat upacara adat. Karena pernah kontak langsung dengan pasien Covid-19, mereka harus jalani rapid test," kata Petrus.
Rapid test virus corona baru atau Covid-19 digelar di Desa Wailamung.
Berdasarkan hasil rapid test, 88 warga itu dinyatakan nonreaktif Covid-19.
Petrus bersyukur dengan hal itu.
Tapi, ia meminta masyarakat tak lengah. Masyarakat pun diminta menjalani karantina mandiri selama dua pekan.
"Meski nonreaktif, kita tidak mau lengah. Kita tetap pantau dan melakukan pendampingan. Mereka menjalani karantina di rumah," jelas Petrus.
Catatan redaksi soal rapid test
Rapid test merupakan teknik pengetesan keberadaan antibodi terhadap serangan kuman di dalam tubuh.
Hasil rapid test tak boleh dan tak bisa digunakan secara mandiri untuk mengonfirmasi keberadaan atau ketiadaan infeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di dalam tubuh.
Untuk mengonfirmasi keberadaan virus corona secara akurat dalam tubuh seseorang harus dilakukan tes swab dengan metode PCR (polymerase chain reaction).
Hasil rapid test adalah reaktif (ada reaksi terhadap keberadaan antibodi) atau non-reaktif (tidak ada reaksi terhadap keberadaan antibodi).
Jika Anda sempat membaca hasil rapid test adalah positif atau negatif, harus dimaknai sebagai positif atau negatif terhadap keberadaan antibodi dalam tubuh, bukan positif atau negatif terhadap keberadaan virus corona penyebab Covid-19. (Kompas.com/Nansianus Taris)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral, Video Pria Jual Blender Sambil Menangis di Pinggir Jalan karena Tak Punya Uang Beli Beras", "Warganya Jual Blender untuk Beli Beras, Kepala Desa: Dia Akan Terima BLT " dan "4 Pasien Positif Covid-19 Disambut Ritual Adat di Kampung, Dinkes: Keluarga Pikir Sudah Sembuh"