Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Virus Corona

Meski sudah Divaksinasi, Risiko Reinfeksi Omicron Masih 5 Kali Lipat Lebih Tinggi dari Varian Delta

ICL mengatakan bahwa perlindungan yang diberikan oleh infeksi Covid-19 di masa lalu terhadap infeksi ulang Omicron mungkin hanya 19 persen.

STR/AFP
ILUSTRASI Situasi pandemi Covid-19 di tengah lonjakan kasus Omicron di seluruh dunia. 

TRIBUNTERNATE.COM - Sebuah penelitian di Inggris menunjukkan bahwa risiko reinfeksi atau terinfeksi ulang varian Omicron lima kali lebih tinggi daripada varian Delta.

Selain itu, belum ada bukti bahwa gejala virus corona varian Omicron ini lebih ringan dibandingkan dengan varian Delta.

Subjek penelitian yang dilakukan Imperial College London ini adalah mereka yang dites positif Covid-19 di Inggris antara 29 November hingga 11 Desember 2021.

Data tersebut diambil dari Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) dan Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS).

Melansir Channel News Asia, penelitian itu menyebut tidak ada bukti bahwa varian Omicron punya tingkat keparahan yang berbeda dari varian Delta.

"Kami tidak menemukan bukti [tentang risiko rawat inap dan status gejala] bahwa Omicron memiliki tingkat keparahan yang berbeda dari Delta," bunyi studi tersebut.

Namun demikian, penelitian itu mengatakan bahwa Omicron memiliki risiko reinfeksi yang lebih tinggi daripada Delta.

"Berdasarkan status vaksin, umur, jenis kelamin, etnis, status tanpa gejala, wilayah, dan tanggal spesimen, Omicron dikaitkan dengan risiko reinfeksi 5 atau 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Delta," kata penelitian yang dirilis pada 16 Desember 2021 itu.

Baca juga: Mendagri RI Ancam Jatuhi Sanksi pada Daerah yang Tak Capai Target Vaksinasi Covid-19

Baca juga: Di Tengah Ancaman Omicron, 37.214 WNI telah Pergi ke Luar Negeri Jelang Natal dan Tahun Baru

Imperial College (ICL) mengatakan bahwa perlindungan yang diberikan oleh infeksi Covid-19 di masa lalu terhadap infeksi ulang Omicron mungkin serendah 19 persen.

Itu artinya, orang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 sebelumnya juga memiliki peluang besar untuk kembali terinfeksi Covid-19 varian Omicron.

Selain itu, para peneliti juga menemukan adanya peningkatan risiko yang signifikan pada gejala Omicron, jika dibandingkan dengan kasus Delta dan orang-orang yang sudah divaksinasi.

Dalam penelitian ini, vaksin Astrazeneca dan Pfizer juga ikut dilibatkan.

"Penelitian ini memberikan bukti lebih lanjut tentang sejauh mana Omicron bisa menghindari kekebalan sebelumnya yang diberikan oleh infeksi alami ataupun vaksinasi," kata pemimpin studi, Profesor Neil Ferguson.

"Tingkat penghindaran kekebalan ini berarti bahwa Omicron menimbulkan ancaman besar yang cepat bagi kesehatan masyarakat," lanjutnya.

ILUSTRASI keadaan rumah sakit dalam pandemi Covid-19 varian Omicron.
ILUSTRASI keadaan rumah sakit dalam pandemi Covid-19 varian Omicron. (Christof STACHE/AFP)

WHO: Jumlah Kasus Omicron Bisa Tambah Dua Kali Lipat dalam Satu Setengah hingga 3 Hari

Virus corona varian Omicron telah dilaporkan di 89 negara.

WHO mengatakan, jumlah kasus yang disebabkan oleh Omicron meningkat dua kali lipat dalam satu setengah hingga tiga hari di daerah dengan penularan komunitas.

Hal ini disampaikan oleh kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam data terbarunya.

Kemudian, WHO juga mengatakan bahwa Omicron menyebar dengan cepat di negara-negara dengan tingkat kekebalan populasi yang tinggi.

Namun, belum jelas apakah ini karena kemampuan virus untuk menghindari kekebalan, atau karena virus lebih menular penularan atau kombinasi keduanya.

Sebelumnya, WHO telah menetapkan Omicron sebagai variant of concern (VOC) pada 26 November 2021 lalu.

Baca juga: Satu Kasus Varian Omicron Terdeteksi di Indonesia, Ini Imbauan Menkes RI Budi Gunadi Sadikin

Baca juga: Mutasi Omicron yang Banyak Dikhawatirkan Bisa Buat Varian Ini Sulit Dilawan dan Dideteksi

Varian ini ditetapkan sebagai VOC segera setelah pertama kali terdeteksi karena virus tersebut diketahui memiliki jumlah mutasi yang banyak.

Ditambah pula pada saat itu, data mengenai Omicron masih banyak yang belum diketahui, termasuk tingkat keparahan penyakit yang ditimbulkannya.

"Data keparahan klinis Omicron masih terbatas," kata WHO seperti dikutip dari The Strait Times.

"Lebih banyak data diperlukan untuk memahami profil keparahan dan bagaimana keparahan dipengaruhi oleh vaksinasi dan kekebalan yang sudah ada sebelumnya."

WHO memperingatkan bahwa dengan penambahan kasus yang meningkat begitu cepat, rumah sakit bisa mengalami kewalahan.

“Rawat inap di Inggris dan Afrika Selatan terus meningkat, dan mengingat jumlah kasus yang meningkat pesat, ada kemungkinan banyak sistem perawatan kesehatan menjadi cepat kewalahan," kata WHO.

(TribunTernate.com/Ron/Qonitah)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved