Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Beli Mobil Rp 1,7 Miliar secara Tunai, Jaksa Pinangki Tak Mau Transaksinya Dilaporkan ke PPATK

Bila diakumulasikan, dalam satu tahun Pinangki mengeluarkan biaya perawatan kecantikan mencapai Rp 100 juta.

Editor: Sansul Sardi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNTERNATE.COM - Kasus yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari terus bergulir.

Kali ini dokter kecantikan langganan terdakwa Pinangki dihadirkan dalam sidang perkara gratifikasi kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/12/2020).

Dalam kesaksiannya, dokter kecantikan bernama dr Olivia Santoso itu mengenal Pinangki sejak tahun 2013 silam.

Kala itu Olivia yang bekerja di sebuah klinik kecantikan, mengenal Pinangki yang kerap datang untuk suntik mulitvitamin.

Olivia menjelaskan, Pinangki rutin melakukan suntik multivitamin sejak 2013 hingga tahun 2020.

Baca juga: Biaya Perawatan Jaksa Pinangki Diungkap Dokter, Capai Rp 100 Juta Per Tahun, Ini Rinciannya

Baca juga: Untuk Bayar Pembelian BMW Rp 1,7 Miliar, Pinangki Minta Sopirnya Tukar Valas

Alasan pengobatan itu kata Olivia, karena Pinangki kerap merasa lelah bekerja.

"Sejak tahun 2013 rutin sampai tahun 2020 suntik multivitamin. Bekerja terlalu lelah," kata Olivia.

Lantaran kerap datang berobat, Pinangki menjadikan Olivia sebagai dokter kecantikan untuk merawatnya di rumah (homecare).

Per-kedatangan, Olivia dibayar Rp 300 ribu untuk weekdays, dan Rp 500 ribu untuk weekend.

Biaya tersebut tidak termasuk obat-obatan yang diminta Pinangki.

Pinangki, kata Olivia, kerap meminta suntik botoks, alergen, hingga kolagen.

Adapun tarif suntik botoks sebesar Rp 7 juta.

Bila diakumulasikan, dalam satu tahun Pinangki mengeluarkan biaya perawatan kecantikan mencapai Rp 100 juta.

"Dalam 1 tahun bisa Rp 100 juta lebih, dari dulu seperti itu," kata dia.

Tak hanya perawatan kecantikan, Pinangki juga melakukan pembelian alat rapid test asal Korea Selatan dengan rentang harga Rp 9 - 19 juta, tergantung jumlah strip yang dibutuhkan.

Saat virus Corona baru mewabah di Indonesia, Pinangki sudah memesan 25 strip alat rapid test merk Korea Selatan.

Perawatan kesehatan itu, kata Olivia, diperuntukkan bagi satu keluarganya, serta beberapa staf pribadi.

Bahkan pada 11 Mei 2020, Pinangki kembali memesan bio sensor buatan Korea sebanyak 50 strip dengan nilai Rp 19 juta.

"Biasanya ibu (Pinangki) beli untuk keluarga di rumah Pakubuwono, Dharmawangsa, maupun Sentul, atau orang kejaksaan Ibu, staf-staf," ucap Olivia.

Alasan Menang Kasus

Jaksa penuntut umum (JPU) JUGA menghadirkan saksi atas nama Yeni Pratiwi selaku Sales Center PT Astra.

Yeni dihadirkan untuk mengonfirmasi pembelian sebuah mobil BMW tipe SUV X5 yang dibeli Pinangki secara tunai senilai Rp 1,7 miliar.

Dalam kesaksiannya, Yeni membenarkan Pinangki membeli mobil BMW SUV X5 secara tunai dengan beberapa kali pembayaran, dan uang muka Rp 31 juta.

Pembayaran itu dimulai sejak 5 Desember 2019 sebesar Rp 475 juta. Pembayaran kedua pada 9 Desember Rp 490 juta.

Selanjutnya pada 11 Desember Pinangki melakukan pembayaran ketiga sebesar Rp 490 juta.

Lalu pada 13 Desember Pinangki membayarkan Rp 100 juta lewat transfer Panin Bank Kemudian pada 13 Desember dibayarkan Rp 129 juta.

Sehingga total pembayaran mobil BMW SUV X5 mencapai Rp 1,709 miliar.

"Iya (cash) ditambah biaya asuransi Rp 31 juta dan pajak progresif Rp 10,6 juta," ucap Yeni di persidangan.

Berkenaan dengan pembelian mobil itu, jaksa kemudian kembali mengonfirmasi ke Yeni terkait alasan sumber uang yang disampaikan Pinangki.

Mengingat Pinangki membeli mobil tersebut secara tunai.

"Saksi nanya, kenapa beli tunai dan sumber uang?" tanya jaksa.

"Waktu itu menang kasus," jawab Yeni.

Terkait pembelian mobil itu, jaksa lalu menanyakan apakah pembelian itu dilaporkan Pinangki ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Sebab Pinangki merupakan pegawai negeri sipil (PNS) yang berprofesi sebagai jaksa.

"Melaporkan ke PPATK nggak?," tanya jaksa.

"Menawarkan ke PPATK, tapi (Pinangki) keberatan," jawab Yeni.

Baca juga: Blak-blakan, Suami Pinangki Ungkap Brankas Istrinya Penuh Uang Asing hingga Tidur Tak Sekamar

Baca juga: Soal Oknum Penegak Hukum Diduga Hapus BB Perjalanan Pinangki ke Malaysia, Kejagung: Baru Dengar

"Kenapa keberatan? Alasannya apa?" tanya jaksa.

"Kalau customer keberatan kita tidak memaksa," jawab Yeni lagi.

Yeni menyampaikan demikian lantaran perusahaan tempatnya bekerja hanya menyediakan formulir pengisian ke PPATK untuk pembelian mobil secara tunai.

Namun formulir itu tak wajib diisi setiap pelanggannya.

Lantas, hakim mempertegas kesaksian Yeni yang sempat menyebut Pinangki membeli mobil dari hasil menang kasus.

"Saya ingin mencari keterangan terdakwa terkait menang kasus tadi ya. Apakah betul terdakwa yang menyampaikannya?" tanya hakim.

"Saya lupa, waktu itu saya menanyakan emang itu dari kantor itu menanyakan mau cash atau leasing. Kalau cash itu kan ditanya dari mana (asal uang)," jawab Yeni.

"Saudara kan di BAP, kebetulan ada budget habis menang kasus tapi saudara tidak menanyakan lebih jauh kasus apa, gitu ya?" tanya hakim lagi.

"Iya," kata Yeni. (danang/tribunnetwork/cep)

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Jaksa Pinangki Beli Mobil Rp 1,7 Miliar secara Tunai tapi Tak Mau Transaksi Dilaporkan ke PPATK

Editor: Ravianto

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved