Yunarto Wijaya Blak-blakan Ungkap Alasan Tolak Jadi Staf Khusus dan Komisaris BUMN
Dengan tegas Yunarto Wijaya menyatakan tak akan menjadi orang partai dan tak akan menjadi komisaris yang makan gaji buta.
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menceritakan pengalaman yang menolak tawaran menjadi staf khusus dan komisaris BUMN.
Hal itu diungkapkan Yunarto Wijaya saat menjadi narasumber di kanal YouTube Robert Harianto dilansir TribunJakarta.com pada Rabu (27/5/2020).
Awalnya Robert Harianto mempertanyakan posisi Yunarto Wijaya saat ini yang masih menjadi pengamat politik.
Padahal diketahui jika sosok Yunarto Wijaya menjadi satu diantara pendukung Jokowi di Pilpres 2019.
Selain itu, Yunarto Wijaya juga mengaku telah mengenal Jokowi sejak menjabat sebagai Wakil Wali Kota Solo.
Dengan koneksi yang dimiliki Yunarto Wijaya, Robert Harianto lantas mempertanyakan tawaran yang sempat menghampiri pengamat politik itu.
"Gue kira lo bisa jadi apapun itu di posisi Pemerintahan. Pertanyaan gue, lo gak ditawari atau menolaknya?" tanya Robert Harianto.
"Ditawari ada," aku Yunarto Wijaya.
• Yunarto Wijaya Tanggapi Pernyataan Anies Soal Tak Ada Pelonggaran PSBB: Lihat Kondisi Lapangan Pak
• Menhub Izinkan Semua Transportasi Operasi Lagi, Yunarto Wijaya: Logikanya Enggak Nyambung
Lebih lanjut, Yunarto Wijaya mengaku sempat ditawari posisi staf khusus namun menolaknya.
"2014 juga pernah dibahas itu tetapi gue menolaknya karena gue merasa mulai karier ini. Kalau gue masuk sistem, gue punya tato permanen yang agak sulit untuk dilepaskan."
"Contohnya seperti Mas Andi Mallarangeng, dulu gue idolakan sebagai pengamat politik," jelas Yunarto Wijaya.
Yunarto Wijaya menilai, saat ini ia dicap cebong karena ia beragumentasi terkait kebijakan tertentu.
Meski demikian, ia tak mempermasalahkan cap tersebut karena terlahir dari proses dialog yang ada.
"Gue beragumentasi, gue ikut proses dalam dialog. Gue terlalu muda untuk posisi itu, mungkin 2024 itu lebih tepat untuk masuk ke dalam kekuasaan," ucap Yunarto Wijaya.
Tak hanya staf khusus, rupanya Yunarto Wijaya juga sempat ditawari sebagai komisaris.
Meski demikian, Yunarto Wijaya tak merinci jabatan komisaris perusahaan apa yang ditawarkan kepadanya.
"Gue tolak karena ya mau ngapain?" tanya Yunarto Wijaya.
"Loh kok mau ngapain? itu uang," jelas Robert Harianto.
"Ya itu uang, yang sorry ya tetapi lo bukan posisi yang paling aktif. Kalau gue direkrutmen sebagai direksi terus punya tantangan, target dan sebagainya baru gue berpikir."
"Tapi gue sadar keahlian yang gue punya mungkin tak ada untuk BUMN di Jakarta, atau sedikit sekali," beber Yunarto Wijaya.
• Antrean Penumpang Transjakarta Mengular, Yunarto: Ini Indikasi tentang Lockdown Bukan Sekedar Berani
Menurut Yunarto Wijaya, memang ada beberapa orang memiliki keahlian yang cocok untuk menjadi pengawas di BUMN.
Namun, perlu dicatat ada pula nama lainnya yang kurang cocok untuk menduduki posisi tersebut.

"Kita jujur ini lebih ke arah balas budi politik yang ternyata ada di setiap rezim. Ya udah sah-sah aja meski gue mengkritik itu. Porsinya harus diperkecil," aku Yunarto Wijaya.
Yunarto Wijaya memaparkan alasannya tak setuju karena secara sistem ia tak setuju berada didalamnya.
"Porsi buat yang punya jabatan karena hutang budi politik, kedua itu alasan belagunya karena penghasilan gua lebih dari itu," jelas Yunarto Wijaya.
Yunarto Wijaya menuturkan, jika menjadi komisaris maka beresiko dimaki-maki publik di Twitter.
"Ah si A udah menikmati gaji buta bulanan segii dan sebagainya, jilat terus. Tapi gue udah punya penghasilan lebih dari itu, what for? Itu kalau bicara sombong, belagu dan egonya. Jadi balik lagi ada tawaran staf khusus dan komisaris, tetapi sekali lagi untuk komisaris sepertinya enggak."

"Yang gue kasih tahu ke Bonyok gua itu gue bukan orang partai dan tak jadi komisaris yang makan gaji buta, kecuali gue ada dalam posisi tertentu nantinya jadi komisaris karena kemampuan dan pengalaman di bidang itu lama," imbuh Yunarto Wijaya.
Untuk itu, dengan tegas Yunarto Wijaya menyatakan tak akan menjadi orang partai dan tak akan menjadi komisaris yang makan gaji buta.
SIMAK VIDEONYA:
Akui Pernah Mau Dibunuh
Yunarto Wijaya pernah menjadi salah satu target pembunuhan karena mendukung Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019.
Namun, kini Yunarto mati-matian melontarkan kritik kepada Jokowi.
Salah satu kritik keras Yunarto yang menjadi sorotan ialah soal restu Presiden Jokowi terkait revisi undang-undang KPK.
Belakangan, manuver Yunarto menjadi pertanyaan netizen. Direktur lembaga survey Charta Politika itu angkat bicara terkait hal tersebut.
“Barusan ditanya: Mas kok sekarang kritik jokowi terus, nyesel gak dukung prabowo ya?” tulis Yunarto menyinggung pertanyaan netizen lewat akun twitternya Senin (23/9/2019).
Yunarto buka-bukaan soal alasan dukungannya terhadap Jokowi di Pilpres 2019 lalu. “Jawaban: Saya pilih Jokowi karena takut dengan track record Prabowo memimpin Indonesia, jadi kalo Jokowi makin mirip Prabowo ya harus dikritik.. simple khan?" kata Yunarto.
Sebelumnya pria yang pernah jadi target Kivlan Zein itu juga sempat menyinggung buzzer yang mati-matian membela revisi UU KPK.
“Buat yang nanya kenapa sekarang saya kritik @jokowi, jawaban saya: karena saya pemilih rasional, gak pernah tertarik jadi komisaris, dan bukan buzzer,” kata Yunarto.
Bahkan Yunarto juga kini kerap menantang debat beberapa pendukung Jokowi seperti Denny Siregar.
Ia menyebut Denny sebagai penumpang gelap demokrasi karena menihilkan kritik terhadap pemerintah.
“Penumpang gelap demokrasi gak akan dapat tempat kalo pendukung rezim ikut melakukan otokritik, bukan menjilat/membenarkan semua kebijakan,” tulis Yunarto.
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya Yunarto Wijaya kerap mendapatkan ancaman saat Pilpres 2019.
Yunarto juga menjadi salah satu target pembunuhan berencana yang digagas oleh pendukung Prabowo Subianto Kivlan Zein.
Nama Yunarto tersemat di antara nama-nama jenderal dan politisi pendukung Jokowi.
"Sebetulnya, enggak hal baru, ya. Pertama sempat kantor saya akan didemo," ujar Yunarto,dilansir Tribunnews.com dari Youtube Kompas TV.
Yunarto mengaku sebelum Pemilu digelar pun, ia telah melaporkan beberapa akun media sosial yang melontarkan ancaman padanya.
"Bahkan sebelum Pemilu sebetulnya saya sudah melaporkan beberapa akun terkait dengan ancaman, walaupun hanya melalui medsos, saat itu," jelas Yunarto.
Tak hanya ancaman melalui media sosial, beberapa oknum juga melakukan penyebaran nomor Yunarto secara sengaja.
Juga dibuatlah screenshot atau tangkap layar chat palsu.
Yunarto mengatakan dari laporan tersebut, beberapa pelaku sudah sempat ada yang ditangkap.
"Sudah ada (pelaku) yang sempat ditangkap, setahu saya. Dari Lampung, akun yang menyebarkan hoaks atau fitnah," ujarnya.
Pasca pemungutan suara 17 April 2109, Yunarto mengaku muncul beberapa ancaman terkait quick count.
Yunarto tak pernah menyangka jika ancaman yang dilontarkan padanya mengarah sampai ke pembunuhan.
Namun, ia juga tak merasa terkejut sebab telah ada pemberitahuan dan langkah preventif dari pihak keamanan.
Yunarto pun mengucap terima kasih kepada pihak keamanan.
"Sebetulnya sudah ada pemberitahuan dari pihak keamanan. Saya sangat berterima kasih ada langkah preventif. Saya tidak ingta kapan tepatnya, mungkin sekitar awal Mei atau akhir April, memang sudah ada pemberitahuan bahwa harus ada kewaspadaan khusus karena memang ada ancaman," ujarnya.
Yuanrto mengaku telah mengetahui dirinya menjadi target sejak Polri umumkan nama 4 tokoh nasional yang juga menjadi target pembunuhan.
"Walaupun belum pernah ada cerita detail ke saya. Tetapi sekitar dua minggu yang juga sudah ada kan pengumuman mengenai 4 tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Saat itu sebetulnya saya sudah tahu, sebagian cerita detail dari pihak keamanan mengenai apa yang terjadi.
tetapi memang nama saya baru dikeluarkan secara eksplisit, sepertinya kemarin."
Meski telah mengetahui dirinya menjadi target pembunuhan, Yunarto mengaku tak mengerti motif sang pelaku.
Yunarto pun mengakui tak ingin berspekulasi mengenai motif rencana pembunuhan terhadapnya, ia hanya berharap bahwa alasan di balik itu bukanlah karena hasil quick count Pilpres 2019.
"Saya pikir saya tidak mau berspekulasi, tetapi yang jelas saya berharap bukan karena sebuah quick count," harapnya.
Tak hanya sekedar hasil quick count, Yunarto berharap ancaman pembunuhan tersebut bukan karena perbedaan pendapat atau hak menyampaikan suara.
"Saya berharap bukan karena sebuah perbedaan pendapat, saya berharap bukan karena pelantangan bersuara, saya tidak berharap karena hal itu," lanjut Yunarto.
Yunarto menilai ancaman yang dilontarkan padanya dan empat tokoh nasional bukan sekedar mengenai keselamatan pihak tersebut, melainkan menjadi bentuk pencemaran demokrasi.
"Tetapi balik lagi, poinnya sih menurut saya yang penting ini bukan tentang keselamatan saya atau misalnya ada 4 orang lain. Saya lebih melihat bagaimana ada yang berusaha mencemarkan demokrasi. Ini kan ada yang berusaha 'ingin membunuh perbedaan', 'ingin melukai keberagaman', 'ingin menyelesaikan proses sebuah kompetisi dengan cara yang tidak konstitusional'," terangnya.
Nama Kivlan Zen diduga sebagai orang yang memerintahkan rencana permbunuhan terhadapnya.
Menanggapi hal itu, Yunarto singgung soal rekam jejak pihak-pihak terlibat yang menurutnya tidak cukup baik.
"Ternyata dilakukan oleh orang-orang lama yang dulu juga punya track record yang tidak cukup baik, misalnya di tahun 1998," kata Yunarto.
Meski demikian, Yunarto mengaku telah memaafkan dan tak menaruh rasa dendam.
"Ini yang saya sesalkan dan menurut saya kita tidak usah mengutuk, saya sendiri dan keluarga sudah memaafkan secara pribadi, walaupun sempat syok.
Karena saya pikir sudah terlalu lama, terutama menjelang pemilu kita terjebak dalam kebencian," ujarnya.
Yunarto pun sampaikan harapannya mengenai konstetasi Pilpres yang hendaknya tak didasari dengan kebencian.
"Saya berharap proses hukum tetap berjalan tetapi itu pun tidak perlu ditekan melalui kebencian, kemurkaan terhadap suatu kelompok. Hukum tetap dijalankan sesuai dengan apa yang memang menjadi kewenangannya. Dan kita juga biarkan dia bekerja sendiri tanpa mendorongnya dengan kebencian. Sepertinya bangsa ini sudah terlalu lama membicarakan menang kalah dengan kebencian dan kemurkaan," katanya. (*)
(TribunJakarta.com/Kurniawati Hasjanah)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Cerita Yunarto Wijaya Tolak Jadi Staf Khusus dan Komisaris BUMN: Penghasilan Gua Lebih dari Itu!