Kritik Pernyataan Mahfud MD soal RUU Omnibus Law Cipta Kerja Salah Ketik, Bivitri: Kenapa 1 Pasal?
Bivitri merasa lucu dengan pernyataan salah ketik yang diungkapkan Mahfud MD soal RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
TRIBUNTERNATE.COM - Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja belakangan ini selalu diwarnai dengan polemik.
Seperti diketahui, belum selesai aksi protes masyarakat, kini satu di antara pasal dalam draf RUU omnibus law tersebut mendapatkan kritik.
Temuan tersebut terdapat pada Pasal 170 draf Omnibus Law Cipta Kerja.
Dalam hal itu, undang - undang (UU) dapat diubah melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menduga ada kekeliruan saat mengetik pasal tersebut.
Pernyataan Mahfud MD ini kemudian mendapatkan sorotan tajam dari Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti.
Menurutnya kalau salah ketik perbedaan yang ditunjukkan hanya sedikit, tidak satu pasal seperti itu.

Pernyataan ini ia sampaikan dalam program APA KABAR INDONESIA PAGI, yang dilansir YouTube Talk Show tvOne, Selasa (18/2/2020).
• Mahfud MD Sebut Pasal 170 di Draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja Salah Ketik: Saya Tidak Yakin Isinya
• Fakta-fakta RUU Omnibus Law Cipta Kerja: Uang Penghargaan yang Dipangkas hingga Bonus untuk Pekerja
Sebelumnya Bivitri merasa lucu dengan pernyataan salah ketik yang diungkapkan Mahfud MD.
"Saya ketawa si," ujarnya.
Lebih lanjut Bivitri mengungkapkan ada dua alasan mengapa pernyataan salah ketik ini dinilainya lucu.
"Pertama, namanya salah ketik memang manusiawi," kata Bivitri.
"Tapi kan salah ketik dalam artian satu di antara huruf hilang atau salah begitu ya, tapi ini kenapa satu pasal," jelasnya.
"Kedua, salah ketik mungkin saja terjadi kalau yang lainnya jiwa semangat undang-undangnya tidak seperti itu," imbuhnya.
Tak hanya itu, Bivitri juga menilai ada penumpukan kekuasaan di pemerintah pusat dalam omnibus law.
"Nah kalau kita lihat, RUU ini yang memang menempatkan banyak sekali kewenangan ke presiden, tidak hanya daerah ya," ungkapnya.
Ia juga menuturkan ada beberapa pasal yang dibunyikan bahwa semua kewenangan itu harus ke presiden.
"Serta pengaturan lebih lanjut oleh menteri-menteri maupun daerah itu harus dianggap sebagai delegasian dari presiden, memusatkan kekuasaan," jelasnya.
Rafly Harun Sebut Perspektif Omnibus Law Terlalu Memusat Kepada Pemerintah Pusat
Hal senada diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun.
Ia menyebut pembuatan omnibus law lebih condong melihat segala sesuatunya dari kacamata pemerintah pusat.
"Lalu kemudian perspektifnya itu terlalu pemerintah pusat center," jelasnya yang dilansir dari YouTube Talk Show tvOne, Selasa (18/2/2020).
Melihat hal ini, Refly mengaku omnibus law ini tidak sesuai dengan yang diharapkannya.
"Padahal yang saya bayangkan adalah undang-undang ini betul-betul memapas penyakit dari segla birokrasi dan kemudian bisa membunuh wabah-wabah korupsi," jelasnya.
"Namun yang terjadi justru tidak begitu, justru penumpukan kekuasaan di pemerintah pusat," imbuhnya.
"Nah ini yang saya khawatirkan," kata Refly.
Melihat hal itu, Refly berharap adanya omnibus law ini bukan untuk menciptakan monster baru kekuasaan.
Mahfud MD Sebut Salah Ketik
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memberikan tanggapan soal kritikan terhadap pasal
• RUU Omnibus Law Cipta Kerja: Buruh Bisa Dapat Bonus 5 Kali Gaji, Asal Penuhi Syarat Ini
• Ini 50 RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas DPR pada 2020, RUU PKS hingga Perlindungan Data Pribadi
Mahfud MD mengaku belum mengetahui perihal isi dari pasal tersebut.
Sehingga ia akan mengecek dan mempelajari draf Omnibus Law Cipta Kerja yang dimaksud.
"Coba nanti dipastikan lagi deh, saya tidak yakin kok ada isi UU bisa diganti dengan PP (Peraturan Pemerintah)," ujarnya yang dikutip dari Kompas.com.
"Coba nanti dicek dulu ya, pasal berapa? Nanti saya cek," imbuhnya.
Kendati demikian, Mahfud MD menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah tidak dapat digunakan untuk mengganti atau mengubah undang-undang.
Sementara UU hanya bisa diubah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
Namun harus diingat bahwa hal itu juga harus berdasarkan kebutuhan atau memenuhi syarat tertentu.
Sehingga adanya temuan dalam Pasal 170 draf Omnibus Law Cipta Kerja ini, Mahfud MD menduga ada kekeliruan saat mengetik.
"Mungkin itu keliru ketik. Atau mungkin kalimatnya tidak begitu," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, sebaiknya pasal tersebut disampaikan ke DPR dalam proses pembahasan. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bivitri Kritik Pernyataan Mahfud MD: Kalau Salah Ketik Sedikit Perbedaannya, Ini Kenapa Satu Pasal?