Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Resesi 2023

Hadapi Ancaman Resesi 2023, Ridwan Kamil: Dunia Gelap, Indonesia Tetap Terang Benderang

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, memilih optimis menghadapi ancaman resesi global.

Penulis: Ifa Nabila | Editor: Ifa Nabila
Tribunnews.com/Fitri Wulandari
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat menghadiri pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Kompleks Parlemen MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (20/10/2019). Ridwan Kamil memilih optimis menghadapi ancaman resesi. 

TRIBUNTERNATE.COM - Kini dunia sedang menghadapi ancaman resesi global 2023.

Tak terkecuali Indonesia, di mana ancaman resesi ini menakut-nakuti berbagai lapisan masyarakat.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, memilih optimis menghadapi ancaman resesi.

Baca juga: Jangan Overthinking Ancaman Resesi, Rhenald Kasali: Jangan Percaya yang Miskin Tambah Miskin

Baca juga: IMF Prediksi Indonesia Bakal Aman di Tengah Ancaman Resesi Global 2023

Menurut Ridwan Kamil, memang isu resesi ini seperti meneror masyarakat.

Namun, ia yakin perekonomian Indonesia masih bisa bertahan.

"Walaupun diksi dunia seakan menggelap, Insya Allah Indonesia tetap terang benderang," ujar Ridwan Kamil dikutip dari Kompas.com.

Hal ini diungkapkan Ridwan Kamil saat rapat bersama DPRD Jawa Barat membahas RAPBD tahun 2023.

Baca juga: Resesi 2023 Bikin Panik Ancaman PHK Massal, Rhenald Kasali: Padahal Indonesia Sudah Resesi di 2020

Dengan disetujuinya RAPBD tersebut, Ridwan Kamil berharap bisa menjadi sarana untuk mengantisipasi resesi global.

Maka dari itu, pihak eksekutif dan legislatif diharapkan menghadirkan kinerja yang lebih produktif.

"Kita apresiasi kinerja luar biasa ini. Kami mengucapkan terima kasih pada Pimpinan Fraksi, Pimpinan Komisi dan seluruh yang terlibat," ujarnya.

Sebagai informasi, dikutip dari Kompas, definisi resesi menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu kondisi di mana perekonomian suatu negara sedang memburuk.

Kondisi ini terlihat dari produk domestik bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Secara garis besar, resesi menimbulkan tiga dampak negatif.

Pertama, perlambatan ekonomi yang mengakibatkan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) bahkan bangkrutnya perusahaan.

Kedua, investor menarik dananya dan mengubahnya dalam bentuk aman.

Ketiga, daya beli masyarakat akan melemah sehingga jumlah demand di pasar akan berkurang karena masyarakat akan sangat berhati-hati dalam membeli keperluan.

Resesi sendiri diakibatkan oleh bermacam faktor, mulai dari kejadian tak terduga seperti Covid-19 hingga tingginya utang suatu negara.

Pendapat soal Resesi oleh Rhenald Kasali

Sejumlah tokoh seperti influencer berlomba-lomba membuat konten mengenai resesi.

Tak jarang dari mereka yang memakai judul atau bahkan konten yang menakut-nakuti masyarakat, termasuk ancaman warga miskin akan semakin miskin akibat resesi.

Pendapat ini kemudian diluruskan oleh pakar ekonomi sekaligus akademisi Universitas Indonesia, Profesor Rhenald Kasali.

Rhenald Kasali menjelaskan adanya kesalahpahaman dalam memaknai resesi ini.

Bahkan, solusi-solusi yang ditawarkan oleh para tokoh tadi juga disebut ngawur dan tak sesuai konteks.

Resesi adalah Istilah Ekonomi Makro

Hal ini justru menebar ketakutan pada masyarakat dengan ancaman-ancaman tertentu.

"Kemudian diterjemahkan oleh sejumlah orang bahkan dikatakan akan terjadi PHK massal besar-besaran."

"Dan kemudian diterjemahkan secara bisnis katanya jangan berinvestasi, tahan cash, jualan online saudara-saudara akan terganggu."

"Oleh karena itu tahan stok, jangan punya stok besar-besaran, kalau pun beli mereka akan beli yang murah-murah tidak akan melakukan pembelian dalam jumlah yang cukup," kata Rhenald Kasali dalam kanal YouTube-nya.

Rhenald Kasali kemudian menjelaskan bahwa resesi adalah istilah untuk makro ekonomi, bukan mikro ekonomi.

Sedangkan bisnis seseorang bahkan UMKM termasuk mikro ekonomi.

Sehingga landasan ekonomi yang digunakan pun berbeda.

Jika kita membahas masalah makro ekonomi, maka kaitannya akan dengan pendapatan nasional hingga pendapatan per kapita.

Kemudian kita juga membicarakan hal-hal yang bersifat strategi negara dalam menangani masalah-masalah kemiskinan, pengangguran, inflasi.

Serta strategi fiskal, strategi moneter, investasi asing, hingga strategi-strategi ekonomi negara lainnya.

Jangan Overthinking

Rhenald Kasali menyarankan masyarakat untuk tidak ketakutan berlebihan dan lebih memahami apa makna dari resesi itu sendiri.

"Jadi jangan overthinking, jangan melebih-lebihkan, kuasai dulu pengertiannya," pesan Rhenald Kasali.

Ia juga menyorot soal influencer yang seenaknya menebar ketakutan pada masyarakat.

"Apalagi kemudian ada yang mendramatisasai mengatakan 'Percaya deh omongan gue, yang miskin tambah miskin, yang susah tambah susah' ya jangan begitu," tambahnya.

Menurut Rhenald Kasali, dalam setiap kondisi berbahaya, misalnya resesi, masih ada saja kesempatan yang bisa dimanfaatkan.

"Jadi yang pertama, hati-hati terminologi makro dengan terminologi mikro."

"Yang kedua, ingat dalam setiap hal yang berbahaya selalu ada kesempatan."

"Ada orang yang melihat persoalan dalam resesi itu sebagai dangerous bahaya ya sudah tiarap saja kita."

"Tapi ada lagi yang melihat entar dulu justru pada saat orang tiarap kita investasi, begitu badai berlalu saya paling siap."

"Tentu saja siapa yang siap mereka yang punya cash, mereka yang bisa membaca data yang sebenarnya," paparnya.

Bagi Rhenald Kasali, kemampuan memahami data ekonomi ini penting untuk mengambil tindakan.

Solusi Resesi Menyesatkan

Menurut Rhenald Kasali, hal-hal tersebut di atas tidak melulu bisa diterjemahkan dalam ekonomi kita sehari-hari atau dalam bisnis kita.

"Bisnis ini landasannya adalah segmentasi. Anda bergerak dalam segmen-segmen," tegas Rhenald Kasali.

Maka dari itu, ada banyak solusi yang disebarkan oleh orang-orang yang kurang berkompeten dan cenderung malah menyesatkan.

Di antaranya adalah untuk menahan uang agar tidak digunakan untuk membeli.

"Nah kalau sudah begitu hati-hati ketika kemudian kita terjemahkan tahan uang, jangan spending."

"Ini justru akan mengakibatkan kita memasuki era yang disebut depresi jadi dari resesi, depresi, stagnasi, stagflasi," paparnya.

(TribunTernate.com/ Ifa Nabila)

Sumber: Tribun Ternate
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved