Moeldoko Jadi Ketum Demokrat Versi KLB, Yunarto: Sebaiknya KSP Tidak Boleh Merangkap Ketum Partai

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya

Ia juga menyebut, tak ada dualisme dalam kepengurusan Partai Demokrat.

Hal itu disampaikan AHY dalam Konferensi Pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Wisma Proklamasi No.41, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/3/2021).

"Saya tegaskan tak ada dualisme kepengurusan Partai Demokrat. Saya, AHY, adalah Ketua Umum Partai Demokrat yang sah," tegas putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, dilansir dari Tribunnews.com

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.(ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA) (Kompas.com)

AHY memberikan tanggapannya atas KLB Partai Demokrat di Deliserdang yang menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum partai tersebut.

AHY menyebut acara yang diklaim sebagai KLB Demokrat itu ilegal. Dia menegaskan mewakili seluruh kader Partai Demokrat.

"Terkait adanya kongres luar biasa atau KLB yang dilakukan secara ilegal, inkonstitusional, oleh sejumlah kader, mantan kader yang juga bersekongkol dan berkomplot dengan kader eksternal," kata AHY.

"KLB ini secara akal sehat, saya tidak bisa menerima. Saya pastikan, kami akan melawan, karena kami punya hak dan kewajiban," ujar AHY dalam Konferensi Pers di  Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Wisma Proklamasi No.41, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/3/2021).

AHY menyebut bahwa tidak ada pemilik hak suara sah yang hadir di KLB. "Kami punya data bahwa mayoritas pengurus daerah Demokrat ada di tempatnya masing-masing," kata AHY.

Ia menambahkan, banyak di antara peserta KLB yang hadir karena paksaan, ancaman, dan imblan.

"Ini sangat merusak demokrasi di Indonesia, bukan hanya Partai Demokrat."

(TribunTernate.com, Tribunnews.com)

Berita Terkini