Perubahan Iklim Picu Lonjakan Kematian Akibat Sambaran Petir di India, 2.500 Orang Mati Setiap Tahun
Perubahan iklim menjadi penyebab utama serangan petir yang mematikan itu menjadi lebih sering terjadi dari biasanya.
TRIBUNTERNATE.COM - Faizuddin, seorang pemuda di India, masih trauma dengan sambaran petir yang menewaskan ketiga temannya.
Teman-teman Faizuddin itu meninggal dunia akibat tersambar petir pada saat mereka berfoto selfie di atas benteng yang berusia 400 tahun di India.
Perubahan iklim menjadi penyebab utama serangan petir yang mematikan itu menjadi lebih sering terjadi dari biasanya.
Puluhan orang lainnya di negara bagian gurun barat Rajasthan, India, juga telah menemui akhir yang sama dengan ketiga teman Faizuddin.
Padahal sebelumnya, di wilayah tersebut, kematian yang disebabkan oleh petir sangat jarang terjadi.
"Saya disambar tiga petir, satu demi satu," kata Faizuddin dengan suara bergetar saat berbaring dan terbungkus selimut di rumahnya di Jaipur, india.
Sebelumnya, Faizuddin dan tiga teman masa kecilnya menaiki ratusan anak tangga ke menara pengawas di atas Benteng Amer selama badai Juli yang juga merenggut delapan nyawa lainnya.
"Suaranya memekakkan telinga, rasanya seperti ledakan bom besar. Celana dan sepatu saya terbakar, anggota badan saya menjadi kaku dan saya tidak bisa bergerak," katanya kepada AFP, seperti dikutip TribunTernate.com dari The Strait Times.

Baca juga: Info Cuaca Ekstrem BMKG Selasa, 21 September 2021: 23 Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, Angin
Baca juga: Darurat Iklim, Kebakaran Hutan Terjadi di Berbagai Wilayah di Dunia, dari Turki hingga California
Data pemerintah mengatakan, setiap tahunnya ada sekitar 2.500 orang di India yang meninggal dunia akibat sambaran petir.
Hal tersebut jauh berbeda jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang hanya memiliki 45 orang meninggal setiap tahunnya akibat petir.
Tak hanya manusia, sapi dan hewan lainnya juga terbunuh atau cacat selama badai petir parah, hanya dengan satu sambaran petir di negara bagian Assam timur laut yang memusnahkan 18 gajah pada Mei 2021.
Halilintar itu mengandung listrik sebanyak satu miliar volt dan dapat menyebabkan kerusakan besar saat menghantam bangunan.
Sementara itu di awal tahun ini, benteng lain di Chittorgarh, India, yang tak jauh dari tempat tiga teman Faizuddin meninggal, sebuah petir menghantam menara dan membuat bongkahan batu besar jatuh ke tanah.
Konservator benteng tersebut, Ratan Jitarwal mengatakan bahwa situs itu padahal telah dilengkapi oleh tongkat untuk menarik petir dari struktur yang berusia berabad-abad.
Namun, kenyataannya alat tersebut tidak terbukti efektif menahan sambaran petir.
Gelombang Tiba-Tiba
Saat ini, petir di India lebih sering terjadi dengan hampir 19 juta sambaran yang tercatat dalam 12 bulan terakhir hingga Maret 2021.
Jumlah tersebut naik sepertiga dari tahun sebelumnya.
Menurut Sanjay Srivastava dari Lightning Resilient India Campaign, pemanasan global menjadi pendorong utama terjadinya peningkatan ini.
"Karena perubahan iklim dan pemanasan global dari permukaan bumi dan lebih banyak kelembapan tiba-tiba terjadi gelombang petir yang sangat besar," kata Sanjay kepada AFP.
Tidak hanya di India, masalah ini juga terjadi di seluruh dunia.

Penelitian tahun ini memperkirakan kemungkinan adanya dua kali lipat sambaran petir dari jumlah rata-rata di Lingkaran Arktik selama abad ini.
Bukti menunjukkan bahwa sambaran petir juga menjadi lebih umum terjadi di daerah perkotaan, di mana populasi kota diperkirakan akan meningkat secara dramatis dalam bertahun-tahun mendatang.
Sanjay mengatakan, hasil dari peningkatan sambaran petir ini bisa menjadi sebuah bencana besar bagi manusia.
Misalnya, apabila sebuah petir menyambar sebuah rumah sakit dan menyebabkan korsleting pada peralatan yang digunakan untuk merawat pasien dalam perawatan intensif.
Hal ini bisa menjadi bencana bagi orang-orang di rumah sakit dan keluarga pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut.
Meningkatnya frekuensi gelombang panas yang mematikan dan konsekuensi lain dari perubahan iklim, membuat India harus berjuang untuk beradaptasi dengan ancaman sambaran petir yang lebih buruk.
Sebagian besar kematian manusia dalam badai petir dapat dicegah, tetapi hampir tidak ada bangunan yang memiliki penangkal petir untuk melindungi penghuninya, kata Sanjay.
(TribunTernate.com/Ron)