Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

5 Upaya BUMN Bangkitkan Garuda Indonesia yang Disebut Sakit dan Terbilang Bangkrut

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkapkan, maskapai Garuda Indonesia sebenarnya secara teknis sudah dalam posisi bangkrut.

Garuda Indonesia via Kompas.com
Ilustrasi Garuda Indonesia 

TRIBUNTERNATE.COM - Maskapai penerbangan plat merah, Garuda Indonesia, sebenarnya secara teknis sudah dalam posisi bangkrut sebab ekuitasnya negatif.

Hal ini disampaikan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Kondisi Garuda Saat ini negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS (setara Rp40 triliun) atau sudah technically bankrupt," ucap Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo saat melakukan rapat bersama DPR Komisi VI, (9/11/2021).

Kartika kembali menjelaskan, ekuitas negatif disebabkan tidak seimbangnya neraca keuangan perseroan di mana nilai liabilitas lebih besar daripada aset.

Seperti diketahui, nilai liabilitas Garuda tercatat sebesar 9,8 miliar dolar AS.

Jika dirinci, liabilitas GIAA berasal dari utang vendor swasta, utang vendor BUMN, Obligasi Wajib Konversi, Sukuk, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset, utang bank, dan utang lessor (perusahaan penyewaan pesawat).

Untuk utang perseroan kepada para lessor, tercatat memiliki kontribusi yang paling besar terhadap liabilitas, yakni senilai 6,3 miliar dolar AS.

Sementara nilai aset Garuda Indonesia cuma senilai 6,8 miliar dolar AS.

Neraca garuda saat ini mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS. Ini adalah rekor, sebelumnya dipegang Jiwasraya dan sekarang sudah disalip Garuda Indonesia.

Negatif Garuda ini sudah Rp40 triliun, di mana di sisi aset 6,9 miliar dolar AS, di sisi liabilitas mencapai 9,8 miliar dolar.

Liabilitas terdiri dari utang vendor swasta, utang vendor BUMN, Obligasi Wajib Konversi, Sukuk, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset, utang bank, dan utang lessor.

Baca juga: Izin OVO Finance Indonesia Dicabut OJK, OVO Tegaskan PT OFI Tak Ada Kaitan dengan Perusahaannya

Baca juga: Google Doodle Hari Ini 10 November 2021 Kenang Sosok Ismail Marzuki, Maestro Musik Indonesia

Baca juga: Jokowi Resmi Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional ke Usmar Ismail hingga Raden Aria Wangsakara

Lalu, apa solusinya agar Garuda Indonesia dapat kembali mengudara dengan sehat?

Kartika mengungkapkan, hanya ada satu cara agar kinerja keuangan Garuda Indonesia mengalami perbaikan. Yaitu, dilakukannya transformasi bisnis.

Kartika mencatat, setidaknya ada 5 hal yang harus dilakukan untuk menuju The New Garuda Indonesia.

Pertama, mengoptimalkan rute jaringan penerbangan Perseroan.

"Yakni dengan mengoptimalkan rute-rute penerbangan yang profitable, seperti rute domestik dan rute penerbangan tertentu," ujar Kartika.

Kedua, menurunkan jumlah pesawat Garuda dan Citilink.

Di mana dari total 202 pesawat di 2019, akan dipangkas menjadi 134 unit pesawat di 2022 agar selaras dengan jaringan rute penerbangan Perseroan.

Ketiga, melakukan negosiasi ulang kontrak sewa pesawat yang akan digunakan Garuda Indonesia ke depannya.

Seperti diketahui, harga sewa pesawat Garuda Indonesia tercatat sangat mahal jika dibandingkan dengan harga sewa pesawat maskapai penerbangan lain pada umumnya.

Tingginya harga sewa pesawat Garuda Indonesia dengan lessor, dikarenakan negosiasi yang ugal-ugalan oleh Direktur Perseroan di masa lalu.

Keempat, GIAA akan meningkatkan kontribusi pendapatan kargo.

Dan yang kelima, perseroan akan meningkatkan kontribusi pendapatan ancillary. Yakni melalui product unbundling, ekspansi produk yang ditawarkan, dan penerpan dynamic pricing strategy.

Kesepakatan Negosiasi Kreditur Adalah Kunci Utama Garuda Indonesia Kembali Berjaya

Maskapai penerbangan pelat merah, Garuda Indonesia sampai dengan saat ini masih belum pulih dari kinerja keuangannya.

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo menyebutkan, hanya ada satu kunci utama agar kinerja keuangan Garuda Indonesia kembali pulih.

Yaitu, mendapatkan persetujuan terkait negosiasi utang dengan para kreditur Garuda Indonesia.

"Dengan keadaan neraca keuangan yang negatif ini, tidak ada cara lain. Kita harapkan dapat menegosiasikan leasing," ucap Kartika saat melakukan rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VI, Selasa (9/11/2021).

"Yang menjadi kunci utama suksesnya restrukturisasi Garuda adalah persetujuan (negosiasi) kreditur. Ini yang penting," sambungnya.

Seperti diketahui, kreditur yang dimaksud oleh Kartika adalah para lessor (pihak penyewaan pesawat), hingga pihak perbankan yang telah memberikan fasilitas pinjaman.

Untuk lessor sendiri, maskapai berkode saham GIAA ini memiliki kerjasama dengan 32 lessor.

Dan dari beberapa lessor tersebut, Garuda Indonesia harus membayar harga sewa yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga sewa pesawat pada umumnya.

Sebagai informasi, jumlah pesawat Garuda Indonesia dan Citilink juga akan dinegosiasikan ulang dan dipangkas.

Di mana dari total 202 pesawat di 2019, menjadi 134 di 2022 agar selaras dengan jaringan rute penerbangan Perseroan.

Maka dari itu, Kementerian BUMN bersama manajemen Garuda Indonesia saat ini telah menyusun proposal yang sangat komprehensif, untuk melayangkan ke kreditur-kreditur terkait.

"Jadi nasib Garuda ini bukan hanya di pemegang sahamnya, tapi di tangan krediturnya juga," papar Kartika.

"Makanya kami sedang bernegosiasi sangat aktif dengan para lessor dan juga dengan para Bank termasuk Himbara, dan juga Pertamina. Kreditur ini harus mengakui kondisi Garuda sekarang dan harus ada pengurangan utang yang signifikan," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sakit dan Kategori Bangkrut, Ini 5 Upaya Kementerian BUMN Agar Garuda Kembali Sehat

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved