Program Pengabdian Masyarakat DPIS UI Dorong Revitalisasi Sejarah dan Adat Loloda
FGD bertajuk “Menguatkan Literasi Budaya dan Sejarah Lokal untuk Indonesia Emas 2045” digelar di Kecamatan Kedi, Loloda
TRIBUNTERNATE.COM- Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Menguatkan Literasi Budaya dan Sejarah Lokal untuk Indonesia Emas 2045” digelar di Kecamatan Kedi, Loloda, Sabtu (11/10/2025).
FGD ini menjadi ruang dialog penting antara tokoh adat, pendidik, masyarakat, dan akademisi dalam menggali kembali sejarah panjang dan kekayaan budaya Loloda yang mulai tergerus zaman.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat yang diinisiasi oleh Direktorat Pengabdian dan Inovasi Sosial Universitas Indonesia (DPIS UI), dengan narasumber utama Prof. Dr. Susanto Zuhdi, pakar sejarah dari Universitas Indonesia.
Baca juga: 12 Ramalan Shio Hari Ini Senin 13 Oktober 2025: Cinta, Karier, Nomor Hoki Lengkap
Dalam sambutannya, Prof. Zuhdi menegaskan pentingnya pelestarian budaya dan sejarah lokal sebagai fondasi pembangunan nasional.
Ia menyampaikan bahwa Loloda pernah menjadi kerajaan besar dan memiliki peran penting dalam sejarah Maluku.
Menurut Prof. Zuhdi, budaya bukan sekadar nilai abstrak, melainkan pedoman hidup yang harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
FGD ini menghadirkan beragam narasumber dari berbagai unsur masyarakat, di antaranya Felix Siow mewakili Pemerintah Kecamatan Loloda, Her Salomo tokoh adat Bakun Malamo, Yopi Luwu Kapita Pajuangan dan Perwakilan Lembaga Kerajaan, Yansen Saban Kepala SMA Negeri 4 Halmahera Barat, serta Novi Lalamo dari perwakilan guru, Margareta Mais mewakili unsur perempuan, dan siswa bernama Puteri Anu.
Dalam sesi diskusi, tokoh adat Her Salomo menuturkan, Kerajaan Loloda merupakan salah satu kerajaan tertua di Maluku Utara, berdiri sejak abad ke-13.
Cerita perjuangan rakyat Loloda melawan kolonial Belanda serta kisah Kapita Sikuru yang heroik menjadi bagian penting dari ingatan kolektif masyarakat.
Sementara itu, Yopi Luwu menjelaskan asal-usul nama “Loloda” yang konon berasal dari kata “Loloda Ka” (telah lari), yang merujuk pada kisah pelarian sultan dari letusan Gunung Mamuya menuju wilayah ini.
Ia juga menguraikan kekayaan adat istiadat Loloda, mulai dari tarian Cakalele, ritual Popoje, hingga pembagian harta adat Jiko Ma’Adat.
Dari sisi pendidikan, Yansen Saban menyoroti ketiadaan literatur tertulis mengenai sejarah dan budaya Loloda di sekolah.
Sekolah memiliki kurikulum pengembangan budaya lokal, tapi tidak memiliki bahan ajar atau literatur baku tentang budaya Loloda. Ini menjadi persoalan yang menurut Saban harus segera diatasi.
Peserta FGD juga menyoroti belum diakuinya Kesultanan Loloda secara legal sebagai bagian dari empat kesultanan besar di Maluku Utara (Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo).
Mereka berharap agar ke depan Loloda dapat memperoleh pengakuan formal sehingga upaya pelestarian budaya memiliki dasar hukum yang kuat.
Perwakilan perempuan, Margareta Mais, mengingatkan bahwa perempuan harus dilibatkan dalam setiap proses pendokumentasian sejarah dan tradisi, sementara perwakilan siswa, Puteri Anu, menilai pentingnya media pembelajaran berbasis buku sebelum beralih ke media digital. 
Menutup diskusi, Prof. Zuhdi menegaskan bahwa pelestarian budaya lokal bukan semata nostalgia, tetapi langkah konkret menuju masa depan yang berakar pada jati diri bangsa.
Pelestarian budaya tidak hanya bersumber dari pembangunan ekonomi dan infrastruktur, tapi juga jembatan sejarah dan komunikasi budaya. Sejarah selalu mampu memberi pelajaran agar kita tidak kehilangan arah.
Senada, Dr. Abd Rahman dari Universitas Khairun Ternate menambahkan bahwa program ini bertujuan menghidupkan kembali kesadaran akan identitas Loloda sebagai “penjaga pintu ujung utara Maluku”.
Baca juga: Lengkap! Jadwal Salat Wilayah Kota Ternate Hari Ini, Senin 13 Oktober 2025
FGD merekomendasikan penyusunan kamus bahasa Loloda, pendokumentasian cerita rakyat dan syair Kapita Sikuru, revitalisasi kesenian tradisional seperti Cakalele dan Tide-Tide, serta eksplorasi kuliner lokal sebagai bagian dari hilirisasi budaya.
Secara khusus, perhatian ditujukan juga pada pelestarian Tarian Sikuru yang saat ini terkendala dengan ketiadaan alat-alat musik untuk mengiringi pertunjukan dan latihan tari di sanggar.
Dengan semangat kolaborasi antara masyarakat, akademisi, dan pemerintah daerah, kegiatan ini diharapkan menjadi titik awal kebangkitan literasi budaya dan sejarah lokal di Maluku Utara, yaitu sebuah langkah kecil menuju cita-cita besar Indonesia Emas 2045. (*)
| Maruf Ikut Agenda Retreat Setelah Diangkat Jadi Plh Sekkab Taliabu | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Update Harga Beras, Daging Sapi dan Ayam di Taliabu, Minggu 2 November 2025 | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Prakiraan Cuaca Maluku Utara, Minggu 26 Oktober 2025: Potensi Hujan Ringan - Lebat di Bacan | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Klarifikasi Isu Ijazah Palsu, Plh Sekda Taliabu Ma’ruf: Tanda Tangan Dokumen Tak Harus Pakai Gelar | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Sukses Nyalakan Kantor BPKP Maluku Utara, PLN UP3 Sofifi Perkuat Infrastruktur Pemerintahan Regional | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
			