Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Setahun Pemerintahan Jokowi

Setahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin: Terorisme dan Separatisme Dinilai Masih Jadi Isu Besar

Pakar politik sekaligus Direktur LPI Boni Hargens menilai, isu terorisme dan separatisme masih menjadi isu besar dalam pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.

Biro Pers Setpres/Lukas
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato secara virtual dalam acara sidang terbuka Peringatan 100 Tahun Perjalanan Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia, Jumat (3/7/2020). 

TRIBUNTERNATE.COM - Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin telah berjalan selama satu tahun, terhitung sejak keduanya dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2019.

Pakar politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai, isu terorisme dan separatisme masih menjadi isu besar dalam pemerintahan Jokowi-Maruf Amin ke depan.

Boni Hargens mengatakan, terkait terorisme, koordinasi dan kolaborasi antar instansi (TNI, POLRI, dan BIN) mutlak harus dilakukan.

Sebab, terorisme tidak boleh lagi dipandang sebagai tindak kriminal tetapi harus dinyatakan sebagai tindakan perang.

Amerika Serikat sudah melakukan itu setelah serangan 11 September 2001.

Presiden Bush ketika itu menegaskan terorisme adalah tindakan perang sehingga peran tentara, polisi, dan intelijen menjadi sentral dalam satu koordinasi khusus yang efektif.

"Isu separatisme yang menguat dalam setahun terakhir hanyalah Gerakan Papua Merdeka, meskipun sempat ada isu soal Republik Maluku Selatan (RMS) tetapi itu hanyalah seremoni peringatan biasa," kata Boni saat dihubungi Tribunnews, Selasa (20/10/2020).

Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf Amin: Sederet Pernyataan Kontroversial hingga Prediksi Puncak Pandemi Covid-19

Baca juga: Nama Presiden Jokowi Diabadikan Jadi Nama Jalan di Abu Dhabi oleh Pemerintah UEA

Boni menambahkan, GAM di Aceh juga sempat kembali menggeliat, tetapi sekarang tidak lagi terdengar.

Gejolak di Papua tak pernah berhenti.

Bahkan, ada yang mengatakan, pendekatan militer sudah tidak tepat.

"Saya agak berbeda. Militer sangat dibutuhkan di Papua bukan untuk membunuh tetapi untuk melindungi. Karena faktanya, rakyat kecil di sana juga disandera oleh kelompok separatis. Kalau tidak ada TNI, lalu siapa yang akan melindungi masyarakat yang disandera separatis?" ucap Boni.

"Saya sepakat bahwa hubungan sipil-militer harus ditata sesuai dengan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi tetapi cara berpikir kita juga harus bergeser, jangan lagi memakai paradigma lama yang melihat militer sebagai masalah," tambahnya.

Lebih lanjut, Boni menyebut Militer sudah banyak mengalami reformasi, baik dalam paradigma dan tindakan, sesuai amanat UU Militer tahun 2004.

Kemajuan ini yang harus diapresiasi dan rawat terus ke depan.

Satu hal lagi yang penting, bahwa kemiskinan dan ketidakadilan sosial di tanah Papua tidak disebabkan oleh faktor tunggal.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved