Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Ayu Kartika Dewi, Pejuang Toleransi & Keberagaman Jadi Stafsus Presiden, Pernah Mengajar di Malut

Perjalanan panjang Ayu Kartika Dewi dalam mengampanyekan nilai toleransi dan keberagaman mengantarkannya menduduki posisi staf khusus Presiden Jokowi.

Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono
Presiden Joko Widodo memperkenalkan staf khusus barunya yang berasal dari kalangan milenial CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra (kiri), Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi (dua kiri), Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara (tiga kiri), peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar (empat kanan), CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung (tiga kanan), Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia (dua kanan), dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Ma'ruf (kanan) di halaman tengah Istana Merdeka Jakarta, Kamis (21/11/2019). Tugas yang diberikan Presiden pada stafsus milenialnya adalah mengembangkan inovasi-inovasi di berbagai bidang sesuai dengan keahliannya masing-masing. TRIBUNNEWS/SENO TRI SULISTIYONO 

TRIBUNTERNATE.COM - Perjalanan panjang Ayu Kartika Dewi dalam mengampanyekan nilai toleransi dan keberagaman mengantarkannya menduduki posisi staf khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga ini memiliki semangat dan komitmen tinggi dalam menggelorakan nilai toleransi dan keberagaman di penjuru Nusantara.

Komitmen tersebut mulai terbangun pada saat Ayu mengawali pengabdiannya bersama lembaga Indonesia Mengajar.

Lembaga nirlaba ini fokus mencetak dan mengirimkan kawula muda sebagai pengajar SD di daerah-daerah terpencil.

Pada 2010, Ayu mendapatkan tugas untuk mengajar di salah satu SD yang berada di Desa Papaloang, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Kehadiran Ayu di Desa Papaloang ternyata membawanya bersentuhan dengan bayang-bayang permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan setempat.

Salah satu anak didiknya masih mengalami traumatik dengan kerusuhan antar-dua kelompok agama yang terjadi di Ambon pada 1999.

Padahal, saat Ayu melawat ke Maluku, keadaan sudah damai dan dua kelompok yang terlibat konflik sudah berikrar damai.

Namun, ketakutan akan akan bayang-bayang masa kelam itu justru masih membuntuti anak didiknya.

“Suatu ketika seorang murid datang dan bilang, ‘Bu Ayu kita harus hati-hati, kerusuhan su dekat.’ Terus saya tanya, ‘Memang kerusuhannya di mana?’ ‘Di Ambon ibu, kita harus hati-hati.’” ujar Ayu kepada Magdelene.co yang dilansir aminef.or.id.

“Padahal dengan kapal laut saja butuh waktu dua hari dari Maluku Utara untuk sampai ke Ambon,” kata perempuan berjilbab tersebut.

Adegan akan ketakutan muridnya ini justru menjadi pelecut. Ia menyadari bahwa keberagaman di Indonesia merupakan kekayaan tersendiri.

Tak ayal, Ayu pun semakin perhatian tehadap isu toleransi dan keberagaman. Ia pun mencetuskan Program Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali (SabangMerauke).

Program ini merupakan upaya Ayu menggelorakan nilai keberagaman, toleransi, hingga cakrawal ilmu pengetahuan antar-pelajar di Indonesia.

Para pesertanya adalah pelajar tingkat SMP. Mereka ditugaskan untuk menyatu bersama keluarga dan berinteraksi dengan teman yang berbeda.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved