Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Viral Media Sosial

Definisi Grooming, Istilah yang Viral dalam Kritikan terhadap Sinetron Indosiar ''Suara Hati Istri''

Grooming adalah ketika seseorang terlibat dalam perilaku predator untuk mempersiapkan anak atau remaja untuk melakukan aktivitas seksual di lain waktu

Twitter/utanisme
Sinetron Suara Hati Istri menuai kecaman netizen karena memperlihatkan adegan hubungan poligami antara lelaki dewasa dengan anak remaja. 

TRIBUNTERNATE.COM - Akhir-akhir ini, istilah 'grooming' kerap dibicarakan di dunia maya.

Di platform media sosial Twitter, salah satu cuitan yang viral diunggah oleh akun @utanisme pada Selasa (1/6/2021) pukul 12:28 WIB.

Dalam cuitan itu, pemilik akun @utanisme mengkritik sinetron berjudul Suara Hati Istri yang tayang di stasiun televisi swasta, Indosiar.

Sinetron tersebut menuai kecaman karena menampilkan karakter gadis bernama Zahra yang masih berusia remaja dan terjebak dalam poligami.

Dalam alur cerita sinetron itu, Zahra merupakan istri ketiga dari Pak Tirta, lelaki yang selisih usianya sangat jauh, dan diperankan oleh aktris berusia 15 tahun.

Diketahui, pemeran karakter Zahra adalah Lea Ciarachiel Fourneaux, yang lahir di Bali, 5 Oktober 2006.

Sementara, pemeran Pak Tirta dimainkan oleh Panji Saputra, yang lahir di Jakarta, 16 September 1981.

Alur cerita sinetron Suara Hati Istri dianggap meromantisasi sejumlah aspek, di antaranya pernikahan di bawah umur, poligami, dan konteks aktivitas seksual terhadap anak di bawah umur.

Pada cuitannya, pemilik akun @utanisme menyematkan dua gambar.

Baca juga: Ernest Prakasa, Amel Carla hingga Nadin Amizah Ramai-ramai Kritik Sinetron Suara Hati Istri: Zahra

Baca juga: Kecam Sinetron Zahra, Zaskia Adya Mecca Minta KPI Beri Pengawasan Ketat: Harusnya Ada Standar Jelas

Gambar pertama menunjukkan tokoh utama sinetron Suara Hati Istri, yakni Pak Tirta dan ketiga istrinya, sedangkan gambar kedua berisikan ajakan untuk ke psikolog sebagai sindiran bahwa sinetron ini tidak layak tayang.

Pemilik akun @utanisme menuliskan, "yall really normalizing grooming and making it on a tv series...." (kalian semua benar-benar menormalisasi grooming dan menjadikannya bahan cerita sinetron TV, red.).

Lantas, apa sejatinya arti 'grooming'?

Mengutip laman di situs Victoria State Government, grooming adalah ketika seseorang terlibat dalam perilaku predator untuk mempersiapkan anak atau remaja untuk melakukan aktivitas seksual di lain waktu.

Grooming dapat mencakup komunikasi dan/atau upaya untuk berteman atau menjalin hubungan atau koneks emosional lainnya dengan anak atau orang tua/pengasuh mereka.

Orang berusia muda/anak-anak/remaja sering menjadi target grooming sebelum mereka dilecehkan secara seksual.

Pada awalnya mereka mungkin tertipu atau dimanipulasi, dan berpikir bahwa mereka berada dalam hubungan yang aman dan normal.

Sehingga, mereka mungkin tidak menyadari (proses grooming) itu tengah terjadi atau mungkin merasa mereka tidak punya pilihan selain dilecehkan.

Baca juga: Hampir Separuh dari Penyintas Covid-19 Alami Kerusakan Organ Tubuh Jangka Panjang, Seperti Apa?

Baca juga: Kasus Covid-19 di Jawa Tengah Melonjak, Ganjar Pranowo: Salahkan Saya Saja, Saya yang Tidak Becus

Baca juga: Rizki DA dan Nadya Mustika Nikah Muda tapi Berujung Cerai, Ini Tanggapan Psikolog dan Tokoh Agama

Baca juga: Menag Siapkan Skenario Keberangkatan Jemaah Haji 2021, Bio Farma Siap Lobi Vaksin Johnson & Johnson

Diketahui, kemungkinan kita akan kesulitan mengidentifikasi kapan seseorang mengalami 'grooming' sampai setelah orang itu mengalami pelecehan seksual.

Sebab, grooming terkadang terlihat seperti perilaku atau sifat peduli yang 'normal', meski tidak selalu demikian.​

Contoh perilaku grooming di antaranya:

  • memberikan hadiah atau perhatian khusus kepada anak atau remaja, atau orangtua atau pengasuhnya, membuat si anak atau remaja merasa istimewa dan/atau berutang budi kepada orang dewasa lain
  • melakukan kontak fisik yang dekat secara seksual, seperti menggelitik yang tidak pantas dan gulat/bermain berkelahi
  • secara terbuka atau berpura-pura secara tidak sengaja mengekspos korban pada ketelanjangan, materi seksual, dan tindakan seksual (ini sendiri sudah tidak hanya diklasifikasikan sebagai pelecehan seksual anak, tetapi juga dapat menjadi awal dari kekerasan fisik secara seksual)
  • mengendalikan anak atau remaja melalui ancaman, pemaksaan atau penggunaan wewenang yang membuat anak atau remaja takut untuk melaporkan perilaku yang tidak diinginkan.
Sinetron Suara Hati Istri menuai kecaman netizen karena memperlihatkan adegan hubungan poligami antara lelaki dewasa dengan anak remaja.
Sinetron Suara Hati Istri menuai kecaman netizen karena memperlihatkan adegan hubungan poligami antara lelaki dewasa dengan anak remaja. (Twitter/utanisme)

Pelaku grooming juga kemungkinan mengandalkan ponsel, media sosial, dan internet untuk berinteraksi dengan anak-anak dengan cara yang tidak pantas dan akan sering meminta anak untuk merahasiakan hubungan mereka.

Proses grooming dapat berlanjut selama berbulan-bulan sebelum pelaku mengatur pertemuan fisik dengan target atau calon korbannya.

Bagaimana Grooming Bisa Terjadi?

Masih mengutip sumber yang sama, ada banyak cara berbeda di mana grooming dapat terjadi dan bahkan mungkin orang tua, pengasuh atau orang dewasa lain yang mengawasi anak/remaja, menjadi sasaran perilaku ini.

Grooming bisa terjadi melalui beberapa hal, seperti:

- targeting (mencari target)

Pelaku grooming bisa saja laki-laki atau perempuan, dan kemungkinan mencari remaja atau anak-anak di sekolah, atau tempat lain.

Pelaku juga bisa mencari target dengan membuat akun atau profil palsu di internet.

Mereka akan menunjukkan ketertarikan terhadap anak dan kemungkinan menawari sesuatu seperti minuman, makanan, rokok, atau berperan menjadi seseorang yang untuk mengobrol dan memberikan dukungan kepada anak.

- membangun hubungan

Pelaku grooming bisa saja ingin menjaga kontak dengan target mereka, bahkan mengisolasinya dari jejaring suportif di sekitar korban.

Pelaku bisa saja memberikan barang seperti ponsel atau lainnya; membuat target merasa spesial dengan cara memberikan pujian, atau melakukan hal yang membuat target merasa terbantu, seperti memberikan tumpangan atau merencanakan kegiatan yang menyenangkan.

Hal ini akan membuat anak yang menjadi target semakin menjauh dari teman atau keluarganya.

- pertemanan atau hubungan cinta palsu

Korban/target akan memasuki fase pertemanan atau hubungan cinta palsu dengan pelaku grooming.

Dalam pertemanan palsu, korban/target akan dikenalkan pada seks melalui, misalnya, film biru atau menonton kegiatan berbau seksual.

Korban akan merasa segalanya baik-baik saja, dan mereka tetap memiliki kendali.

Namun, secara perlahan pelaku grooming akan memegang kendali lebih besar.

- kontrol dan pemaksaan

Pelaku grooming akan berusaha untuk mengonsolidasi dan menjebak korban/target dengan melakukan hal-hal yang berbahaya atau melawan hukum, seperti minum minuman keras, menjual atau mengonsumsi narkoba, atau melakukan kriminalitas.

Lama-kelamaan itu akan mengarah pada fase di mana korban/target dipaksa melakukan aktivitas seksual supaya tidak disakiti atau dibongkar kelakuannya.

Hal ini termasuk kekerasan atau ancaman kekerasan.

Sementara beberapa hal di atas memang bisa tergolong perilaku grooming, tetapi grooming tidak akan selalu terlihat seperti ini.

Pelaku grooming bakan dapat menipu dan bersikap manipulatif dalam tindakan mereka.

Jadi, untuk mengantisipasinya, jika kamu merasa curiga, cobalah untuk menarik tanda-tanda peringatan lainnya, seperti eksploitasi seksual.

(TribunTernate.com/Rizki A.)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved