Virus Corona
Pesan Sandiaga Uno di Tengah Wabah Corona: 'Solidaritas' Mantra Sakti yang Membuat RI Berdiri Tegak
andi menyebutkan, solidaritas menjadi kata kunci dalam menyatukan rakyat, bahkan Republik Indonesia sejak masa penjajahan.
TRIBUNTERNATE.COM - Sandiaga Uno menyebutkan, solidaritas menjadi kata kunci dalam menyatukan rakyat, bahkan Republik Indonesia sejak masa penjajahan.
Kalimat tersebut diungkapkan Sandiaga Uno sebagai kunci bangsa dalam menghadapi wabah virus corona.
Kata kunci yang dapat mengeratkan seluruh rakyat dalam menghadapi wabah yang menjadi pandemik di dunia saat ini.
Hal tersebut diungkapkan Sandi dalam Instagramnya @sandiuno; pada Kamis (20/3/2020) malam.
Dalam video yang diunggahnya, Sandi menyebutkan, solidaritas menjadi kata kunci dalam menyatukan rakyat, bahkan Republik Indonesia sejak masa penjajahan.
• Jutaan Obat Covid-19 yang Disiapkan, Akan Disebarkan Pemerintah ke Warga Melalui Dokter Keliling
• Kata DPP PDI-P soal Krisdayanti Liburan ke Luar Negeri: Harusnya Beri Edukasi Corona ke Masyarakat
"Di tengah masa sulit ini izinkan saya mengajak kita semua untuk merenungi satu kata, 'solidaritas'. Inilah mantra sakti yang membuat republik ini dulu tegak berdiri," ungkap Sandi.
Hal tersebut dibuktikan dari sikap sejumlah tokoh pendiri bangsa pada masa kemerdekaan.
Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir dan para pendiri bangsa lainnya menyadari bahwa bangsa Indonesia tidak bisa memenangkan revolusi kemerdekaan tanpa dukungan dari bangsa-bangsa lain.
Bahkan ketika itu, lanjutnya, Pemerintah Indonesia mengambil inisiatif solidaritas terlebih dahulu.
Tepatnya, ketika India dilanda kelaparan hebat pada tahun 1946.
Indonesia yang masih menghadapi agresi Belanda justru membantu India ketika itu.
Perdana Menteri Sutan Syahrir berinisiatif mengirimkan setengah juta ton beras untuk India.
"Dari sinilah solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika muncul untuk mendukung kemerdekaan Indonesia dengan segala cara," imbuhnya.
Bung Karno kemudian mengikat solidaritas tersebut menjadi lebih erat lagi.
Antara lain melalui Konfrensi Asia-Afrika di Bandung yang melahirkan Dasa Sila Bandung serta pertemuan di Belgrade, Yugoslavia yang melahirkan Gerakan Non Blok.
Warisan solidaritas itu kemudian diteruskan oleh Soeharto melalui gerakan Selatan-Selatan dan partisipasi aktif dalam menangani konflik Indo-China dan Filipina Selatan.
"Solidaritas itulah yang menjamin soliditas bangsa-bangsa lain datang membantu kala kita membutuhkan," tambahnya.
Benih solidaritas yang ditanamkan sejak masa awal pemerinatahan Indonesia tersebut berbuah baik.
Hal itu ditunjukkan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika terjadi bencana maha dasyat gempa bumi dan tsunami Aceh pada tahun 2004.
Selain itu, sejumlah bencana-bencana lain di tahun berikutnya.
"Kita tegak berdiri, bukan saja karena kita kuat, tetapi juga solidaritas Internasional," jelas Sandi.
Terguncang dengan Keputusan Jokowi
Solidaritas yang ditanamkan dan dijaga sejak masa pemerintahan Soekarno tercoreng saat ini.
Bulan lalu ketika wabah corona atau Covid-19 melanda Tiongkok dan beberapa negara lain, seluruh pihak termasuk Sandi mengaku terguncang melihat langkah yang diambil pemerintah.
Bukan rencana darurat yang disiapkan, tetapi insentif sektor pariwisata.
"Pintu masuk bukan dipersempit, malah dibuka lebar. Bukan tenaga medis yang dipersiapkan, tetapi anggaran untuk influencer asing," ungkap Sandi.
"Kita melihat petaka di luar (negeri) sebagai peluang (untuk) di dalam. Adakah gagasan solidaritas sudah lenyap dalam jiwa kita bangsa Indonesia," jelasnya.
• Catat! Suhu Normal Tubuh Manusia, Lebih dari 38 Derajat Bisa jadi Gejala Corona
• Wakil Wali Kota Bogor: Wartawan yang Konferensi Pers dengan Bima Arya Akan Dilakukan Tes Covid-19
Sandi mengaku sangat mendukung keinginan pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi Indonesia tidak mungkin tumbuh di tengah ladang yang tandus.
"Berharap situasi negatif luar negeri jadi kesempatan besar untuk kita. Sama saja dengan menyembunyikan kepercayaan diri kita untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain," tegasnya.
Sebab, menurutnya, untuk menjadi bangsa yang maju, Indonesia butuh persaingan yang berorientasi pada efisiensi dan inovasi.
Bukan berusaha menangguk untung dari kemalangan bangsa lain.
Jokowi Harus Tampil
Sekarang, wabah yang dulu dianggap peluang tersembunyi sudah mendatangi Indonesia.
Menurut data terakhir, rasio kematian akibat virus corona di Indonesia jauh di atas rasio rata-rata kematian di dunia.
"Lawan (virus corona) yang dipandang remeh lalu memukul lebih keras, kelalaian bisa mengubah bencana menjadi tragedi," jelas Sandi.
"Di negara demokrasi, rakyatlah panglimanya. Bukan ekonomi atau politik," tambahnya.
Seluruh usaha menghadapi corona ditegaskan Sandi sepenuhnya harus dilakukan untuk kepentingan rakyat.
Rakyat butuh pemerintah yang tanggap, bukan yang gemar menangkap.
Pemimpin-pemimpin yang mau mendengarkan, bukan malah mereka yang berbeda di sosial media.
Pemimpin-pemimpin yang terus mendengarkan inilah yang diperlukan olah bangsa dan rakyat Indonesia.
Bukan pemimpin-pemimpin yang merisak mereka yang berbeda di sosial media.
Pemerintah yang satu suara, bukan masing-masing pejabat yang bersuara sumbang.
"Presiden Jokowi tentunya punya kapasitas untuk menghadapi masalah besar ini," jelas Sandi.
"Kita berharap beliau segera muncul sebagai Panglima Tertinggi mengerahkan segenap sumber daya bangsa untuk berperang menghadapi corona," tambahnya.
Jokowi sebagai seorang negarawan, katanya, harus berada di barisan terdepan.
Bukan hanya menggalang solidaritasa dari bangsa-bangsa lain di dunia, tetapi juga mempererat komponen bangsa dalam menghadapi virus corona.
"Penyebaran virus ini bisa kita atasi dengan soliditas komponen bangsa dan solidaritas dengan bangsa-bangsa lain di dunia," ungkap Sandi.
"Penyebaran virus ini tentunya kita atasi dengan soliditas komponen bangsa dan solidaritas dengan bangsa-bangsa lain di dunia," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Pesan Menohok Sandiaga Uno untuk Jokowi. Solidaritas Antarbangsa Pudar, Tergantikan Target Ekonomi