Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Pilpres 2024

Jelang Pemilu 2024, Pengamat Politik: Ujian Berat Bagi Lembaga Survei

Sejumlah lembaga survei juga berperan sebagai konsultan politik sehingga memiliki kecenderungan berupaya menggiring opini publik

Editor: Content Writer
Istimewa
Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam. 

TRIBUNTERNATE.COM - Kredibilitas lembaga survei mengalami ujian terberat pada pemilu kali ini. Pasalnya, sejumlah lembaga survei juga berperan sebagai konsultan politik sehingga memiliki kecenderungan berupaya menggiring opini publik. Hal ini disampaikan Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam.

“Ujian paling berat lembaga survei sepanjang pemilu pasca reformasi menurut saya ya kali ini, Pemilu 2024,” sebut Surokim saat dihubungi, Senin (11/12). Menurut dia, lembaga survei terjebak ke dalam perangkap sebagai konsultan politik. Padahal, keduanya memiliki porsi tugas yang berbeda.

Kondisi itu merupakan lampu merah bagi penyelenggara Pemilu. “Situasi yang sungguh patut diwaspadai dan dijaga khususnya oleh para penyelenggara pemilu agar trust publik bisa pulih. Sebab bagaimanapun esensi demokrasi elektoral itu legitimasi dan trust dan ini wajib dijaga semua pihak jika kita ingin pemilu kita meningkat kualitasnya secara substantif,” ungkap Surokim.

Kemudian, untuk membuktikan apakah hasil survei tersebut didapatkan dengan cara-cara yang benar, bukan pesanan, Surokim mengatakan perlu ada survei lain.

“Sebenarnya saya berharap akan muncul lembaga survei pembanding yg lain agar kita bisa membandingkan dan menemukan intersubjectivity itu sehingga akan lebih mudah memberi penilaian,” kata Surokim.

Jika lembaga survei terbatas, maka absolutisme dan hegemonik data bisa terjadi. Meski begitu, Surokim tetap yakin bahwa Lembaga Survei bisa memainkan perannya pada pesta demokrasi ini.

“Saya masih meyakini bahwa lembaga survei di Indonesia bs menjadi oksigen demokrasi elektoral kita dan masih punya masa depan utk menjadi bahan referensi dan edukasi publik, karena itu lembaga survey yang muncul dari banyak pihak sungguh diharapkan” tandas Surokim.

Baca juga: Blusukan di Pasar, Gibran Tawar Harga Cabai, Atikoh Ganjar Tolak Beli Bawang Putih Impor

Kurangnya Nalar Kritis

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti menganggap bahwa ada kesenjangan pengetahuan atas azas dan tata cara pemilu demokratis bekerja. Hal ini disampaikan Ray terkait dengan hasil survei Lembaga Survei Indonesi (LSI) yang mememotret pihak yang berpeluang melakukan kecurangan.

"Khususnya, menurutku, di kalangan kaum Generasi Y/Z. Mereka belum sepenuhnya menerima apa dan bagaimana pemilu demokratis sebenarnya. Dengan hanya mendasarkan diri pada info-info sekilas di berbagai tayangan media sosial, mereka menebalkan makna apa itu kecurangan pemilu, dan pemilu demokratis," terangnya.

Ray menuturkan hal itu pula yang membuat mayoritas publik kurang peka terhadap isu demokrasi. "Itulah kiranya mengapa mereka kurang sensitif pada isu (Politik) dinasti, isu putusan MK yang dinilai cacat etik, berbagai contoh ketidaknetralan aparat, dan sebagainya. Mereka menerima atau menolaknya dengan begitu saja. Tanpa kritisisme," ungkap Ray dalam rilis yang diterima Tribunnews.com (12/12).

Di tambah lagi, dampak dari media sosial yang lebih mengutamakan pelanggaran salah satu calon dibanding calon yang lain. Hal itu semakin membuat nalar kritis publik semakin meredup. (**Vincent**)

Baca juga: Debat Pilpres Perdana, Pengamat Politik: Ganjar-Mahfud Miliki Keunggulan dalam Isu Hukum

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved