Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Virus Corona

Benarkah Omicron Hanya akan Timbulkan Gejala Ringan? Ini Mitos dan Fakta Seputar Covid-19 Omicron

Agar tak terhindar dari berita hoaks tentang Omicron, berikut informasi resmi tentang mitos dan fakta seputar Omicron dari Kemenkes RI.

Freepik
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron. - Mitos dan fakta seputar Covid-19 Omicron. 

TRIBUNTERNATE.COM - Seiring meningkatnya laju penularan virus corona varian Omicron, informasi palsu atau hoaks pun ikut bermunculan di media sosial.

Seperti diketahui, Covid-19 varian Omicron pertama kali ditetapkan sebagai varian of concern (VOI) atau varian yang diwaspadai oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 26 November 2021.

Varian Omicron pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada 24 November 2021 dan mulai memasuki Indonesia sejak 27 November 2021.

Kini, kasus Covid-19 di Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia sedang menanjaki puncak tertingginya.

Diketahui, kasus Covid-19 tersebut didominasi oleh varian Omicron yang lima kali lipat lebih menular daripada varian Delta.

Lantas, informasi apa sajakah yang harus diketahui masyarakat tentang varian Omicron ini?

Agar tak terhindar dari berita palsu atau hoaks tentang Omicron, berikut informasi tentang mitos dan fakta seputar Omicron dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kabar yang menyebut bahwa varian Omicron hanya menimbulkan gejala ringan adalah mitos.

Faktanya, meskipun penyebaran Omicron lebih cepat dan gejalanya tidak separah varian Delta, namun bagi lansia, orang dengan komorbid, dan orang yang belum divaksinasi, Omicron tetap mematikan.

Orang-orang yang rentan tersebut tetap memiliki potensi kematian apabila terpapar varian Omicron.

Kabar yang menyebut bahwa vaksin tidak mempan melumpuhkan Omicron adalah mitos.

Baca juga: Apakah Orang yang Sudah Terpapar Covid-19 Omicron Masih Perlu Vaksinasi Booster?

Baca juga: Omicron Mengamuk, Korea Selatan Catat Rekor 1 Juta Kasus Positif Covid-19

Faktanya, vaksin Covid-19 menjadi perlindungan terbaik bagi seseorang untuk melawan varian Omicron.

Data menunjukkan bahwa 60 persen pasien Omicron di Indonesia yang meninggal dunia adalah mereka yang belum pernah divaksinasi.

Kabar yang menyebut bahwa orang yang belum divaksinasi tidak akan bergejala parah saat terpapar Omicron adalah mitos.

Faktanya, orang yang belum divaksinasi Covid-19 sama sekali justru adalah orang yang paling rentan terpapar Omicron.

Sebagian besar pasien Omicron yang menjalani perawatan di rumah sakit adalah mereka yang belum divaksinasi.

Kabar yang menyebut bahwa Omicron tidak bisa menginfeksi orang yang sudah pernah terpapar Covid-19 sebelumnya adalah mitos.

Faktanya, orang yang pernah positif Covid-19 juga bisa terkena Omicron.

Untuk itu, vaksin sangat dianjurkan untuk menghindari gejala parah yang mungkin akan timbul.

Kabar yang menyebut bahwa penggunaan masker tak bisa mencegah penularan Omicron adalah mitos.

Faktanya, pencegahan terbaik agar tak tertular Omicron adalah disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Protokol kesehatan itu termasuk memakai masker, mencuci tangan dan mengurangi mobilitas, serta mendapatkan vaksinasi Covid-19.

Ilustrasi Covid-19 varian Omicron
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron (Kompas.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Baca juga: Pakar Epidemiologi Sebut Omicron Bukan Varian Covid-19 yang Terakhir, Minta Jangan Dianggap Remeh

Baca juga: Diperkirakan Lebih Menular, Sub-varian Omicron BA.2 telah Terdeteksi di 57 Negara

Orang yang Pernah Terpapar Covid-19 Masih Perlu Vaksinasi Booster

Saat ini, laju penularan varian Omicron di seluruh dunia sedang tinggi.

Sehingga, tak sedikit orang yang terpapar varian baru Covid-19 dan belum mendapatkan vaksinasi booster.

Lantas, masihkah vaksinasi booster diperlukan bagi penyintas Covid-19, terutama mereka yang terpapar Omicron?

Dilansir Al-Jazeera, vaksinasi booster telah terbukti memberikan tingkat perlindungan yang baik terhadap Covid-19, termasuk varian Omicron.

Dengan demikian, pasien Covid-19 yang telah sembuh dari Omicron masih membutuhkan vaksinasi booster untuk memberikan perlindungan yang lebih besar.

Menurut Layanan Kesehatan Nasional Inggris, orang yang pernah terpapar Covid-19 harus menunggu selama 28 hari setelah dites positif Covid-19 untuk bisa mendapatkan suntikan vaksin booster.

Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa gejala infeksi Covid-19 tidak dikacaukan oleh potensi efek samping vaksinasi booster.

Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) menyarankan agar pasien Covid-19 menunggu sampai benar-benar pulih dari gejala apa pun sebelum melakukan vaksinasi booster.

Selain itu, pasien Covid-19 juga harus memastikan bahwa masa isolasinya telah berakhir sebelum mendapatkan vaksinasi booster.

Penelitian menunjukkan bahwa mendapatkan vaksin setelah Anda pulih dari Covid-19 bisa memberikan perlindungan tambahan pada sistem kekebalan Anda.

Dengan demikian, jawabannya adalah penyintas Covid-19 masih perlu mendapatkan vaksinasi booster meskipun sudah sembuh dari Covid-19.

(TribunTernate.com/Ron)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved