Virus Corona
Varian Baru Virus Corona B117 di Indonesia, Zubairi Djoerban: Dugaan Saya, Penyebarannya Sudah Luas
Profesor Zubairi Djoerban menduga, penyebaran virus corona B117 di Indonesia sudah lebih besar daripada yang terdiagnosis.
TRIBUNTERNATE.COM - Dokter spesialis penyakit dalam (internis) Prof. Dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM turut memberikan tanggapan mengenai masuknya varian baru virus corona B117.
Melalui sebuah utas cuitan di akun Twitter @ProfesorZubairi, pada Kamis (11/3/2021), Zubairi Djoerban menerangkan beberapa hal tentang penyebaran varian baru Covid-19 di Indonesia.
"Selamat pagi."
"Saya akan coba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari DM, termasuk dari jurnalis, terkait varian virus korona B.1.1.7."
"Misalnya pertanyaan: apakah sebaran B.1.1.7 di Indonesia sebenarnya sudah lebih dari yang dilaporkan?"
"Ini jawaban saya:"

Pertama, Zubairi Djoerban menyebut bahwa penyebaran varian baru virus corona B117 sudah terjadi di level lokal.
Sehingga, penutupan akses pintu masuk ke Indonesia tidak lagi menjadi hal yang wajib.
"Apakah efektif menutup akses pintu masuk ke Indonesia untuk mencegah penyebaran B.1.1.7?"
"Saya kira, menutup akses tidak menjadi wajib ya, karena kemungkinan B.1.1.7 juga sudah menyebar secara lokal."
Namun, ia menekankan pentingnya mengidentifikasi negara mana saja yang memiliki banyak kasus infeksi corona B117.
Dengan begitu, orang-orang yang datang ke Indonesia dari negara-negara tersebut perlu diisolasi terlebih dahulu sebelum beraktivitas di Tanah Air.
Hal ini berlaku bagi baik itu orang Indonesia maupun orang non-Indonesia yang datang dari negara dengan kasus virus corona B117 tinggi.
"Yang perlu kita lakukan adalah mengidentifikasi negara-negara mana yang memiliki banyak kasus B.1.1.7."
"Sehingga, orang dari negara-negara tersebut akan diisolasi terlebih dulu sebelum melakukan kegiatannya di Indonesia."
"Ini yang krusial."
"Mau itu orang Indonesia atau non-Indonesia, intinya mereka harus diisolasi dulu sebelum dipersilakan melaksanakan tujuannya di Indonesia."
"Seperti urusan bisnis atau berkunjung ke destinasi wisata."
Baca juga: Kasus Covid-19 di Indonesia Tembus 1 Juta: Duka Pemerintah, Sorotan Media Asing, Tanggapan Internis
Baca juga: Pandemi Covid-19 Belum Berakhir, Ini Penjelasan Prof. Zubairi Djoerban tentang Pentingnya Masker
Baca juga: Bupati Sleman Positif Covid-19 setelah Divaksin, Ini Penjelasan Dokter Tirta dan Zubairi Djoerban
Kemudian, Ketua Satgas Kewaspadaan dan Kesiagaan Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini juga menanggapi tentang upaya pemerintah dalam menghadapi masuknya varian baru virus corona.
Menurut pria yang akrab disapa Prof. Beri tersebut, upaya pemerintah saat ini sudah cukup lengkap, baik, dan benar.
Meski begitu, ia menyebut bahwa pelaksanaan di lapangan yang masih belum maksimal.
Sehingga, diperlukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan pemerintah untuk mengantisipasi penyebaran virus corona B117.
"Apakah upaya pemerintah sudah maksimal untuk menghadapi B.1.1.7?"
"Menurut saya sudah lengkap, baik dan benar ya. Tapi yang belum maksimal kan pelaksanaannya di lapangan."
"Jadi, yang penting adalah pengawasan dari kebijakan yang sudah ditetapkan itu."
Baca juga: Penumpang Selamat Bus Terjun ke Jurang di Sumedang: Bus Goyang-goyang, Sopir Bilang Rem Blong
Baca juga: Tangis Darmizal Menyesal Menangkan SBY Jadi Ketua Umum, Partai Demokrat: Informasi Manipulatif
Baca juga: Jokowi Keluarkan Limbah Batu Bara dari Kategori Berbahaya, Pengamat: Kabar Buruk bagi Isu Lingkungan
Zubairi Djoerban pun menerangkan contoh-contoh kendornya pengawasan kebijakan pemerintah, seperti jaga jarak dan kerumunan.
Utamanya, penumpukan penumpang Commuter Line, terutama di jam-jam sibuk.
Ia menyebut, masih ada warga yang tidak memperhatikan tanda jaga jarak, misalnya tetap duduk di kursi yang sudah diberi tanda silang (tidak boleh diduduki).
Ia juga menyertakan kerumunan antrean vaksinasi Covid-19 menjadi contoh dari kurangnya pengawasan penerapan protokol kesehatan.
"Apa contoh pengawasan yang kurang?"
"Sederhana saja. Soal jaga jarak dan kerumunan."
"Kenyataannya masih ada kerumunan di Commuter Line pada jam-jam sibuk atau di bus umum."
"Banyak tempat duduk yang dikasih tanda silang tapi diduduki juga. Kemudian, kerumunan antrean vaksinasi."
Terakhir, Zubairi Djoerban juga memberikan prediksi mengenai sebaran kasus infeksi varian baru virus corona B117.
Ia menduga, penyebaran virus corona B117 sudah lebih besar daripada yang terdiagnosis.
Sebab, tentu masih ada kasus infeksi yang masih belum diperiksa atau didiagnosis, dan ternyata hasilnya positif varian baru B117.
"Lalu, apakah B.1.1.7 sudah banyak menyebar lebih dari yang dilaporkan?"
"Pada prinsipnya yang terdiagnosis itu adalah yang diperiksa. Artinya kan masih ada yang belum diperiksa dan mungkin sekali positif."
"Dugaan saya ya penyebaran B.1.1.7 sudah lebih dari yang terdiagnosis."
Varian Baru Virus Corona B117 Masuk ke Indonesia, Bagaimana Sifat dan Gejalanya?
Bertepatan dengan satu tahun pandemi Covid-19 di Tanah Air, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono, mengumumkan bahwa virus corona varian baru dari Inggris atau B117 sudah masuk ke Indonesia.
Hal itu disampaikan pada Selasa (2/3/2021) lalu.
Diwartakan Kompas.com, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, gejala yang ditimbulkan akibat terinfeksi mutasi virus corona B117 ini sama dengan virus corona yang ada.
Menurut Zubairi, gejala yang paling sering muncul adalah batuk.
"Hampir sama, namun yang paling sering adalah batuk rupanya, jadi batuk itu sekitar 35 persen kasus, kemudian keletihan 32 persen, sakit kepala 32 persen, kemudian nyeri otot 25 persen kemudian nyeri tenggorokan dan demam," kata Zubairi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/3/2021).
Kendati demikian, ia mengatakan, meski gejala yang ditimbulkannya hampir sama, masyarakat tetap harus peka terhadap gejala utama dari virus tersebut.
"Intinya gejala standar sama saja ada panas sesak, tapi itu gejala utama penting sekali," ujarnya.
Sementara itu, ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan mutasi virus corona B117 lebih menular daripada virus corona yang ada sebelumnya.
Dicky mengatakan, penularan mutasi virus corona ini lebih cepat 40-70 persen.
"Ada potensi pada event super spreader atau keramaian akan sangat efektif (menular) itu. Karena 40 sampai 70 persen cepat menular," jelas Dicky kepada Kompas.com, Rabu.
Menurut Dicky, mutasi virus corona ini sama dengan virus corona SARS-CoV-2. Keduanya hanya memiliki perbedaan pada kode genetik.
"Kalau bicara strain baru, virusnya tetap SARS-CoV-2, penyakitnya pun sama, Covid-19, hanya yang berbeda adalah kode genetik dari si virus ini,"ujarnya.
(TribunTernate.com/Rizki A.) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)