Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Hari Antikorupsi Sedunia 2021, Ini Pesan Para Menteri, Mahfud MD, Sri Mulyani, Yaqut Cholil Qoumas

Dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, beberapa menteri di jajaran Kabinet Indonesia Maju memberikan pesan-pesannya.

kpk.go.id
Logo Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2021. 

TRIBUNTERNATE.COM - Hari Antikorupsi Sedunia atau Hakordia diperingati setiap tanggal 9 Desember.

Tahun ini, Hari Antikorupsi Sedunia jatuh pada Kamis (9/12/2021) hari ini.

Tema Hari Antikorupsi Sedunia tahun 2021 adalah "Satu Padu Bangun Budaya Antikorupsi".

Hari Antikorupsi Sedunia merupakan perayaan untuk melawan korupsi dan bukan termasuk Hari Libur Nasional.

Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia dimulai setelah Konvensi PBB melawan Korupsi pada 31 Oktober 2003 untuk meningkatkan kesadaran antikorupsi.

Konvensi PBB tentang Anti Korupsi diadopsi dalam Sidang Majelis Umum ke-58 melalui Resolusi Nomor 58/4 pada tanggal 31 Oktober 2003.

Penyusunan perjanjian tersebut bermula ketika Majelis Umum PBB dalam sidang ke-55 melalui Resolusi 55/61 pada 6 Desember 2000 memandang perlu merumuskan instrumen hukum internasional terkait antikorupsi.

Dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, beberapa menteri di jajaran Kabinet Indonesia Maju di bawah Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin memberikan pesan-pesannya.

Berikut TribunTernate.com merangkumnya dari Tribunnews.com:

Pesan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas

Diwartakan Tribunnews.com, Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas mengatakan korupsi adalah musuh bersama.

Ia pun mengajak masyarakat untuk bergerak bersama membangun perilaku antikorupsi.

"Korupsi adalah musuh bersama. Karenanya, perlu gerakan bersama dan terpadu dalam membangun perilaku antikorupsi. Dan hal ini harus dimulai dari keluarga," ujar Yaqut melalui keterangan tertulis, Kamis (9/12/2021).

Baca juga: Polri Menghargai Keinginan Novel Baswedan untuk Kembali Bertugas di KPK setelah Jadi ASN Polri

Baca juga: Tuntutan Hukuman Mati Terdakwa Kasus Korupsi ASABRI: Alasan JPU, Kritik Pakar Hukum dan Aktivis HAM

Yaqut Cholil Qoumas
Yaqut Cholil Qoumas (Instagram/gusyaqut)

Yaqut menegaskan, perilaku antikorupsi harus ditanamkan sejak dini.

Menurutnya, hal ini meniscayakan peran penting dua institusi utama, keluarga dan lembaga pendidikan.

"Keluarga adalah tempat belajar pertama bagi anak atau al-madrasah al-ula. Pendidikan keluarga adalah pondasi awal menanamkan perilaku antikorupsi, mulai dari nilai kejujuran dan kesederhanaan, serta malu berbuat keburukan," jelas Yaqut.

"Semua ini membutuhkan keteladanan orang tua. Keteladanan dan pendidikan keluarga adalah pondasi awal membangun perilaku antikorupsi," tambah Yaqut.

Yaqut berharap, melalui momentum Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap tanggal 9 Desember, semakin meningkatkan kesadaran dalam upaya mencegah dan memerangi korupsi.

Baca juga: Kasus Munir Ditargetkan Selesai Maret 2022, Ketua Komnas HAM RI Bantah Beda Pendapat di Internalnya

Pesan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan praktik korupsi menjadi musuh bersama. Ia mengingatkan para birokrat untuk menjauhkan diri dan mencegah tindakan korupsi.

"Korupsi merupakan suatu penyakit yang luar biasa berbahaya. Kita lihat di Indonesia skor persepsi korupsi kita membaik meskipun 2020 mengalami penurunan," kata Menkeu saat Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia Kementerian Keuangan di Jakarta, Rabu (8/12/2021), dikutip dari Tribunnews.com.

Ia pun menyinggung nilai indeks persepsi korupsi di Indonesia.

Pada tahun 2019, skor persepsi korupsi di RI mencapai 40, yang artinya tertinggi sejak 25 tahun terakhir.

Namun pada tahun 2020, skor tersebut turun ke level 37 yang membawa Indonesia ke peringkat 102 dari 180 negara.

"Kita masih jauh dari apa yang disebut negara antikorupsi. Ini berarti tugas kita masih sangat besar dan banyak," tutur Sri Mulyani.

Baca juga: Cerita 3 Eks Pegawai KPK Tolak Jadi ASN Polri: Orangtua Sempat Kecewa, Sebut ASN bukan Solusi

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani. (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Sri Mulyani menekankan bahwa tindakan korupsi berdampak merusak serta menggerus tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

"Hilangnya kepercayaan ini bisa menimbulkan gejolak politik sosial. Menciptakan inequalities atau ketidaksetaraan, menciptakan kerusakan dalam kehidupan sosial ekonomi," ujarnya.

Mantan Direktur Pelaksana World Bank atau Bank Dunia ini menambahkan, korupsi tidak mengenal lokasi, kedudukan, hingga profesi.

Sri Mulyani mengingatkan praktik korupsi bisa dilakukan siapa pun, selagi ada kesempatan dan niat jahat.

"Jadi jangan pernah berpikir korupsi hanya dilakukan oleh para pejabat atau kelompok institusi tertentu," imbuhnya.

Sri Mulyani mengatakan, dalam dua tahun terakhir, pemerintah juga telah mengelola banyak dana tambahan untuk penanganan Covid-19.

Pada 2020 lalu, dana yang dikeluarkan sekitar Rp690 triliun dan 2021 sekitar Rp750 triliun.

Sehingga, menurutnya, pengelolaan dana tersebut harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, jangan sampai dijadikan lahan korupsi.

"Kita harus akuntabel karena korupsi bisa menghinggapi, serta menggerus pondasi suatu masyarakat dan negara. Jadi, bahayanya sudah sangat nyata," pungkasnya.

Pesan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM RI Mahfud MD

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menuturkan, perilaku sombong juga termasuk korupsi dalam teori non konvensional.

Hal ini patut diwaspadai bagi para birokrat hingga jajaran pejabat negara.

"Ada korupsi non konvensional dalam teori, perilaku koruptif yang bisa menyebabkan orang menjadi korupsi konvensional kalau dibiarkan. Ingin merasa dianggap orang lebih pintar atau lebih tinggi," kata Mahfud MD, sebagaimana diwartakan Tribunnews.com.

Mantan Ketua MK ini mencontohkan banyak pejabat negara saat kunjungan ke daerah menolak dijemput pakai mobil Kijang, mereka minta harus Alphard, begitu juga penjemputnya minimal harus setingkat gubernur, bukan sekretaris daerah.

Menko Polhukam Mahfud MD dalam Konferensi Pers terkait Revisi UU ITE Senin (22/2/2021).
Menko Polhukam Mahfud MD dalam Konferensi Pers terkait Revisi UU ITE Senin (22/2/2021). (Youtube/Kemenko Pulhukam RI)

"Ada juga pejabat yang kalau ada yang mau menghadap disuruh nunggu di depan padahal dia cuma baca koran di dalam. Ada bangga membuat orang menunggu. Itu suatu kesombongan, yang menurut teori itu adalah korupsi non konvensional," jelas Mahfud.

Menurutnya, tindakan itu bagi hukum bukan tindakan korupsi seperti halnya penyuapan atau pungutan liar (pungli).

Namun demikian, bila dibiarkan terus menerus bisa berlanjut ke tindak korupsi.

"Perilaku seperti ini dibiarkan terus, ada kesempatan melakukan korupsi konvensional, merugikan negara dan memperkaya diri sendiri," imbuhnya.

Sumber: Tribunnews.com

(TribunTernate.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved