Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Trending di Twitter, Ini Alasan Serikat Buruh hingga Fraksi Demokrat & PKS Tolak RUU Cipta Kerja

Sejak Senin (5/10/2020) pagi, kata kunci #BatalkanOmnimbusLaw menjadi trending topic di media sosial Twitter.

Tribunnews/Muhammad Iqbal Firdaus
Massa menggelar aksi menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9/2019). Aksi yang diwakili oleh buruh, mahasiswa, dan rakyat sipil ini menolak DPR mengesahkan RKUHP yang dianggap dapat mengancam rakyat Indonesia. 

Sebelumnya, Iqbal juga merinci tujuh isu yang diusung buruh dalam menolak RUU omnibus law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, yaitu:

  1. Menolak penghapusan Upah Minimum Sektoral (UMSK) dan pemberlakuan Upah Minimum Kabupaten/Kota bersyarat
  2. Menolak pengurangan nilai pesangon, dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Pesangon senilai 19 bulan upah dibayar pengusaha, sedangkan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan
  3. Menolak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang bisa terus diperpanjang alias kontrak seumur hidup
  4. Menolak Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batasan jenis pekerjaan
  5. Menolak jam kerja yang eksploitatif
  6. Menuntut kembalinya hak cuti dan hak upah atas cuti, termasuk cuti haid, dan cuti panjang
  7. Karena karyawan kontrak dan outsourcing bisa berlaku seumur hidup, maka buruh menuntut jaminan pensiun dan kesehatan bagi karyawan kontrak dan outsourcing.

Fraksi Partai Demokrat

Dalam Rapat Kerja Pengambilan Keputusan Tingkat I yang digelar DPR dan pemerintah, Sabtu (3/10/2020), menghasilkan kesepakatan RUU Cipta Kerja akan dibawa ke rapat paripurna.

Namun, ada dua fraksi yang menyatakan penolakan, yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Menurut Ketua Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Partai Demokrat Ossy Dermawan, di tengah situasi pandemi Covid-19, pembahasan RUU Cipta Kerja tidak memiliki urgensi dan kegentingan yang memaksa.

Kedua, RUU ini membahas secara luas beberapa perubahan UU secara sekaligus (omnibus law).

Oleh karena itu, perlu dicermati dengan hati-hati dan mendalam karena dampak yang ditimbulkan oleh RUU akan sangat besar.

"Terutama terkait hal-hal fundamental yang menyangkut kepentingan masyarakat luas," kata Ossy seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (4/10/2020).

Ketiga, terkait tujuan RUU Cipta Kerja untuk mendorong investasi, hak dan kepentingan kelompok pekerja juga tidak boleh diabaikan.

Pada kenyataannya, sejumlah regulasi dalam RUU ini berpotensi memangkas hak dan kepentingan kaum pekerja.

Selanjutnya, Ossy menyebut bahwa RUU ini dipandang telah bergeser dari semangat nilai-nilai Pancasila ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan neo-liberalistik.

Terakhir, ia menilai bahwa pembahasan RUU tersebut juga cacat prosedur. Pasalnya, beberapa pembahasan hal-hal penting di dalam RUU dinilai kurang transparan.

Fraksi PKS

Selain Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKS yang diwakili Ledia Hanifa dalam Rapat Kerja Pnegambilan Keputusan Tingkat I yang menghasilkan kesepakatan RUU Cipta Kerja akan dibawa ke rapat paripurrna, juga menyatakan penolakan.

Mewakili PKS, Ledia mengapresiasi sejumlah ketentuan dala RUU Cipta Kerja terkait kemudahan berusaha yang jika dilakukan secara konsisten dan konsekuen akan dapat memangkas proses bisnis di Indonesia.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved