TRIBUNTERNATE.COM - Menurut laporan lingkungan PBB yang diterbitkan pada Selasa (15/2/2022), polusi yang dihasilkan oleh negara dan perusahaan di dunia berkontribusi pada jumlah kematian besar secara global.
Bahkan, jumlah kematian akibat polusi di seluruh dunia lebih besar daripada jumlah kematian yang diakibatkan oleh Covid-19.
Laporan itu mengatakan, polusi dari pestisida, plastik, dan limbah elektronik telah menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia yang makin meluas.
Setidaknya ada 9 juta kematian dini per tahun yang disebabkan oleh hal itu, dan sebagian besar di antaranya diabaikan.
Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah kematian yang disebabkan oleh pandemi virus corona, yakni hampir 5,9 juta kematian.
"Saat ini, pendekatan untuk mengelola risiko yang ditimbulkan oleh polusi dan zat beracun jelas gagal."
"Itu mengakibatkan pelanggaran luas terhadap hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan," tulis David Boyd, Pelapor Khusus PBB yang juga penulis laporan tersebut.
"Saya pikir kita memiliki etika dan kewajiban hukum untuk berbuat lebih baik," imbuhnya dalam sebuah wawancara dikutip dari The Straits Times.
Baca juga: Kasus Polusi Udara Jakarta, 7 Pejabat Negara Dinyatakan Bersalah, termasuk Jokowi dan Anies Baswedan
Baca juga: Sama Bahayanya dengan Krisis Iklim, Polusi Suara yang Ditimbulkan Manusia Ancam Kehidupan di Laut
Baca juga: Akibat Perubahan Iklim, Tahun 2022 Diperkirakan akan Menjadi Tahun Terpanas di Bumi
Laporan ini kemudian mendesak adanya larangan polifluoroalkil dan perfluoroalkil, zat buatan manusia yang digunakan dalam produk rumah tangga.
Produk tersebut salah satunya adalah peralatan masak antilengket yang dapat menyebabkan kanker dan dijuluki sebagai 'bahan kimia selamanya' karena tidak mudah rusak.
Selain itu, laporan ini juga mengusahakan gerakan pembersihan situs atau tempat-tempat yang tercemar.
Dalam kasus yang ekstrem, hal ini juga mendorong kemungkinan relokasi masyarakat yang terkena dampak dari apa yang disebut 'zona pengorbanan'.
Istilah itu mulanya hanya digunakan untuk menggambarkan zona uji coba nuklir, namun dalam laporan itu diperluas untuk mencakup tempat yang sangat terkontaminasi dan tidak dapat dihuni.
Di sisi lain, Kepala HAM PBB, Michelle Bachelet menyebut bahwa ancaman lingkungan saat ini adalah tantangan hak global terbesar.
Menurutnya, semakin banyak kasus keadilan iklim dan lingkungan yang menuntut hak asasi manusia.
Limbah kimia sendiri akan menjadi bagian dari negosiasi pada konferensi lingkungan PBB di Nairobi, Kenya mulai 28 Februari mendatang.
(TribunTernate.com/Ron)(The Straits Times)