Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Kabar Artis

Tanggapi Pemeran Zahra dalam Sinetron Suara Hati Istri, Psikolog: Bisa Pengaruhi Mental sang Artis

Menurut Adib, adegan yang dilakukan oleh Lea Ciarachel yang berperan sebagai Zahra dalam sinetron ini semestinya tidak dilakukan.

INSTAGRAM/@ciarachelfx-@indosiar
Sinetron Suara Hati Istri yang tayang di Indosiar. 

Menteri Bintang menegaskan bahwa setiap tayangan yang disiarkan oleh media elektronik seperti televisi, seyogyanya mendukung program pemerintah dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan perkawinan anak.

Juga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pencegahan kekerasan seksual, dan edukasi pola pengasuhan orangtua yang benar.

Orangtua pemeran seharusnya juga bijaksana dalam memilih peran yang tepat dan selektif menyetujui peran yang akan dimainkan oleh anaknya.

Menteri Bintang mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Saya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh KPI. KemenPPPA dan KPI juga sepakat dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan rumah produksi untuk memberikan edukasi terkait penyiaran ramah perempuan dan anak,” kata Menteri Bintang.

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan dari hasil telaah yang dilakukan Kemen PPPA ditemukan beberapa aspek yang telah dilanggar dalam produksi sinetron tersebut.

Kemen PPPA menilai pihak Indosiar menyampaikan ketidakbenaran.

“Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,” kata Nahar.

Tidak hanya itu, Nahar menambahkan sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis terhadap anak.

Kekerasan tersebut berupa bentakan dan makian dari pemeran pria, dan pemaksaan melakukan hubungan seksual.

Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak.

Tentunya, alur cerita dalam sinetron itu bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Nahar juga mengingatkan tayangan tersebut dapat berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak.

Bahkan juga dapat memengaruhi masyarakat untuk melakukan kekerasan seksual, dan TPPO.

Tayangan ini secara tidak langsung akan memengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan Toxic Masculinity.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved