Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Marak Diskon Hukuman Koruptor, Cara Pandang MA Dinilai Berubah hingga Komitmen Dipertanyakan

Terbaru, MA mengabulkan PK mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dan mengurangi hukuman Anas

Tribunnews.com/Theresia Felisiani
Anas Urbaningrum 

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Yogyakarta Zaenur Rohman berpendapat, ada perubahan cara pandang MA terhadap kasus korupsi yang menyebabkan maraknya diskon hukuman koruptor.

Zaenur menilai, hal itu tak lepas dari pensiunnya hakim agung Artidjo Alkostar yang menurut dia telah memasang standar sangat tinggi dalam menjatuhkan hukuman kepada para koruptor.

"Para hakim agung yang ada sekarang memiliki sikap dan pandangan yang berbeda terhadap kasus korupsi, berbeda dengan dahulu ketika Artidjo Alkostar," kata Zaenur.

Pakar hukum pidana pada Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, perubahan cara pandang itu dipengaruhi juga oleh revisi UU KPK.

Sebab, menurut Fickar, revisi UU KPK telah membuat tindak pidana korupsi tidak lagi dianggap sebagai kejahatan luar biasa.

"Situasi ini juga berpengaruh pada hakim-hakim agung dalam memandang tindak pidana korupsi, sehingga komitmennya pada pemberantasan korupsi terdegradasi dan dengan mudah menurunkan hukumannya," kata Fickar.

Fickar dan Zaenur sama-sama mendorong Komisi Yudisial untuk turun tangan mengawasi proses pengambilan putusan yang memberikan keringanan kepada para koruptor.

Sebab, ada potensi koruptor menggunakan segala cara untuk mengurangi hukumannya termasuk dengan cara menyuap para hakim agung.

"Jika perlu bisa bekerja sama dengan KPK untuk menyadap para hakim agung, terutama yang menangani korupsi karena sangat mungkin pengurangan itu terjadi karena adanya suap, KY sendiri punya kewenangan menyadap," kata Fickar.

Soal Napi Koruptor, Najwa Shihab Ucap Terimakasih ke Jokowi hingga Titip Pesan Ini ke Yasonna Laoly

Tanggapan MA

Menjawab kritik tersebut, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro menegaskan, permohonan PK yang dikabulkan MA merupakan koreksi atas kekeliruan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Bukan tidak mungkin dalam putusan tersebut terdapat kesalahan atau kekeliruan yang merupakan kodrat manusia, termasuk hakim yang memeriksa dan memutus perkara," kata Andi.

Berdasarkan pengamatan MA, menurut Andi, salah satu alasan pengurangan hukuman adalah ketidakserasian vonis antara satu terpidana dengan yang lain.

Ia mencontohkan, seorang terpidana dihukum tujuh tahun penjara, sedangkan terpidana lain dihukum tiga tahun penjara.

Padahal, kedua terpidana itu melakukan perbuatan dengan kualitas perbuatan yang sama.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved