Setelah Tahu Tempe, Harga Daging Sapi Ikut Naik, Penjual Mogok, Pemerintah Didesak Bergerak Cepat
Setelah minyak goreng, tempe, dan tahu semakin mahal, kini giliran harga daging sapi yang merangkak naik hingga Rp145.000,00 per kilogram.
TRIBUNTERNATE.COM - Harga sejumlah barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir.
Setelah minyak goreng, tempe, dan tahu semakin mahal, kini giliran harga daging sapi yang merangkak naik hingga Rp145.000,00 per kilogram.
Berikut TribunTernate.com merangkum informasi mengenai kenaikan harga daging, mulai dari faktor penyebab, rencana pedagang daging untuk mogok, hingga desakan terhadap pemerintah.
1. Faktor Penyebab Kenaikan Harga Daging Menurut Anggota DPR
Anggota Komisi VI DPR Amin Ak mengatakan, ada dua hal yang menyebabkan kenaikan harga daging sapi di pasar.
"Pertama karena kenaikan biaya logistik penyimpanan daging sapi beku," ucap Amin saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (24/2/2022).
Dia mengatakan, menurunnya permintaan daging selama pandemi Covid-19 berdampak pada menumpuknya stok daging impor atau daging beku, terutama daging khusus, sehingga membutuhkan gudang penyimpanan (cold storage) dalam jumlah banyak.
"Diberlakukannya kebijakan pembatasan sosial dan juga merosotnya daya beli masyarakat menyebabkan penurunan permintaan daging sapi," ucap politikus PKS itu.
Merujuk pada penjelasan Asosiasi Importir Daging, Amin menyebut, perubahan sistem integrasi seluruh layanan bea cukai ikut menaikkan biaya logistik penyimpanan karena proses di bea cukai menjadi lebih lama, dari yang biasanya hanya 2 hari sampai 3 hari menjadi 12 hari.
Hal tersebut, membuat biaya penyimpanan ikut terkerek dari sekitar Rp12 juta, melonjak hingga menembus Rp100 juta.
Faktor kedua, Amin melihat adanya kenaikan harga daging sapi di pasar internasional karena terganggunya sistem produksi global selama pandemi.
"Akibatnya harga daging sapi impor pun mengalami kenaikan," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, Amin meminta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi segera mengatasi lonjakan biaya logistik penyimpanan daging impor.
"Manajemen logistik penyimpanan dengan berkolaborasi antar departemen dan stake holder, agar bisa menyediakan tempat penyimpanan dan menekan biaya," paparnya.
Kementerian Perdagangan juga harus melakukan pembenahan tata niaga daging sapi lokal dengan memperpendek rantai pasok agar efisiensi untuk menekan harga tanpa merugikan peternak, termasuk turut membehani sistem logistik pengangkutan atau distribusi bahan pangan guna menekan harga di tingkat konsumen.
"Hasil penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan, rantai distribusi daging sapi lokal harus melewati tujuh hingga sembilan tahapan sebelum sampai di tangan konsumen, sehingga membuat biaya distribusi sangat tinggi," tuturnya.
"Idealnya sistem rantai pasok sejak dari peternak hingga ke tangan konsumen tidak lebih dari 3 tahapan sampai 4 tahapan saja," sambung Amin.
Baca juga: Desainer Arnold Putra Diduga Pesan Paket Organ Manusia, Buat Tas Pakai Tulang Manusia, Ini Profilnya
Baca juga: Vladimir Putin Perintahkan Operasi Mliter Khusus ke Ukraina, Ledakan Terdengar di Beberapa Kota
Baca juga: Anak Yusuf Mansur Dituduh Bohongi Publik soal Kuliah di 3 Universitas, Wirda Mansur Beri Klarifikasi
2. Rencana Mogok Jualan
Kenaikan harga daging dalam beberapa waktu terakhir membuat para pedagang daging terpaksa melakukan aksi mogok berjualan.
Rencananya, mereka akan mogok berjualan selama lima hari mulai Senin (28/2/2021).
"Kita akan mogok 5 hari ke depan dari 28 Februari 2022 - 4 Maret 2022. Itu rencana teman-teman pemotong dan pedagang," ujar Ketua Jaringan Pemotongan dan Pedagang Daging Indonesia (JAPPDI), Asnawi, saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (23/2/2022).
Ia menjelaskan, pasokan sapi dari negara tetangga seperti Australia sedang terganggu.
Selain disebabkan oleh bencana, juga dikarenakan pandemi Covid-19, banyak rumah potong di Australia tutup dan mengakibatkan harga daging sapi mahal.
Hal tersebut, menjadi satu di antara faktor harga daging sapi yang terus mengalami kenaikan sejak tahun lalu.
Asnawi mengusulkan agar pemerintah membuka jalur perdagangan dari negara selain Australia.
"Suplai bisa dari negara lain. Misalnya, Meksiko," tutur Asnawi.
Asnawi menerangkan, selama ini pedagang terus mengalami kerugian. Ia mencontohkan, modal HPP sudah mencapai Rp 127.500 per Kg, sementara dijual Rp 130.000.
"Orang pergi, tidak mau beli akhirnya dijual lebih rendah jadi kita rugi terus," kata Asnawi.
