TRIBUNTERNATE.COM - Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus korupsi minyak goreng yang membuat bahan pangan ini menjadi langka dan mahal di Indonesia.
Keempat tersangka itu terdiri dari satu pejabat Eselon I pemerintah dan tiga lainnya adalah bos perusahaan swasta.
Mereka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri di Kementerian Perdagangan berinisial IWW, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT.
Mengetahui hal ini, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun meminta aparat hukum untuk mengusut hingga tuntas para mafia minyak goreng itu.
"Kemarin dari Kejaksaan Agung sudah menetapkan empat tersangka urusan minyak goreng ini, dan saya minta diusut tuntas," kata Jokowi dalam keterangan persnya di Pasar Bangkal, Sumenep, Rabu (20/4/2022).
"Sehingga, kita bisa tahu siapa ini yang bermain ini, bisa mengerti," imbuh Presiden.
Di sisi lain, meski program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng sudah berjalan, Jokowi tetap menyebut bahwa mahal dan langkanya minyak goreng masih menjadi masalah bagi masyarakat.
Dengan adanya pengusutan kasus mafia minyak goreng ini, Jokowi berharap agar harga minyak goreng bisa kembali mendekati harga normal.
"Kita ingin harganya yang lebih mendekati normal," tutur Kepala Negara.
Baca juga: Profil 3 Perusahaan Swasta yang Terseret Kasus Mafia Minyak Goreng dan Merek-merek Produknya
Baca juga: Kasus Mafia Minyak Goreng, Ini Alasan Indrasari Wisnu Wardhana Ditetapkan Jadi Tersangka
Jokowi pun menjelaskan bahwa kasus mafia minyak goreng ini ada lantaran harga jual minyak goreng di luar negeri sedang tinggi.
Sehingga, sebagian besar produsen minyak goreng ingin menjual produknya ke luar negeri untuk meraup untung yang lebih besar.
"Jadi memang harganya tinggi, karena apa? Harga di luar (negeri), harga internasional itu tinggi banget."
"Sehingga kecenderungan produsen itu penginnya ekspor, karena memang harganya tinggi di luar," ungkap Jokowi.
Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan minyak goreng ini.
Di antaranya menetapkan sederet kebijakan seperti penetapan harga eceran tertingi (HET) untuk minyak goreng curah dan subsidi ke produsen.
Namun, Presiden melihat kebijakan tersebut belum berjalan dengan efektif dalam beberapa pekan ini.
"Di pasar, saya lihat minyak curah banyak yang belum sesuai dengan HET yang kita tetapkan. Artinya, memang ada permainan," tandasnya.
KPK Disebut Kecolongan
Penanganan kasus mafia minyak goreng yang diumumkan oleh Kejagung RI membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut kecolongan. Namun, terkait sebutan kecolongan itu, KPK justru memilih untuk mengapresiasi kinerja Kejagung RI.
"Kami menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Agung yang telah melakukan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait ekspor minyak goreng, sehingga telah menetapkan pihak-pihak tertentu sebagai tersangka," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada Tribunnews.com, Rabu (20/4/2022).
"Terlebih minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas, yang sempat terjadi kelangkaan pada beberapa waktu yang lalu," imbuhnya.
Capaian kinerja Kejagung, menurut Ali, menjadi penguat optimisme bahwa pemberantasan korupsi memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Sekaligus menjadi pengingat bahwa upaya pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab bersama.
"Baik melalui upaya-upaya penegakkan hukum, pencegahan dan perbaikan sistem tata kelola, maupun edukasi antikorupsi bagi masyarakat," kata dia.
Baca juga: Warga Antri Minyak Goreng Hingga Desak Desakan Bahkan Ada yang bawa Galon
Baca juga: Kasus Mafia Minyak Goreng: Kejagung RI Tetapkan 4 Tersangka, 3 Perusahaan Swasta Ikut Terjerat
Di sisi lain, disebutkan Ali, KPK bersama Kemendagri, KemenPANRB, Bappenas, dan KSP yang tergabung dalam STRANAS Pencegahan Korupsi (PK) juga telah memberikan atensinya kepada integrasi data ekspor impor pada komoditas pangan.
Ia mengatakan, STRANAS PK berpandangan bahwa stabilitas harga dan ketersediaan barang di pasar domestik, menjadi dua kondisi utama yang menjadi basis pengambilan kebijakan ekspor atau impor. Namun kedua hal ini tidak selalu berjalan mulus.
"Kami menemukan penggunaan data yang kurang akurat, tidak terintegrasi dan prosedur perizinan yang kurang transparan, telah membuka celah terjadinya praktik korupsi," sebut Ali.
Oleh karenanya, lanjut Ali, STRANAS PK mendorong perbaikan tata kelola impor dan ekspor melalui sistem data-simpul yang akurat dan mutakhir serta mekanisme pengawasan melekat di sektor pangan strategis dan kesehatan melalui Sistem Nasional Neraca Komoditas (SNANK).
"Melalui upaya bersama tersebut, kami berharap, sinergi dan satu padu dalam pemberantasan korupsi, mampu menurunkan angka korupsi secara efektif. Alhasil bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas," ujar Ali.
Sebelumnya, mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyindir eks lembaganya itu kecolongan soal penyidikan kasus korupsi ekspor minyak kelapa sawit.
Menurut Febri, KPK seakan tertinggal dari Kejaksaan Agung yang bisa menguak tindak pidana korupsi terkait ekspor minyak sawit di tengah kelangkaan minyak goreng di Indonesia.
"Ketika KPK jadi sorotan tentang dugaan penerimaan gratifikasi pimpinan & skandal internal, Kejaksaan Agung mengumumkan Penyidikan Korupsi mafia minyak goreng," cuit Febri melalui akun Twitter @febridiansyah dan sudah diizinkan untuk dikutip, Selasa (19/4/2022).
"Apakah KPK benar-benar akan jadi masa lalu, dilupakan & ditinggalkan?" lanjut Febri.
Febri, yang kini fokus menjadi advokat dan pegiat antikorupsi, lantas meminta pimpinan KPK saat ini bekerja secara serius dan mengurangi gimik-gimik tak perlu.
(TribunTernate.com/Ron)(Tribunnews.com)