Benny Wenda Dituding Dalangi Kerusuhan Papua: Pernah Ditangkap hingga Berhubungan Dekat dengan OPM
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut bahwa tokoh separatis Papua Barat, Benny Wenda, sebagai dalang kerusuhan di Papua.
Dilansir dari pemberitaan Harian Kompas pada 11 Juni 2002, Benny ditangkap polisi karena diduga telah menghasut masyarakat dan memimpin sejumlah pertemuan gelap untuk menyerang pos-pos TNI/Polri pada Juni 2002.
Namun, penangkapan itu tidak diterima masyarakat Jayawijaya dengan melakukan demo ke kantor DPRD Papua.
Mereka menuntut agar polisi segera membebaskan Wenda.
Selain menangkap Wenda, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa dua paspor Indonesia milik Wenda dengan nomor H.59.3036, paspor Papua Niugini (PNG) bernomor 107107.
Polisi juga menyita tiga buah pipa ukuran 10 cm untuk membuat bom rakitan, satu busur dan 11 anak panah bermata kayu, delapan buah panah bermata besi, sejumlah peralatan kantor seperti stempel, bantal stempel, buku dan buletin.
Kemudian, diberitakan juga pada 29 Oktober 2002, Benny Wenda dan satu tahanan lain, Lasaeus Welila melarikan diri dari ruang tahanan dengan mencongkel jendela kamar mandi.
Benny diduga melarikan diri ke Papua Niugini hingga kemudian diketahui meminta suaka Pemerintah Inggris tak lama kemudian.
Relasi dengan OPM
Benny Wenda memiliki hubungan dekat dengan pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Pegunungan Tengah, Matias Wenda. Benny merupakan saudara kandungnya.
Dilansir dari Harian Kompas, penyerangan Polsek Abepura 6 Desember 2001 diduga atas kerja sama Benny Wenda bersama kakaknya Matias Wenda di wilayah perbatasan Jayapura-Papua Niugini.
Keduanya mengerahkan sekitar 500 warga Jayawijaya ke perbatasan Jayapura-PNG dengan alasan keamanan di Jayapura tidak terjamin.
Kelompok ini pula melakukan pembantaian terhadap enam warga pendatang pekerja kayu di perbatasan RI-PNG, Desember 2001.
Saat penangkapan Benny, polisi menemukan sejumlah dokumen mengenai perjuangan OPM dan Surat Keputusan Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka dan lainnya.
Dokumen-dokumen ini dimiliki Wenda sebagai bagian dari jaringan kerja sama dengan kelompok OPM.
Di pengadilan, Wenda didakwa jaksa setempat, telah bekerja sama dengan OPM berupaya membangun keresahan di kalangan masyarakat, memisahkan Papua dari Negara Kesatuan RI.