Polemik Sinetron Suara Hati Istri, Menteri PPPA: Prinsip Pemenuhan Hak Anak Tidak Diperhatikan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pun menanggapi polemik sinetron tersebut.
TRIBUNTERNATE.COM - Sinetron Suara Hati Istri yang tayang di stasiun televisi swasta Indosiar saat ini tengah menjadi sorotan.
Kini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pun menanggapi polemik sinetron tersebut.
Kemen PPPA menegaskan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak anak di mana anak berusia 15 tahun diberikan peran sebagai istri ketiga dan dipoligami.
Materi atau konten sebuah acara, sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS), seharusnya mendukung pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak dan demi kepentingan terbaik anak.
Baca juga: Polemik Sinetron Suara Hati Istri, KPI: Indosiar akan Ganti Pemeran Karakter Zahra
Baca juga: Definisi Grooming, Istilah yang Viral dalam Kritikan terhadap Sinetron Indosiar Suara Hati Istri
Baca juga: Kecam Sinetron Zahra, Zaskia Adya Mecca Minta KPI Beri Pengawasan Ketat: Harusnya Ada Standar Jelas
Baca juga: Ernest Prakasa, Amel Carla hingga Nadin Amizah Ramai-ramai Kritik Sinetron Suara Hati Istri Zahra
Pemerintah saat ini tengah berjuang keras mencegah pernikahan usia anak.
Sehingga, setiap media dalam menghasilkan produk apapun yang melibatkan anak, seharusnya tetap berprinsip pada pedoman perlindungan anak mendasari semua upaya perlindungan anak.
“Konten apa pun yang ditayangkan oleh media penyiaran jangan hanya dilihat dari sisi hiburan semata, tapi juga harus memberi informasi, mendidik, dan bermanfaat bagi masyarakat, terlebih bagi anak. Setiap tayangan harus ramah anak dan melindungi anak,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam keterangannya, Kamis (3/6/2021).

Baca juga: Kritik Ikon PON XX Papua, Arie Kriting Minta Nagita Slavina Diganti: Demi Hindari Apropriasi Budaya
Baca juga: Dituding Serempet Mobil oleh Lucky Alamsyah, Roy Suryo Tegaskan Bukan Dirinya yang Menyetir
Baca juga: Moeldoko Sebut Polemik TWK Pegawai KPK Bukan Lagi Jadi Urusan Istana: Itu Sudah Urusan Internal
Menteri Bintang menegaskan bahwa setiap tayangan yang disiarkan oleh media elektronik seperti televisi, seyogyanya mendukung program pemerintah dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan perkawinan anak.
Juga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pencegahan kekerasan seksual, dan edukasi pola pengasuhan orangtua yang benar.
Orangtua pemeran seharusnya juga bijaksana dalam memilih peran yang tepat dan selektif menyetujui peran yang akan dimainkan oleh anaknya.
“Sangat disayangkan sinetron tersebut tidak memerhatikan prinsip-prinsip pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Setiap tayangan harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja, dan wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak-anak dan/atau remaja,” kata Bintang.
Menteri Bintang mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Saya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh KPI. Kemen PPPA dan KPI juga sepakat dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan rumah produksi untuk memberikan edukasi terkait penyiaran ramah perempuan dan anak,” kata Menteri Bintang.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengatakan dari hasil telaah yang dilakukan Kemen PPPA ditemukan beberapa aspek yang telah dilanggar dalam produksi sinetron tersebut.
Kemen PPPA menilai pihak Indosiar menyampaikan ketidakbenaran.

“Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,” kata Nahar.
Nahar menambahkan sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria, dan pemaksaan melakukan hubungan seksual.
Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak yang bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Nahar juga mengingatkan tayangan tersebut berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak, kekerasan seksual, dan TPPO, karena pada tayangan tersebut diceritakan bahwa Zahra sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar hutang keluarganya.
“Jika nanti ditemukan kasus serupa di lapangan dan setelah digali peristiwa tersebut merupakan bentuk imitasi dari tayangan yang disiarkan oleh Indosiar, maka pihak Indosiar dapat dipidanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Nahar.
Tayangan ini secara tidak langsung akan memengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan Toxic Masculinity, di mana akan terbangun konstruksi sosial di masyarakat bahwa pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan merendahkan perempuan.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Menteri PPPA Soroti Polemik Sinetron Suara Hati Istri: Zahra, Sebut Melanggar Hak Anak