Temui Buruh dalam Aksi Unjuk Rasa, Anies Baswedan Janjikan Biaya Hidup Rendah di DKI Jakarta
Anies Baswedan tak bisa janjikan kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 sesuai harapan para buruh, namun berjanji turunkan biaya hidup.
TRIBUNTERNATE.COM - Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin SPSI Jakarta Timur melakukan aksi unjuk rasa di kantor Gubernur DKI Jakarta, Jakarta Pusat pada Kamis (18/11/2021).
Dalam aksi demonstrasi tersebut, para buruh menuntut adanya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022 sebesar 3,57 persen.
Aksi unjuk rasa tersebut lantas berhasil mendapatkan perhatian dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Ia pun lantas berbaur dengan para buruh dan menjawab tuntuntan mereka.
Usai melakukan audiensi dengan delapan orang perwakilan buruh, Anies kemudian mendengarkan permintaan para buruh untuk menaikkan UMP DKI Jakarta tahun 2022.
"Terima kasih untuk mereka-mereka yang memilih untuk menyuarakan aspirasi para buruh. Mereka adalah orang-orang yang memikirkan kesejahteraan semuanya," ucap Anies saat menemui para buruh di depan Gedung Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (18/11/21).
Namun demikian, mantan Menteri Pendidikan itu tidak bisa menjanjikan adanya kenaikan UMP DKI Jakarta tahun 2022 sesuai harapan para buruh.
Sebab, kata Anies, dalam menaikkan UMP, ia harus mengikuti ketentuan yang ada.
Tetapi, Anies menjanjikan bahwa Pemprov DKI akan berusaha membantu para buruh dengan cara mengurangi biaya hidup mereka.
"Saya sampaikan bahwa ketentuan-ketentuan yang sekarang ada di dalam peraturan pemerintah (tentang pengupahan) adalah ketentuan yang harus dilaksanakan."
"Oleh karena itu, kita merencanakan untuk bisa membantu para buruh dengan cara mengurangi biaya hidup mereka," ucapnya.
Ia juga mengatakan bahwa bantuan mengurangi biaya hidup dilakukan oleh Pemprov DKI dengan cara memberikan fasilitas seperti pangan murah, keringanan biaya transportasi, hingga kartu jakarta pintar untuk anak-anaknya.
"Walaupun pendapatan sudah diatur lewat PP yang ada, tapi mudah-mudahan mereka bisa menabung karena biaya hidup lebih rendah dari Pemprov DKI Jakarta," tutupnya.
Sebelumnya, diketahui bahwa dalam aksi unjuk rasa buruh menuntut kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 sebesar 3,57 persen.
"Kami menyampaikan bahwa (kenaikan) 3,57 persen itu adalah suatu angka yang realistis, angka yang sebenarnya masih di bawah batas minimal," kata Ketua DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur, Endang Hidayat, kepada wartawan, Kamis, (18/11/21).
Baca juga: Kiky Saputri Ungkap Isi DM-nya Usai Aksi Roasting Anies Baswedan Viral, Mengaku Dapat Julukan Baru
Baca juga: Anies Baswedan Dapat Rapor Merah, Kini Minta LBH Jakarta juga Menilai Seluruh Gubernur di Indonesia
Endang mengatakan, angka kenaikan yang diusulkan oleh aliansi buruh ini mempertimbangkan beberapa kebijakan pemerintah.
Pertama, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, lalu, PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dan PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Berdasarkan PP No. 78/2015, kata Endang, angka kenaikan yang diminta sudah memenuhi dua unsur. Pertama unsur pertumbuhan ekonomi di tahun 2021, dan kedua yakni laju inflasi.
"Menurut kami, seharusnya Pak Gubernur bisa menerima masukan dari kami karena itu yang realistis dari dua unsur di mana unsur ini termasuk ke dalam PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yaitu pertumbuhan ekonomi, dan juga laju inflasi," ucapnya.
Ia mengatakan massa yang datang pada angka hampir mencapai 1000 buruh.
"Untuk massa aksi sekitar 1000 dari tiga wilayah, Jakarta Timur sekitar 400, Jakarta Utara sekitar 400, dan Jakarta Barat sekitar 200," tutupnya.
Keputusan pemerintah pusat diprotes
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah mengumumkan rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar 1,09 persen.
Kenaikan nilai tersebut sangat kecil dan mendapat kritikan keras dari para buruh.
Kritikan itu salah satunya diungkapkan oleh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat.
Dirinya mengungkapkan, pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Aspek Indonesia menyatakan bahwa Pemerintah sedang mempermalukan dirinya sendiri, karena terbukti membuat aturan turunan berupa PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang justru bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam UU Cipta Kerja kenaikan upah minimum dihitung hanya berdasar variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).
Namun dalam PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh Pemerintah, yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah.
Nilai batas atas upah minimum dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada setiap rumah tangga.
Nilai batas bawah upah minimum dihitung dari batas atas upah minimum dikalikan 50 persen.
Baca juga: Menaker: Gubernur Harus Tetapkan UMP 2022 Paling Lambat 21 November 2021
Baca juga: UMP 2022: Tertinggi DKI Jakarta Rp 4,45 Juta, Terendah Jawa Tengah Rp 1,81 Juta
“Formula baru rentang nilai batas atas dan batas bawah dalam PP No. 36 tahun 2021 inilah yang membuat kenaikan upah minimum 2022 hasilnya justru di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi,” jelas Mirah dalam keterangannya kepada Tribunnews, (17/11/2021).
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengungkapkan, kenaikan gaji yang cuma 1 persen dinilainya kurang mengakomodasi kepentingan dari para buruh.
Seperti diketahui, saat ini masyarakat masih berada di masa sulit imbas pandemi Covid-19.
Ditambah lagi, Pemerintah belum lama ini memutuskan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik, dari 10 persen menjadi 11 persen mulai April 2022.
Hal-hal seperti itu dinilainya sangat tidak memihak kepentingan pekerja.
"Tahun depan ada kenaikan PPN 10 sampai 11 persen. Kemudian, kenaikan upahnya cuma 1 persen, sementara proyeksi inflasi di atas 3 sampai 4 persen di tahun 2022 ke depan.," jelas Bhima.
"Ini sebenarnya cukup berisiko menghambat daya beli masyarakat yang sekarang dalam masa pemulihan, dan pertumbuhan kinerja ritel juga berpengaruh," sambungnya.
Bhima menghimbau, agar para buruh atau pekerja dapat menekan Pemerintah melalui jalur konstitusional atau jalur-jalur lainnya.
Agar, kepentingan para pekerja dapat lebih dilihat dibandingkan kepentingan para pengusaha.
“Kalau upah minimum kecil, disarankan pekerja melakukan tekanan secara terus menerus dan membuka ketimpangan dan keberpihakan dari Pemerintah,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive dengan judul Berbaur dengan Buruh yang Gelar Demo di Balai Kota, Anies Janjikan Biaya Hidup Rendah di Ibukota
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/ternate/foto/bank/originals/anies-dan-buruhh.jpg)