Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

4 Kedok Jiwasraya Terbongkar! Dari Rekayasa Harga Saham hingga Tawarkan Imbal Hasil 9%-13% Per Tahun

Fakta-fakta aksi Jiwasraya, menghasilkan imbal hasil atau return tinggi segede 9% sampai 13% per tahun dan bekerjasama dengan 13 manajer investasi.

Editor: Sansul Sardi
KONTAN/Cheppy A. Muchlis
Ilustrasi Jiwasraya 

Mispricing adalah kondisi  harga saham dinilai overvalue atau undervalue dari nilai wajarnya. Implikasinya: jika saham dinilai overvalue dari nilai wajarnya, maka perusahaan akan mengeluarkan saham baru.

Sebaliknya, jika saham dinilai undervalue dari nilai wajarnya, maka perusahaan cenderung akan menerbitkan utang dan membeli kembali sahamnya.

Dengan guaranted return 9%-13%, lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG dan yield obligasi serta dapat dicairkan setiap tahun, Jiwasraya terus terkena risiko pasar," tulis dokumen tersebut, Kamis (19/12).

Imbal hasil dari obligasi korporasi dengan rating singleA (idA) hingga tripleA (AAA) berkisar  8%-9,5% per tahun. Adapun sepanjang tahun 2018, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya 2,3%.

2. Manajemen Jiwasraya diduga lemah dalam menjalankan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi.

Berdasarkan perincian aset investasi Jiwasraya, investasi JS Saving Plan pada saham-saham dan reksadana yang berisiko tinggi atau high risk. Perinciannya sebagai berikut:

- Saham

Porsi investasi saham dalam portfolio JS Saving Plan sebesar 22,4% atau sebanyak Rp 7 triliun, dari jumlah aset finansial. Sebanyak 5% portfolio itu berisi saham-saham di Indeks LQ45 (45 saham unggulan dan paling likuid di Bursa Efek Indonesia), sementara sisanya di luar LQ45.

- Reksadana

Alokasi reksadana Saving Plan Jiwarsrya sebesar 59,1% atau sebesar Rp 14,9 triliun dari jumlah aset finansial. Dari jumlah ini, hanya 2% yang dikelola oleh top tier perusahaan manajer investasi (MI), sementara sisanya di luar perusahaan MI lainnya.

Selain itu,  berkas dokumen yang sama menyebut, Jiwasraya  tidak menerapkan portofolio manajemen lantaran tak memiliki portofolio guideline yang mengatur alokasi investasi maksimum pada high risk assetse. Alhasil, dengan kondisi pasar saat ini, mayoritas aset investasi tidak dapat diperjualbelikan alias tidak likuid.

3. Rekayasa harga saham (window dressing).

Jiwasraya diduga merekayasa harga saham antara lain dengan jual-beli saham dengan dressing reksadana.

Modusnya, dengan saham yang harganya kemahalan atayu overprice dibeli oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada perusahaan manajer investasi (MI) untuk kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya.

"Hal ini dibuktikan dengan aset investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksa dana saham yang underlying asset-nya sama dengan portofolio saham langsung," tulis dokumen tersebut.

Sumber: Kontan
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved