TRIBUNTERNATE.COM - Setelah ditetapkan jadi tersangka dalam kasus tewasnya Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Bharada E alias Richard Eliezer akan mengajukan diri sebagai justice collaborator.
Hal ini disampaikan oleh kuasa hukum Bharada E, Muhammad Burhanuddin.
Menurut Burhanuddin, kliennya akan mengajukan diri menjadi Justice Collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Senin (8/8/2022).
Diketahui, Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J dilaporkan tewas dalam insiden penembakan di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo di Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Insiden tersebut melibatkan Brigadir J dan Bharada E, keduanya merupakan pengawal Irjen Pol Ferdy Sambo.
Penetapan status Bharada E menjadi tersangka dilakukan oleh Mabes Polri pada Rabu (3/8/2022) malam.
Sementara itu, Justice Collaborator sendiri merupakan salah satu syarat agar Bharada E tetap bisa dilindungi LPSK asal mau mengungkap pelaku utama terkait kasus yang menjeratnya.
Burhanuddin menegaskan kliennya akan secara terang membuka seluruh fakta atas insiden dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J.
"Senin akan diajukan JC ke LPSK karena Bharada E sudah secara terang benderang akan membuka tabir gelap yang selama ini menjadi tertutup," kata Burhanuddin saat dikonfirmasi Tribunnewscom, Minggu (7/8/2022).
Dalam kasusnya, Bharada E telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan pasal 338 juncto pasal 55 dan pasal 56 tentang pembunuhan secara bersekongkol.
Bila Bharada E menjadi Justice Collaborator, tim kuasa hukum berharap keadilan untuk kliennya bisa terpenuhi.
"Semoga keadilan buat semua dapat tercapai," kata Burhanuddin.
Diketahui sebelumnya proses permohonan perlindungan terhadap Bharada E masih berjalan di LPSK.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menjelaskan, sejauh ini pihaknya masih dalam proses investigasi dan pendalaman atas proses permohonan yang sedang bergulir untuk Bharada E.
Baca juga: Kasus Tewasnya Brigadir J, Nasib Bharada E Berubah 180 Derajat: Awalnya Disebut Tak Bisa Dituntut
Baca juga: 5 Fakta tentang Mendiang Brigadir Yoshua: Selalu Bawa Alkitab hingga Anak Petani dan Guru SD
"Kami (masih) menunggu hasil dari asesmen psikologis dari psikolog dan juga nanti kita mau koordinasi dengan Bareskrim," ucap Edwin saat dikonfirmasi awak media, Kamis (4/8/2022).
Terkait status hukum yang kini telah ditetapkan kepada Bharada E, Edwin menyatakan LPSK masih bisa menerima permohonan perlindungan itu meski yang bersangkutan sudah menjadi tersangka.
"Tetapi yang ingin saya sampaikan bahwa seseorang dlm status tersangka bisa saja dilindungi oleh LPSK tapi punya syarat," ucap Edwin.
Adapun persyaratannya, Bharada E harus menjadi pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius atau dalam kata lain Justice Collaborator.
Terlebih dalam kasus ini, Bharada E ditetapkan menjadi tersangka sebagai orang yang turut serta melakukan pembunuhan yang disangkakan pasal 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
"Syaratnya dia menjadi justice Collaborator atau saksi pelakunya," beber Edwin.
Kendati demikian, Edwin memastikan kalau sejauh ini Bharada E belum mengajukan diri sebagai Justice Collaborator dalam perkara ini.
Tak hanya itu, pihak LPSK juga kata Edwin masih akan menelaah lebih dalam keterangan dari Bharada E saat menjalani pemeriksaan assessment psikologis dan mencocokkannya dengan temuan penyidik Bareskrim.
"Sejauh ini tidak ada, tetapi, tetapi, tetapi beberapa keterangan Bharda E ini masih butuh klarifikasi, konfirmasi dari sumber-sumber lainnya dan salah satunya dari hasil autopsi," kata dia.
Dalam penanganan kasus tersebut, Polri menemukan ada ketidakprofesionalan dari oknum polisi dalam menyelidiki kasus yang menjadi sorotan publik itu.
25 polisi saat ini sudah diperiksa terkait dugaan pelanggaran etik dalam penanganan kasus kematian Brigadir J.
Terbaru, Polri telah menempatkan Irjen Ferdy Sambo di tempat khusus karena diduga menjadi bagian dari pihak yang dianggap menghambat proses penyelidikan.
Keuntungan yang didapatkan oleh Justice Collaborator
Justice Collaborator (JC) merupakan sebutan bagi pelaku kejahatan yang turut serta dalam kejahatan.
Namun, seseorang tersebut juga membantu untuk memberitahu kepada penegak hukum dalam memberikan keternagan tentang kejahatan tersebut.
Dengan menjadi Justice Collaborator, pelaku akan mendapatkan beberapa keuntungan.
Keuntungan yang didapatkan oleh Justice Collaborator ini diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Keuntungan Justice Collaborator
Dalam Pasal 10A UU Nomor 31 Tahun 2014, Justice Collaboratir akan mendapatkan keuntungan atau penanganan khusus sebagai berikut:
1. Pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, atau narapidana yang diungkap tindak pidananya.
2. Mendapatkan keuntungan pemisahan pemberkasan dalam proses penyidikan/penuntutan antara saksi pelaku dengan tersangka/terdakwa yang diungkapkan pidananya.
3. Justice Collaborator dapat memberikan kesaksian di persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.
Mengutip dari Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, Justice Collaborator akan mendapatkan beberapa keuntungan atas bantuan yang diberikan kepada pihak penegak hukum sebagai berikut:
1. Hakim akan menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus
2. Dijatuhi pidana berupa pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksud.
Perlindungan terhadap Pelapor Tindak Pidana (WhistleBlower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) memang telah diatur di dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara syah bersalah.
Tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana.
Akan tetapi disadari bahwa ketentuan tersebut masih perlu pedoman lebih lanjut di dalam penerapannya.
Penerapan tentang keuntungan yang akan diberikan oleh Justice Collaborator juga akan merujuk pada nilai-nilai tertentu.
Dalam pemberian perlakuan khusus dalam bentuk keringanan pidana, hakim tetap wajib mempertimbangkan rasa keadilan terhadap masyarakat.
Keuntungan Justice Collaborator ini hanya berlaku pada tindak pidana tertentu yang bersifat serius, seperti tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, hingga tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir dan telah menimbulkan masalah hingga ancaman serius.
Upaya Justice Collaborator ini bertujuan untuk menumbuhkan partisipasi publik untuk mengungkap kebenaran dari tindak pidana tertentu.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bharada E Bakal Ajukan Justice Collaborator ke LPSK, Kuasa Hukum: Tabir Gelap Akan Diungkap
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Keuntungan Justice Collaborator: Pemisahan Tempat Penahanan hingga Hukuman yang Lebih Ringan