Erupsi Susulan Gunung Tangkuban Parahu Bisa Terjadi, Ini Antisipasi yang Bisa Dilakukan Menurut BNPB
Letusan Gunung Tangkuban Parahu itu disebut bersifat freatik, yakni berupa semburan lumpur dingin hitam yang berasal dari kawah ratu.
Karena itu, abu tebal menyelimut sejumlah mobil yang terparkir di sekitar TWA.
"Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 38 mm dan durasi kurang lebih 5 menit 30 detik," kata Kepala PVMBG Kasbani dalam keterangan tertulisnya.

PVMBG sekitar pukul 19.09 WIB menyatakan erupsi Gunung Tangkuban Parahu mulai menurun.
Meskipun embusan masih berlangsung, tapi warnanya sudah putih.
Artinya, material yang dikeluarkan dari embusan tersebut hanya didominasi gas dan uap air.
"Jadi sudah tidak terdeteksi adanya batuan yang terbawa ke permukaan dan gempanya juga sudah menurun sekitar 15 milimeter," ujar Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG, Nia Khaerani saat ditemui di Pos Pemantauan Gunung Api Tangkuban Parahu.
Erupsi kali ini, katanya, memang tak didahului dengan gempa vulkanik.
Erupsinya hanya diawali gempa dari embusan.
Karena itu, PVMBG menafsirkan erupsi ini hanya erupsi freatik.
"Jadi dari segi intensites erupsi freatik itu gempanya tidak akan membesar. Saat ini statusnya juga sudah memasuki level normal karena erupsinya cenderung menurun," katanya.
PVMBG menyatakan agar masyarakat di sekitar TWA tetap waspada.
Kabid Mitigasi Gunung Api PVMBG Dr. Hendra Gunawan sempat menyatakan, radius yang dinyatakan bahaya jaraknya adalah 500 meter.
Ia mengimbau agar masyarakat tak mendekati kawah.
Erupsi susulan, katanya, dapat saja terjadi dengan potensi landaan masih di sekitar dasar kawah.
Namun tetap dasar utama yang menentukan adalah data yang terekam saat ini.