3. Keluhan Para Pedagang Daging
Pedagang daging sapi di pasar juga mulai mengeluhkan kenaikan harga.
Hamid, seorang pedagang daging sapi di pasar Slipi, Jakarta, mengaku setiap malam harga daging sapi naik sekira Rp2.000,00.
"Sudah hampir dua bulan ini, harganya naik, awalnya Rp120.000,00 sampai Rp125.000,00, sekarang sudah Rp140.000,00 per kilogramnya," kata Hamid, dikutip dari Tribunnews.com.
Baca juga: Bagaimana Nasib Jakarta Saat Nanti Sudah Tak Jadi Ibu Kota Negara? Ini Kata Anies Baswedan
Baca juga: Kapolda Sumut Sebut Tak Ada Dugaan Penimbunan pada Temuan 1,1 Juta Kg Minyak Goreng di Deliserdang
Hamid melanjutkan, kemungkinan sampai Idul Fitri 2022 nanti harga daging akan terus mengalami kenaikan.
Hal itu ia katakan setelah berkaca pada puasa dan lebaran tahun lalu yang juga terjadi kenaikan harga menjadi sekira Rp150.000,00 hingga Rp160.000,00 per kilogram.
Para pembeli pun mengeluhkan kenaikan daging setiap harinya, tetapi Hamid tidak bisa berbuat banyak.
Sebab, ia hanya seorang pedagang yang tidak bisa mengatur atau menurunkan harga daging sapi.

"Ya kami juga pedagang harga segitu sangat susah jualnya, biasanya pembeli dapat harga sekian, kok sekarang segini, pasti malas belinya," ucap dia.
Akibat kenaikan harga, Hamid merasakan sepi pembeli dan sehari ia hanya bisa menjual sekira 20 kilogram daging sapi saja.
Padahal sebelum ada pandemi Covid-19 dan harganya normal ia bisa menghabiskan sekira 40 kilogram sampai 50 kilogram.
"Rumah makan yang kami kirimin juga ngeluh kenaikan harga, mereka bingung harus jual berapa perporsi kalau harga dagingnya naik," jelasnya.
Ia berharap kepada pemerintah bisa menekan angka daging sapi supaya harga jualnya tidak memberatkan dan membebani warga.
Masyarakat pastinya membutuhkan daging sapi ketika lebaran nanti dan agar semua bisa makan daging maka pemerintah harus gerak cepat.
"Ya kalau enggak bisa mengendalikan harga, kami tetap jual harga tertinggi, meski kami merasakan sedih menjual dengan harga mahal," terang Hamid.
Sementara itu di pasar Kramat Jati, Jakarta Timur pembeli daging sapi harus merogoh kocek lebih dalam karena harganya yang kian hari semakin mahal.
Salah satu pedagang daging sapi, Ranta Wijaya, mengatakan harga daging sapi di kiosnya kini naik menjadi Rp130.000,00 per kilogram atau melonjak Rp10.000,00 dari harga sebelumnya.
"Dari bandar-bandarnya. Kita kan cuma beli dagingnya saja. Pembeli banyak ngeluh, biasa Rp120.000,00 kok ini jadi Rp130.000,00," kata Wijaya.
Menurutnya kenaikan harga daging sapi tidak hanya terjadi di Pasar Kramat Jati, tapi juga di pasar tradisional lain dan diprediksi masih dapat melonjak hingga akhir bulan Februari 2022.
Kenaikan ini dikeluhkan pedagang daging sapi karena membuat omzet mereka berkurang, sebab banyak pembeli yang memilih mengurangi jumlah belanjaan dari biasanya.
"Bisa beli (dari bandar), ngejualnya enggak bisa," ujarnya.
4. Desakan agar Pemerintah Bertindak Cepat
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) meminta pemerintah bergerak cepat mengatasi kenaikan harga daging sapi.
Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengatakan, harga daging sapi pada saat ini mengalami kenaikan di kisaran Rp10.000,00 hingga Rp15.000,00, di mana harga tertinggi mencapai Rp145.000,00 per kilogram.
"Kami melihat situasi ini cukup tidak terkendali, karena harganya mencapai Rp 140 ribu, tertinggi Rp 145 ribu per kilo," kata Reynaldi saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (23/2/2022).
Menurutnya, pemerintah harus mampu menyelesaikan persoalan tersebut dengan cepat, menggenjot sentra-sentra daging yang ada di seluruh Indonesia.
"Kalau harganya masih tinggi, kami khawatir jelang Ramadan dan Lebaran harga akan terus meningkat. Harus di antisipasi sejak sekarang, pemerintah melakukan intervensi terhadap daging," papar Reynaldi.
"Jadi wilayah hulu sentra produksi, perlu digenjot seperti di NTB kalau surplus di sana perlu disilang ke daerah yang konsumsinya tinggi seperti Jabodetabek," sambungnya.
Ia pun menyebut, kenaikan harga daging sapi membuat para pedagang di Jabodetabek akan melakukan aksi mogok dagang.
"Kami sedang melakukan komunikasi kepada pedagang daging agar tidak terjadi mogok," tuturnya.
Sumber: Tribunnews.com
(TribunTernate.com)