Soroti Isu Radikal, Febri Diansyah: Pernah Serang Novel Baswedan, Menutupi Kasus yang Lebih Penting
Novel Baswedan pernah disebut radikal, Febri Diansyah ingatkan isu kosong dimanipulasi untuk kesampingkan kasus lain yang harusnya lebih diperhatikan.
TRIBUNTERNATE.COM - Pegiat antikorupsi sekaligus pendiri firma hukum Visi Integritas, Febri Diansyah, menyoroti isu atau tuduhan radikal terhadap sejumlah tokoh publik di Tanah Air.
Febri Diansyah menyebut isu radikal pernah dialamatkan kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap.
Hal ini disampaikan Febri Diansyah melalui utas cuitan di akun Twitter-nya, @febridiansyah, pada Minggu (14/2/2021).
Dalam utas itu, Febri Diansyah mengatakan isu radikal yang menerpa Novel Baswedan dan Yudi Purnomo Harahap berbarengan dengan proses revisi undang-undang (UU) KPK.
Kini, isu radikal bukannya menghilang, melainkan malah kembali disasarkan pada sejumlah tokoh di Tanah Air.
Febri Diansyah pun mempertanyakan, sampai kapan tuduhan radikal tanpa dasar yang jelas ini terus dilakukan.

Kemudian, Febri Diansyah mengingatkan kembali tentang kasus serangan tuduhan radikal plus isu korupsi yang menyangkut Novel Baswedan.
Menurutnya, Novel Baswedan mendapat 'serangan' yang bertubi-tubi dan beranekaragam.
Salah satunya adalah isu hubungan khusus antara Novel Baswedan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang diulang-ulang.
Isu itu diduga diembuskan tak hanya untuk membuat Novel Baswedan tidak betah di KPK, tetapi juga untuk memfasilitasi kepentingan politik yang berseberangan dengan Anies Baswedan.

Di bagian utas selanjutnya, Febri Diansyah pun menyebut bahwa isu itu tidak masuk akal.
Sebab, Novel Baswedan merupakan salah satu penyidik yang berikhtiar bekerja dengan benar dan sungguh-sungguh di KPK.
Sementara, penentuan naik atau tidaknya sebuah kasus korupsi ditentukan oleh tahapan-tahapan di empat direktorat yang berbeda.
Kemudian, Febri Diansyah mengecam adanya isu korupsi untuk menyerang pribadi orang-orang yang sedang berusaha memberantas korupsi atau kepentingan politik praktis.
Menurutnya, itu adalah hal yang sangat buruk.
Dan kini, isu korupsi itu digabungkan dengan stigma radikal atau Taliban.
Baca juga: Mahfud MD Tegaskan Din Syamsuddin Tidak akan Diproses Hukum: Pemerintah Senang dengan Orang Kritis
Baca juga: Bahas Sertifikat Tanah Elektronik, Febri Diansyah Singgung e-KTP: Utamakan Asesmen Risiko Korupsi
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi 2020 Melorot, Ini Tanggapan Novel Baswedan, Febri Diansyah, dan Emil Salim
Febri Diansyah kembali menyinggung soal hubungan kekerabatan seperti yang 'digodok' dalam isu Novel Baswedan dan Anies Baswedan.
Febri menyebut, stigma terhadap orang per orang yang kebetulan memiliki hubungan kekerabatan sungguh tidak patut.
Ia menyayangkan terlebih jika ada orang yang masih percaya dengan stigma tersebut.

Febri mengingatkan untuk selalu hati-hati, isu-isu kosong selalu bisa dimanipulasi untuk mengesampingkan kasus penting lain yang seharusnya lebih diperhatikan.
Seperti korupsi bantuan sosial Covid-19, kasus suap benih lobster atau benur, kasus e-KTP yang hingga kini belum selesai, kasus BLBI, dan lainnya.

Baca juga: Tanggapi Tuduhan Din Syamsuddin Radikal, Sekum PP Muhammadiyah: Tidak Berdasar, Salah Alamat
Baca juga: Gempa Bumi Magnitudo 7.3 di Jepang, Otoritas Setempat Awasi Ketat Reaktor Nuklir di Fukushima
Baca juga: Badan Meteorologi Jepang: Gempa Magnitudo 7.1 di Fukushima adalah Gempa Susulan 10 Tahun Lalu
Isu antara Novel Baswedan dan Anies Baswedan
Diketahui, pada 2019 silam, sempat beredar foto hitam putih yang memperlihatkan Novel Baswedan sedang duduk dengan Anies Baswedan di sebuah masjid.
Foto itu lalu dihubung-hubungkan dengan sebuah lembaran yang tertulis: Tanda Bukti Penerimaan Laporan/Informasi Dugaan TPK (Tindak Pidana Korupsi).
Saat itu, Febri Diansyah yang masih menjadi juru bicara KPK menegaskan, informasi mengenai biaya Frankfurt Book Fair tahun 2015 oleh Pemprov DKI yang dikait-kaitkan dengan foto Novel dan Anies itu tidak benar.
"KPK memastikan dua hal tersebut tidak berhubungan. Perlu kami tegaskan, pengaduan masyarakat bersifat tertutup dan diproses di Direktorat Pengaduan Masyarakat yang berada di bawah Kedeputian Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat," kata Febri.
Kedeputian itu merupakan kedeputian yang terpisah dengan tempat Novel bertugas, yaitu Direktorat Penyidikan pada Kedeputian Bidang Penindakan.
Dengan demikian, menurut Febri Diansyah, tidak memungkinkan bagi seorang penyidik untuk mengetahui, apalagi memengaruhi proses telaah dan analisis di Direktorat Pengaduan Masyarakat.
"Setelah kami cek, peristiwa dalam foto tersebut terjadi setelah shalat pada awal Juni 2017. Saat itu, Novel masih dalam proses perawatan mata setelah operasi di Singapura," kata Febri.
Novel Baswedan diserang dengan siraman air keras selesai shalat subuh pada 11 April 2017 lalu.
Satu hari kemudian, ia dilarikan ke rumah sakit di Singapura untuk mendapatkan tindakan medis.
"Artinya pada awal Juni 2017 itu, Novel masih berada dalam perawatan intensif. Ada banyak pihak yang mengunjungi atau membesuk Novel di Singapura, termasuk Anies Baswedan yang masih memiliki hubungan saudara dengan Novel," kata dia.
Dengan adanya foto hitam putih dan foto laporan pengaduan masyarakat yang dikaitkan, kata Febri, muncul kesan seolah-olah hubungan saudara antara Novel Baswedan dan Anies Baswedan serta foto tersebut memengaruhi penanganan perkara di KPK.
Ia pun memastikan hal itu tidak terjadi karena KPK memiliki aturan tegas soal konflik kepentingan.
"Ada larangan di undang-undang hingga aturan kode etik KPK," ucap Febri.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Klarifikasi KPK soal Isu Terkait Novel: Foto dengan Anies Baswedan, Foto di Bandara, hingga Tuduhan Tukar Guling Kasus"
(TribunTernate.com/Rizki A.) (Kompas.com/Dylan Aprialdo Rachman)