Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Usmar Ismail akan Ditetapkan jadi Pahlawan Nasional di Hari Pahlawan 2021, Ini Profil dan Karyanya

Bapak Perfilman Indonesia, Usmar Ismail akan ditetapkan sebagai pahlawan nasional tepat di Hari Pahlawan 2021, berikut profil serta karya-karyanya.

Dok Kemdikbud
Pahlawan Nasional dan Bapak Perfilman Indonesia, Usmar Ismail. 

TRIBUNTERNATE.COM - Tepat di Hari Pahlawan, 10 November 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada empat tokoh bangsa.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono pada Rabu (10/11/2021).

"Betul (Presiden Jokowi akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional dan tanda kehormatan kepada empat tokoh)," kata Heru Budi Hartono dikutip dari Kompas.com, Rabu (10/11/2021).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga telah menyampaikan bahwa Presiden Jokowi akan memberikan gelar pahlawan nasional untuk empat tokoh bangsa.

"Bapak Presiden telah mengeluarkan keputusan untuk memberi gelar pahlawan kepada empat pejuang yang menginspirasi untuk membangun Indonesia yang merdeka dan berdaulat," ujar Mahfud, dalam konferensi pers, Kamis (28/10/2021).

Salah satu dari empat calon penerima gelar pahlawan nasional tersebut adalah Usmar Ismail, seorang sutradara film, sastrawan, wartawan, dan pejuang Indonesia.

Baca juga: Google Doodle Hari Ini 10 November 2021 Kenang Sosok Ismail Marzuki, Maestro Musik Indonesia

Usmar Ismail.
Usmar Ismail. (Dok. Kemdikbud)

Profil Usmar Ismail

Usmar Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat pada 20 Maret 1921 dan meninggal dunia akibat stroke pada 2 Januari 1971 di Jakarta.

Awalnya, Usmar Ismail dikenal sebagai penggiat di bidang sandiwara dan aktif di bidang perfilman.

Ia pernah menempuh pendidikan di HIS (sekolah dasar) di Batusangkar, lalu melanjutkan pendidikan ke MULO (sekolah menengah pertama) di Simpang Haru Padang, kemudian ke AMS (sekolah menengah atas) di Yogyakarta hingga tahun 1941.

Usai menamatkan pendidikannya hingga tingkat menengah atas, Usmar Ismail pun mendapatkan beasiswa dari Yayasan Rockfeller untuk mempelajari film di Amerika Serikat.

Baca juga: Sambut Hari Pahlawan, KAI Bagikan 11.000 Tiket Kereta Gratis, Ini Syarat dan Cara Mendapatkannya

Ia lulus sebagai Sarjana Muda di jurusan Film di University of California in Los Angeles (UCLA) pada tahun 1953.

Bakat sastra Usmar Ismail telah ditunjukannya sejak masih duduk di bangku SMP.

Bersama dengan teman-temannya, ia tampil dalam acara perayaan hari ulang tahun Putri Mahkota, Ratu Wilhelmina di Pelabuhan Muara, Padang.

Saat itu, Usmar Ismail bersama teman-temannya hadir di perayaan itu dengan menyewa perahu dan pakaian bajak laut.

Namun sayang, acara yang direncanakan itu gagal karena mereka baru sampai di tempat saat matahari tenggelam dan mereka hampir pingsan karena kelelahan mengayuh perahu menuju Pelabuhan Muara.

Akan tetapi, acara yang gagal itu dicatat oleh rekannya, Rosihan Anwar, sebagai tanda bahwa Usmar Ismail memang berbakat menjadi sutradara di mana ia memiliki daya khayal untuk menyajikan tontonan yang menarik dan mengesankan.

Karier Usmar Ismail

Mengutip Ensiklopedia Kemdikbud, pada masa pendudukan Jepang, Usmar Ismail menjadi wakil kepala bagian Drama di Pusat Kebudayaan.

Saat menduduki jabatan itu, ia melakukan langkah-langkah pembaharuan di bidang sandiwara.

Bersama sang kakak, Dr. Abu Hanifah, dan para seniman, intelektual, serta seniman muda masa itu, seperti Cornel Simanjuntak, mereka mendirikan perkumpulan sandiwara "Maya".

Padahal, pada masa itu, sandiwara dalam pandangan umum adalah bidang kegiatan untuk kalangan rendah.

Kemudian pada masa revolusi, Usmar Ismail menjadi tentara dengan pangkat mayor dan berdomisili di pusat pemerintahan RI, Yogyakarta.

Baca juga: Tema Hari Pahlawan 10 November 2021, Berikut Makna Logo Hari Pahlawan ke-76 dan Sejarah Singkatnya

Saat tinggal di Yogyakarta, Usmar Ismail memimpin harian Patriot dan majalah Arena sebagai gelanggang bagi seniman muda.

Selain itu, Usmar Ismail juga bertindak sebagai ketua Badan Musyawarah Kebudayaan Indonesia, Serikat Artis Sandiwara dan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia).

Sejak itu, perhatiannya terhadap dunia film pun mulai terlihat.

Bersama-sama dengan seniman bekas anggota "Maya", mereka lalu menyelenggarakan diskusi-diskusi mengenai film.

Usmar Ismail juga pernah ditangkap oleh Belanda pada 1948 saat sedang melaksanakan tugas sebagai jurnalis di mana ia meliput perundingan Belanda-RI di Jakarta.

Usmar Ismail ditangkap lantaran Belanda tahu bahwa dirinya adalah juga seorang mayor tentara.

Ia kemudian ditahan, namun juga dipekerjakan di studio film untuk membantu Andjar Asmara membuat film.

Dalam lingkungan studio Belanda itu Usmar Ismail membuat dua film, yaitu Harta Karun dan Tjitra.

Saat Belanda mulai mengakui kedaulatan RI dan pergi dari negeri ini, langkah pertama yang dilakukan Usmar Ismail kemudian adalah berhenti dari ketentaraan dan mendirikan perusahaan film.

Pada Maret 1950, berdirilah sebuah lembaga perfilman di Indonesia, PERFINI dengan tujuan untuk melakukan pembaharuan pada pembuatan film Indonesia.

Darah dan Doa (Long March) karya Usmar Ismail kemudian menjadi produksi film pertama PERFINI pada Maret 1950.

Baca juga: Peringatan Hari Pahlawan, Berikut 5 Tokoh Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya

Bagi Usmar Ismail sebuah film tidak harus selalu bersifat komersil, tetapi sebuah film merupakan hasil karya seni yang bebas dan harus bisa mencerminkan kepribadian nasional.

Pokok pikiran itu kemudian menjadi pertimbangan utama ditetapkannya tanggal 30 Maret sebagai Hari Film Nasional oleh Dewan Film Nasional sejak tahun 1962, di mana hari itu adalah hari pertama pembuatan film Darah dan Doa.

Karya-karya Usmar Ismail

1. Film

  • Darah dan Do'a (1950)
  • Enam Djam di Yogya (1951)
  • Kafedo (1953)
  • Krisis (1953)
  • Lewat Djam Malam (1954)
  • Tamu Agung (1955)
  • Tiga Dara (1956)
  • Delapan Pendjuru Angin (1957)
  • Asmara Dara (1958)
  • Pedjoang (1960)

2. Drama dan Tulisan

  • Puntung Berasap (kumpulan puisi) 1950
  • Mutiara dari Nusa Laut (drama) 1943
  • Mekar Melati (drama) 1945
  • Sedih dan Gembira (kumpulan drama) 1950
  • Membahas Film (kumpulan esai) 1983

(TribunTernate.com/Ron)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved