Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Diprediksi Tak akan Hilang Sepenuhnya, Covid-19 Disebut Bakal jadi Endemi hingga Lebih dari 10 Tahun

Virus corona atau Covid-19 diprediksi akan menjadi endemi yang tidak akan hilang sepenuhnya dari muka Bumi.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
ILUSTRASI - Covid-19 diprediksi tak akan hilang hingga 10 tahun mendatang - Dalam foto: Petugas medis melakukan tes swab PCR kepada warga tiga RT di RW 03, yaitu RT 01, RT 02 dan RT 08 Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (14/6/2021). 

TRIBUNTERNATE.COM - Virus corona atau Covid-19 diprediksi akan menjadi endemi yang tidak akan hilang sepenuhnya dari muka Bumi.

Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito dan juga Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin.

Dalam keterangannya, Wiku mengatakan bahwa para peneliti memprediksi Covid-19 akan menjadi sebuah endemi yang tidak akan hilang sepenuhnya dari muka bumi.

Dengan demikian, artinya virus corona akan terus hidup berdampingan dengan masyarakat dalam waktu yang tidak dapat ditentukan.

Berdasarkan survei yang dilakukan Nature terhadap 100 ahli imunologi, firologi, dan peneliti penyakit menular, sebagian besar peneliti memprediksi bahwa Covid-19 akan menjadi sebuah endemi.

"Bahwa 89 persen diantaranya sepakat bahwa virus Covid-19 akan tetap hidup bersamaan dengan kita sebagai sebuah endemi atau yang artinya virus ini tidak akan berakhir menghilang sepenuhnya," kata Wiku, Rabu (18/8/2021).

Oleh karena itu, lanjut Wiku, pemerintah menyiapkan peta jalan atau road map jangka panjang ke depan agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan Covid-19.

"Hal baik yang dapat ditangkap, yaitu di masa yang akan datang, kekebalan masyarakat akan meningkat terhadap virus ini, seiring dengan akselerasi vaksinasi maupun infeksi alamiah.”

“Sehingga, angka perawatan dan kematian akan berkurang walaupun virus ada dan terus beredar," katanya.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito (YouTube/Sekretariat Presiden)

Selain itu, usaha penanggulangan juga harus terus-menerus dilakukan, karena penyebab penyakit masih tetap ada di lingkungan sekitarnya dan berpeluang muncul kembali apabila lengah.

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan saat ini untuk membentuk ketahanan kesehatan masyarakat jangka panjang.

Pertama, pengendalian kegiatan masyarakat dan modifikasi perilaku menjalankan protokol kesehatan.

Upaya ini baiknya dimonitoring dan dievaluasi berkala demi penanganan yang antisipatif.

Selama virus ini masih ada, maka proses mengetat-longgarkan kegiatan akan terus dilakukan demi mencapai masyarakat sehat dan produktif serta aman.

Baca juga: Tersisa 1 Pasien di RS Darurat Covid-19 Donohudan, Ganjar Pranowo: Doa Saya Tetap Tidak Ada Pasien

Kedua, mempercepat pembentukan kekebalan atau herd immunity secara gradual atau bertahap.

Mulai dari pembentukan kekebalan secara regional termasuk secara bersamaan dengan daerah aglomerasi di wilayah sekitarnya sampai perlahan terbentuk menyeluruh secara nasional dengan prioritas populasi dan daerah yang berisiko.

"Jika kita telah mencapai kekebalan komunitas secara nasional, maka kita telah memberikan dan dapat dengan cukup besar dalam upaya intensifikasi vaksinasi secara global demi eliminasi Covid-19," ujarnya.

Ketiga, terus meningkatkan kapasitas dan infrastruktur kesehatan secara merata di seluruh pelosok daerah, melalui upaya testing, tracing dan treatment. Hal ini demi pelandaian kasus terus menerus yang merata.

Modal, alat dan material kesehatan yang terus dikuatkan ini, juga dapat menjadi modal kuat ketahanan sistem kesehatan nasional secara berkelanjutan.

Keempat, mengawasi distribusi varian yang muncul, dan terus melakukan pengembangan dan pembaharuan teknologi untuk meminimalisir efek varian.

Baik terhadap upaya pengobatan, diagnostik dan upaya pelayanan kesehatan lainnya. 

Kelima, menyusun rencana ketahanan kesehatan masyarakat jangka panjang dengan pertimbangan multi disiplin sepeti interaksi antar manusia, hewan dan tumbuhan, sebagai investasi kesehatan jangka panjang.

Hal ini akan sangat bermanfaat tidak hanya menangani Covid-19, namun juga mempersiapkan diri terhadap ancaman kedaruratan kesehatan di masa yang akan datang.

Karenanya, fakta bahwa kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19 harus mampu menumbuhkan sikap optimisme terhadap kekuatan bangsa sendiri.

"Ingat, bahwa pandemi ini bukan yang pertama," ujarnya.

"Sejarah peradaban manusia mencatatkan bahwa manusia kuat dan mampu belajar dengan baik, hasilnya terdapat beberapa penyakit yang dapat dieradikasi atau hilang secara permanen seperti flu Spanyol, cacar dan flu babi," pungkasnya.

Baca juga: Tren Kasus Covid-19 Nasional Turun, 5 Provinsi Lebih dari Sekali Sumbang Kenaikan Kasus Tertinggi

Sejalan dengan Jubir Satgas Covid-19, Menkes Budi Gunadi juga menyebutkan hal yang sama.

Budi Gunadi menyebut, pandemi sangat mungkin berubah menjadi epidemi dalam jangka waktu 10 tahun atau lebih.

"Mungkin akan berubah menjadi epidemi dan kita masih hidup dengan mereka selama bisa 5 tahun, bisa 10 tahun bisa juga lebih lama dari itu," kata Menkes.

Untuk itu, lanjut Menkes, target pemerintah bukan menghilangkan pandemi covid-19, melainkan memastikan bahwa laju penularan virus selalu di bawah kapasitas dari layanan kesehatan yang disediakan.

Ada beberapa strategi yang disiapkan pemerintah, kata Menkes.

Pertama, melakukan perubahan perilaku dengan protokol kesehatan 3M atau memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Kedua, melakukan deteksi dengan cepat melalui testing, traing atau lacak, dan isolasi.

Menkes mengatakan, kasus Covid-19 yang tinggi akibat besarnya testing atau pelacakan lebih baik ketimbang kasus rendah karena pengetesan dan tracing yang juga minim.

Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers virtual, Senin (26/7/2021).
Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers virtual, Senin (26/7/2021). (YouTube/Sekretariat Presiden)

"Karena itu orang yang terdeteksi positif kalau kita tahu kita bisa isolasi sehingga kita bisa mengurangi laju penularan," ujarnya.

Berikutnya lanjut Menkes pemerintah adalah vaksinasi. Menkes mengklaim pemerintah sudah berhasil memperoleh akses dan kontrak untuk memenuhi kebutuhan vaksin untuk 208 juta rakyat Indonesia yang akan datang secara bertahap.

Terhitung Januari sampai Juli 2021 setidaknya ada 90 juta dosis vaksin yang tiba.

Kemudian bulan Agustus mencapai 70 juta dosis dan September rencananya 80 juta dosis akan tiba. 

Karena itu, kata Menkes, waktu-waktu ke depan akan jauh lebih berat dibandingkan dengan periode vaksinasi pada tujuh bulan pertama kemarin.

"Jadi Bapak Ibu jangan mengendorkan ini, tetap dibutuhkan walaupun juga sudah menurun kasusnya. Bahkan mungkin menjadi kehidupan kita sehari-hari kedepannya menjadi bagian dari new normalnya kita ke depannya," tuturnya.

Strategi terakhir dalam penanganan pandemi yang juga mantan Dirut Bank Mandiri ini sebut sebagai strategi defensif yakni mempersiapkan rumah sakit.

Ia mengatakan, jika langkah yang ditempuh sudah sampai pada layanan rumah sakit maka strategi perubahan perilaku, strategi deteksi, dan strategi vaksinasi yang dilakukan kurang keras dan belum disiplin. 

Oleh karenanya, ia ingin penyiapan fasilitas rumah sakit jadi upaya yang terakhir.

"Jauh lebih bagus kalau kita tetap konsentrasi ketiga strategi di hulu dibandingkan dengan strategi yang terakhir ini di hilir," kata eks Wamen BUMN ini.

(Tribun Network/fik/kps/wly)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved