Kemenkes RI Imbau Masyarakat untuk Tidak Gunakan Vaksin Dosis Pertama dan Kedua dengan Merek Berbeda

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi suntikan vaksin. Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kemenkes RI menjelaskan, hingga kini belum ada uji klinis yang menunjukkan keamanan maupun efektivitas vaksin saat digunakan dengan merek berbeda.

Hal ini disampaikannya untuk menanggapi adanya pernyataan dari perusahaan farmasi yang menggembar-gemborkan kemungkinan bahwa suntikan tambahan (booster) dapat efektif melawan varian baru Covid-19, yakni B.1.617.2 (Delta).

Ia memperingatkan untuk tidak mencampur vaksin yang berbeda dalam upaya meningkatkan kekebalan.

Karena saat ini tidak ada bukti maupun data yang menguatkan spekulasi itu.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam konferensi pers WHO pada hari Senin kemarin waktu setempat.

"Saya benar-benar ingin memperingatkan orang-orang, karena ada orang yang berpikir untuk mencampur dan mencocokkan vaksin yang berbeda, jadi ini menjadi tren yang berbahaya. Kita saat ini berada di zona bebas data dan bebas bukti, ada data terbatas yang kita miliki tentang mix and match ini," tegas Dr. Swaminathan.

Menurutnya, jika banyak negara yang meyakini informasi 'gembar-gembor perusahaan farmasi' tanpa didasarkan pada data, maka ini akan menimbulkan kekacauan.

"Ini akan menimbulkan situasi yang kacau di banyak negara, jika warga mulai memutuskan kapan mereka harus mengambil dosis kedua, ketiga atau keempat," jelas Dr. Swaminathan.

Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (13/7/2021), berbeda dengan apa yang disampaikan Ilmuwan WHO, beberapa penelitian diklaim telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dari kombinasi vaksin yang berbeda.

Seperti yang dilakukan Institut Gamaleya Rusia yang menjadi pengembang vaksin pertama yang mencoba 'cara ini'.

Gamaleya menawarkan vaksin Sputnik V dan AstraZeneca untuk diuji klinis pada tahun lalu, dan penelitiannya pun saat ini masih berlangsung.

Studi serupa yang menggabungkan vaksin lain juga telah memperkuat argumen untuk 'mencampur dan mencocokkan'.

Sejumlah negara seperti Inggris, Kanada, dan Italia mengizinkan warganya untuk menerima suntikan dari beberapa produsen vaksin.

Dr. Swaminathan mengakui bahwa penelitian ini memang telah memunculkan harapan bagi banyak negara.

Namun ia mencatat bahwa suntikan booster tidak diperlukan untuk saat ini, meskipun dunia tengah dilanda varian baru yang diklaim lebih mudah dan cepat menular.

"Harus berdasarkan ilmu dan data, bukan pada masing-masing perusahaan yang menyatakan bahwa vaksin mereka sekarang harus diberikan sebagai dosis booster," pungkas Dr. Swaminathan.

Halaman
123

Berita Terkini