Polda Maluku Utara Selidiki Izin PPKH PT Mahakarya Abadi Indonesia di Halmahera Tengah
Tim Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter), Ditreskrimsus Polda Maluku Utara bakal menyelidiki aktivitas pertambangan PT MAI
Penulis: Randi Basri | Editor: Sitti Muthmainnah
TRIBUNTERNATE.COM, TERNATE - Tim Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter), Ditreskrimsus Polda Maluku Utara bakal menyelidiki aktivitas pertambangan PT Mahakarya Abadi Indonesia (MAI).
PT MAI saat ini beroperasi di Desa Sage Kiya, Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah.
Penyelidikan itu buntut adanya penolakan warga lokal terhadap aktivitas PT MAI tanpa penyelesaian ganti rugi lahan.
Baca juga: LPKA Ternate Ikut Bimtek Penguatan Penyusunan Laporan Keuangan
“Sebagai tindak lanjut protes masyarakat setempat pastinya kita akan turu melakukan penyelidikan,” kata Dirreskrimsus Polda Maluku Utara Kombes Pol Edy Wahyu Susilo melalui Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Maluku Utara, Kompol Agus Supriadi, saat dikonfirmasi di Ternate, Selasa (14/10/2025).
Untuk menyelidiki aktivitas perusahaan, lanjut Kompol Agus, pihaknya akan mengumpulkan sejumlah keterangan di lapangan berkaitan adanya aktivitas tambang tersebut.
Salah satu yang akan diselidiki adalah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT MAI.
IPPKH merupakan izin menggunakan kawasan hutan guna kepentingan non-kehutanan tanpa mengubah fungsi kawasan.
“Tentu kita akan mintai klarifikasi terhadap pihak-pihak yang berkaitan kalau aktivitas pertambangan di luar dari ketentuan"
“Kita akan turun cek lebih dulu setelah kita akan buat telah untuk dilakukan penyelidikan jika aktivitas tambang tersebut, bertentangan dengan aturan yang ada,” pungkasnya.
Penolakan Warga Desa Sagea-Kiya
Warga Desa Sagea-Kiya, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, yang
tergabung dalam Koalisi Save Sagea menggelar aksi protes pada Senin 13 Oktober 2025.
Aksi ini ditujukan terhadap aktivitas tambang PT MAI, yang diduga telah beroperasi
secara ilegal di atas tanah milik warga tanpa persetujuan atau pemberitahuan yang sah.
Warga Desa Sagea-Kiya menyatakan penolakan tegas terhadap operasi tambang yang tidak hanya melanggar hak-hak masyarakat adat, tetapi juga telah menimbulkan kerusakan lingkungan.
Sesuai rilis yang diterima Tribunternate.com, warga masih terus melakukan aksi blokade terhadap jalur operasional perusahaan sebagai bentuk perlawanan atas perlakuan semena-mena tersebut.
“Sejumlah karyawan PT MAI diduga telah merusak dua unit mobil milik warga dengan menggunakan alat berat milik perusahaan. Tindakan ini memperburuk situasi dan memicu kemarahan warga yang hingga kini masih terus melakukan aksi blokade,” tegas Juru Bicara Koalisi Save Sagea, Mardani Legayelol.
Koalisi Save Sagea juga menyoroti dampak jangka panjang dari operasi tambang terhadap lingkungan hidup di kawasan Sagea-Kiya, khususnya terhadap ekosistem Karst Sagea dan Telaga Yonelo atau yang dikenal sebagai Talaga Lagaelol.
Kedua, ekosistem ini bukan hanya penting dari sisi ekologis, namun juga memiliki nilai kultural dan spiritual yang mendalam bagi warga Sagea-Kiya.
“Karst Sagea itu adalah benteng kami, tempat hidup kami, dan sumber air kami. Kami Lagaelol yang tidak hanya menjadi sumber kehidupan warga, tetapi juga tempat yang menyimpan nilai budaya dan ritus-ritus leluhur kami yang masih kami jaga hingga hari ini,” ujar Warga Sagea-Kiya, Lada Ridwan.
PT MAI diduga melanggar sejumlah regulasi, yakni Perpres 12/2025 tentang RPJMN 2025 – 2029 (Lampiran IV) halaman 264, kawasan Karst Bokimoruru merupakan 1 dari 3 kawasan prioritas
konservasi di Maluku Utara untuk perlindungan, pengelolaan, dan pemanfaatan kawasan konservasi.
Perda No. 3 Tahun 2024 tentang RTRW Kab. Halmahera Tengah tahun 2024 -2043, di mana wilayah Sagea ditetapkan sebagai zona Kawasan Karst kelas I dan diperuntukkan untuk konservasi dan penelitian.
Wilayah operasi PT MAI berada di zona penyangga Kawasan Karst Sagea, sehingga keberadaannya sangat berpengaruh pada ekosistem karst. Selain itu, PT MAI diduga tidak memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), bahkan ditengarai pembangunan Jetty PT MAI tidak mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Baca juga: 3 Berita Populer Malut: Rute Kunker Gibran Rakabuming di Maluku Utara - Pencemaran Nama Baik
Serta tidak memiliki dokumen persetujuan lingkungan dari Pemerintah. Untuk Koalisi Save Sagea menyatakan tuntutan sebagai berikut:
- Segera menghentikan seluruh aktivitas tambang PT Mining Abadi Indonesia di wilayah Desa Sagea-Kiya.
- PT MAI wajib bertanggung jawab atas kerusakan lahan warga dan dua unit kendaraan yang dirusak pada 12 Oktober 2025.
- Mendesak Pemerintah Halmahera Tengah dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk mengeluarkan rekomendasi ke pemerintah pusat untuk pencabutan izin operasi PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining di wilayah Sagea-Kiya.
- Mendesak aparat penegak hukum untuk menindak kegiatan ilegal yang dilakukan oleh PT MAI
"Dengan ini, kami tegaskan bahwa perjuangan warga Desa Sagea-Kiya bukanlah
sekadar soal tanah atau lahan. Ini adalah perjuangan mempertahankan kehidupan, lingkungan, dan identitas budaya yang telah diwariskan turun-temurun."
"Kami tidak akan diam menyaksikan tanah kami dirusak dan hak kami diinjak-injak demi kepentingan perusahaan dan alibi kemajuan ekonomi," tutur Mardani. (*)
LPKA Ternate Ikut Bimtek Penguatan Penyusunan Laporan Keuangan |
![]() |
---|
HUT ke 26 Provinsi, Kanwil Maluku Utara Serahkan Sertipikat PTSL dan Aset Tanah Pemprov |
![]() |
---|
3 Berita Populer Malut: Rute Kunker Gibran Rakabuming di Maluku Utara - Pencemaran Nama Baik |
![]() |
---|
Cek di Sini, Harga serta Buyback Emas Galeri 24, Antam dan UBS di Pegadaian Selasa 14 Oktober 2025 |
![]() |
---|
Dilantik Jadi Ketua Mabicab, Ubaid Yakub Siap Pacu Eksistensi Pramuka di Halmahera Timur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.