Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Soal Cantrang Kembali Diperbolehkan, Susi Beri Sindiran hingga Kiara Sebut Catatan Merah Buat Edhy

Susi Pudjiastuti kembali menanggapi kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang kembali mencabut aturan di masanya.

Editor: Sansul Sardi
Dok. Istimewa via Kompas.com
Ilustrasi cantrang 

TRIBUNTERNATE.COM - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti buka suara mengenai pencabutan aturan penggunaan cantrang.

Seperti diketahui, kebijakan penggunaan cantrang sempat dilarang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di masanya.

Teranyar, KKP bakal menerbitkan revisi peraturan menteri tentang usaha penangkapan ikan dan produktifitas kapal penangkap ikan.

Revisi itu membuat penggunaan cantrang dan pukat hela (trawl) kembali diizinkan.

"Ikan sudah banyak saatnya kapal-kapal raksasa cantrang, trawl, purseiners, dan lain-lain mengeruk kembali.

Saatnya panen bibit lobster yang sudah ditunggu-tunggu Vietnam. Inilah investasi yang kita banggakan," sindir Susi melalui akun Twitternya, Kamis (11/6/2020).

Susi juga mengkritisi revisi peraturan perikanan tangkap, yang kembali mengizinkan kapal-kapal ikan berukuran di atas 200 gross ton (GT) kembali beroperasi.

Persentase skala usaha sebesar 22 persen.

Susi berujar, kapal di atas 100 GT biasanya dilengkapi cantrang berukuran lebar dengan daya sapu (sweeping) hingga kedalaman laut.

Kapal di atas 70 GT saja, kata Susi, dilengkapi panjang tali cantrang paling pendek 1,8 - 2 kilometer.

Praktis, cantrang sebesar itu mampu menangkap ikan hingga ke dasar laut, karena kedalaman beberapa laut tak lebih dari 100 meter, seperti Laut Pantura.

Akibatnya, sumber daya perikanan bisa tergerus habis.

"Ini kapal cantrang yang kecil. Yang gede di atas 100 GT, talinya bisa 6 kilometer. Sweepingnya dasar lautnya bisa mencapai lebih dari 500 Ha," ujar Susi.

Sebagai informasi, penentuan 8 alat tangkap ikan baru itu disusun berdasarkan hasil kajian sebagai tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 Tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Alat tangkap yang ditambah dalam daftar legal antara lain, pukat cincin pelagit kecil dengan dua kapal, pukat cincin pelagit besar dengan dua kapal, payang, cantrang, pukat hela dasar udang (shrimp trawl), pancing berjoran, pancing cumi mekanis (squid jigging), dan huhate mekanis.

"Tentunya ada standar SNI yang ditetapkan, memenuhi standar keramahan lingkungan.

Nanti (diatur) dengan pengaturan-pengaturan, kuota, dan termasuk pengawasannya nanti kita bisa kendalikan semuanya," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda dalam konsultasi publik, Selasa (9/6/2020). (Kompas.com/Fika Nurul Ulya)

Kiara: Ini Catatan Merah buat Pak Edhy...

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara),  Susan Herawati menilai, pemberian izin kepada kapal-kapal bercantrang menunjukkan keberpihakan Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP) ditujukan untuk pengusaha cantrang.

Padahal, profesi nelayan tradisional di Indonesia lebih mendominasi, sekitar 2,7 juta nelayan tradisional dengan kapal berukuran di bawah 7 GT dan 10 GT.

"Kenapa dicederai dengan kebijakan yang tidak pro terhadap nelayan tradisional?

Dampaknya jelas, nelayan tradisional dan nelayan skala kecil akan kehilangan ruang perairannya," kata Susan kepada Kompas.com, Kamis (11/6/2020).

Susan mengatakan, pemberian izin untuk 8 Alat Penangkapan Ikan (API) yang belum diatur maupun dilarang dalam Peraturan Menteri Nomor 71 Tahun 2016 dan Keputusan Menteri Nomor 86 Tahun 2016 merupakan bentuk gerak mundur KKP.

Pelegalan cantrang dan trawl bisa menimbulkan konflik horizontal antara nelayan kecil dengan nelayan besar.

Konflik akan terjadi antara kapal-kapal besar berukuran di atas 10 GT dengan kapal nelayan kecil di bawah 10 GT.

Bahkan kata Susan, nelayan Natuna sempat mengajukan protes atas keberadaan kapal-kapal bercantrang yang dimobilisasi Natuna tempo hari.

"KKP ini mencederai banyak orang, termasuk masyarakat adat. Kalau bicara spirit keberlanjutan, kita enggak melihat ini di kebijakan yang dikeluarkan oleh KKP.

Semuanya dibuat untuk mengakomodir kepentingan investasi," papar Susan.

Lebih lanjut, kebijakan membuka keran operasi cantrang mengundang praktik penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing) yang telah lama diperangi Indonesia.

Kapal-kapal besar di atas 200 GT yang kembali beroperasi bisa mengeksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia.

"Ini catatan merah buat Pak Edhy (Menteri Kelautan dan Perikanan). Tolong libatkan partisipasi publik, bukan hanya sosialisasi," sebut Susan.

Sebelumnya diberitakan, KKP akan menerbitkan revisi peraturan menteri tentang usaha penangkapan ikan dan produktifitas kapal penangkap ikan.

Revisi itu membuat penggunaan cantrang dan pukat hela (trawl) kembali diizinkan.

Delapan alat tangkap ikan baru itu disusun berdasarkan hasil kajian sebagai tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 Tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Adapun 8 alat tangkap yang ditambah dalam daftar legal antara lain, pukat cincin pelagit kecil dengan dua kapal, pukat cincin pelagit besar dengan dua kapal, payang, cantrang, pukat hela dasar udang (shrimp trawl), pancing berjoran, pancing cumi mekanis (squid jigging), dan huhate mekanis.

"Semangatnya, Kita lakukan pengaturan kembali, pengendalian, supaya ini betul-betul bisa kita kontrol," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda dalam konsultasi publik, Selasa (9/6/2020). (Kompas.com/Fika Nurul Ulya)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Susi Sindir Kebijakan soal Cantrang yang Kembali Bisa Digunakan " dan "Cantrang Kembali Diperbolehkan, Kiara: Ini Catatan Merah buat Pak Edhy..."

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved