Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Ryan Jombang dan Habib Bahar Ditempatkan di Sel yang Sama, Ahli Psikologi Forensik: Membahayakan

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel tidak setuju jika Habib Bahar dan Ryan Jombang dimasukkan ke dalam satu sel yang sama.

Kolase-Tribunnews.com/Tribun Jabar-Gani Kurniawan
Ryan Jombang (kiri) dan Habib Bahar bin Smith (kanan). Habib Bahar bin Smith dikabarkan menganiaya Ryan Jombang di penjara. Rupanya berawal dari utang Rp 10 yang belum dibayar. 

TRIBUNTERNATE.COM - Narapidana kasus pembunuhan Very Idham Henyansyah alias Ryan Jombang menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh terpidana kasus penganiayaan terhadap remaja, Habib Bahar bin Smith.

Kasus penganiayaan tersebut diduga dipicu karena persoalan utang piutang.

Kini Habib Bahar bin Smith dan Ryan Jombang telah berdamai, dan direncanakan untuk dimasukkan ke satu sel yang sama agar terjalin silaturahmi yang baik dari keduanya.

Namun, rencana memasukkan keduanya dalam satu sel yang sama ini ditolak oleh ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.

Reza beralasan, baik Bahar maupun Ryan bukannya orang biasa yang hidup bertetangga di sebuah kampung halaman yang sama.

"Jangan lupa, subjek yang diperbincangkan ini bukan orang biasa yang hidup bertetangga di kampung halaman yang sama di wilayah yang elok dan permai dengan siulan burung yang berlompatan dari satu pohon ke pohon lain di pagi hari," kata Reza dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Jumat (20/8/2021).

Baca juga: Pertikaian antara Habib Bahar bin Smith dan Ryan Jombang Berakhir Damai

Baca juga: Ryan Jombang Dianiaya di Penjara, Diduga Pelaku Habib Bahar bin Smith dan Dipicu Utang-piutang

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel (Tangkap layar kanal YouTube Baitul Maal Hidayatullah)

Perlakuan terhadap Bahar dan Ryan harus diselenggarakan secara spesifik dan optimal, sesuai dengan hasil penakaran risiko dan kebutuhan masing-masing.

Berdasarkan hasil penakaran risiko dan kebutuhan, Reza pun menggolongkan Bahar sebagai napi berisiko rendah dan Ryan sebagai napi berisiko tinggi.

Menurut Reza, menyatukan dua orang napi dengan tingkat risiko yang berbeda bukanlah langkah yang bisa dibenarkan.

Karena tingkat pengamanan kepada mereka juga harus dibedakan, yakni dengan melakukan pengamanan maksimal bagi napi yang berisiko sangat tinggi.

"Perlakuan terhadap Bahar dan Ryan harus diselenggarakan secara spesifik dan optimal sesuai hasil penakaran risiko dan kebutuhan. Menyatukan dua napi, padahal mereka memiliki dua tingkat risiko yang berbeda sangat tajam, bukanlah langkah yang terbenarkan."

"Tingkat pengamanan terhadap mereka pun harus dibedakan, dengan pengamanan maksimal dikenakan bagi napi yang berisiko sangat tinggi," ungkap Reza.

Baca juga: Apa Itu Childfree? Mengapa Seseorang Memilih untuk Childfree? Berikut Alasan dan Penjelasannya

Baca juga: Moeldoko Sebut Persoalan Alih Status Pegawai KPK Jangan Dibawa ke Presiden, ICW: Jelas Itu Keliru

Baca juga: Bantah Penggelapan Dana Umat, Alvin Faiz Ditantang Pendiri Mualaf Center untuk Lakukan Audit

Lebih lanjut Reza mengungkapkan, memasukkan napi berisiko rendah dan napi berisiko tinggi justru dikhawatirkan akan menghilangkan efek rehabilitasi.

Terutama rehabilitasi yang sudah berlangsung pada napi berisiko rendah.

Selain itu, membiarkan napi berisiko rendah dan napi berisiko tinggi untuk berinteraksi langsung di dalam satu sel yang sama akan bisa membahayakan keselamatan napi berisiko rendah.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved