Meski Mahal, Ternyata Ini Kelebihan Brompton Dibanding Sepeda Lain yang Diincar Pembeli di Tanah Air
Varian standar Brompton di pasar Indonesia, saat kondisi normal, kira-kira berada di rentang harga Rp 25 juta-Rp 50 juta per buah, tergantung modelnya
TRIBUNTERNATE.COM – Fenomena tren sepeda di Tanah Air turut menyedot perhatian para pakar marketing.
Sebab, tren sepeda ini diikuti dengan melonjaknya pembelian sepeda jenis Brompton.
Tentunya nama Brompton pun pasti dikenal atau setidaknya terdengar nyaring di kuping para penikmat sepeda jenis lainnya.
Pasalnya, kehebohan yang terjadi menyusul fenomena kenaikan harga sepeda lipat handmade produksi London, Inggris, ini hingga menembus harga yang tak wajar menjadi perhatian publik.
Sejumlah pakar ekonomi menilai, kondisi tersebut terjadi karena tingginya angka permintaan yang dibarengi dengan minimnya pasokan, sehingga memengaruhi harga jual.
Lalu, ada pula yang berpendapat, kegaduhan dari harga tersebut terjadi karena tren yang memuncak, serta kebutuhan gengsi dari segmen tertentu pada konsumen di Indonesia.
Namun, terlepas dari hal tersebut, mereka yang awam tentu akan bertanya-tanya tentang apa yang menjadi kelebihan Brompton yang mahal ini dibandingkan sepeda lain. Begitu bukan?
Untuk varian standar Brompton di pasar Indonesia, saat kondisi normal, kira-kira berada di rentang harga Rp 25 juta-Rp 50 juta per buah, tergantung modelnya.
• Antara Fungsi atau Gengsi? Konsumen Indonesia Rela Rogoh Kocek Demi Beli Sepeda Brompton
• Daftar Harga Tyrell, Sepeda Lipat Premium Asal Jepang, Bobot Ringan, Harga Bersaing dengan Brompton
Namun, sebenarnya di Indonesia terdapat sejumlah sepeda lipat pada rentang harga tersebut, bahkan lebih mahal, yang juga beredar di pasaran.
Lalu, kenapa Brompton yang dihebohkan?
Banyak orang menjawab, atensi publik menjadi lebih besar terhadap merek ini ketika sepeda Brompton tersebut disandingkan dengan motor gede Harley-Davidson, dalam kasus penyelundupan Garuda Indonesia, beberapa waktu lalu.
Lantas, kembali ke pertanyaan awal, apa sebenarnya keistimewaan dari sepeda yang desainnya pertama kali dirancang pada tahun 1979 ini?
Untuk menjawab pertanyaan itu, Kompas.com berbincang dengan Debyo Surya Setiyawan dan Reza Teha dari Yogyakarta.
Keduanya adalah penikmat sepeda Brompton, yang juga pendiri komunitas Brompunk, sebuah gerakan sosial untuk melestarikan aktivitas bersepeda.