Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Kabar Artis

Gisel Akui Bercerai dengan Gading Marten adalah Keputusan yang Salah hingga Sempat Temui Psikolog

Penyanyi Gisella Anastasia atau Gisel mengakui, keputusannya bercerai dengan Gading Marten sebuah keputusan yang salah.

Instagram/gisel_la
Gisella Anastasia dan Gempita Nora Marten saat jalani pemotretan bareng Mario Photographie 

Sempat temui psikolog

Kenangan masa lalu yang dianggapnya sebagai pencetus pemikiran tak ingin mengulang hal yang sama itu kemudian seperti mendapatkan pembenaran ketika Gisel bertemu dengan psikolog.

Pembenaran bahwa apa yang dilakukan Gisel untuk bercerai adalah imbas masa lalunya.

"Maksud dia (psikolog) mungkin baik, mungkin aku mau diproses, dia ngomong aku tuh begini karena aku kurang sosok ayah dari kecil," kata Gisel. 

"Menurut dia, aku tu begini karena aku tuh kering, memang haus kasih sayang, memang karena butuh sosok ayah, sosok pemimpin, sosok yang bisa dijadikan pegangan gitu, jadi dia kayak mengonfirmasi gitu semua," lanjutnya.

Gisel yang mendengar perkataan tersebut langsung merasa pemikirannya selama ini benar, dan dia menyalahkan masa lalunya.

"(berpikir) 'jadi kayak tuh kan kata psikolognya aja gitu, memang masa lalumu gini, I was blaming my masa lalu," ujar Gisel kemudian.

Seharusnya berdamai dengan masa lalu

Sekarang dia sadar kalau mempelajari masa lalu adalah sebuah pembelajaran untuk menjadi lebih baik, bukan dijadikan pembenaran atas sebuah keputusan.

"Masa lalu emang udah masa lalu, harusnya bukan jadiin pembelaan kayak gitu, tapi jadi pembelajaran atau pokoknya itu dijadiin membentuk kita sebenarnya ya, untuk membentuk kita jadi lebih baik sebenarnya, jadi enggak bisa nyalahin masa lalu," kata Gisel. 

"Harusnya kita berdamai, kita maafin masa lalu, harusnya bisa ya. Emang pakai Tuhan, kalau enggak emang susah sih," lanjutnya.

Gading Marten dan Gempita Nora Marten.
Gading Marten dan Gempita Nora Marten. (Instagram/gadiiing)

Salahnya pemikiran "Kamu berhak bahagia"

Gisel yang berjuang sejak kecil untuk keluarganya, saat itu berpikir kalau dia berhak bahagia sesekali saja.

Ada dorongan-dorongan yang membuatnya berpikir bahwa dia layak bahagia, apalagi setelah masa lalu berat yang harus dijalaninya untuk mencari nafkah.

"Lu ngapain berkorban buat semuanya, seumur hidup loh, come on. Lu masih bisa tahu mendapatkan kebahagiaan, 'you deserve to be happy'," ujarnya.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved