Satgas Covid-19 Bantah Pilkada Serentak 2020 Jadi Kluster Baru Kasus Infeksi Virus Corona
Menurut Wiku Adisasmito, kampanye dan rangkaian Pilkada Serentak 2020 lainnya tidak menyebabkan efek yang signifikan terhadap penambahan kasus positif
Menanggapi Pilkada Serentak 2020 yang dilaksanakan pada Rabu (9/12/2020), epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, menilai bahwa sejak awal seharusnya penetapan pilkada ini sudah mempertimbangkan pengalaman dari permasalahan serupa di negara lain.
"Terkait potensi pilkada ini sebenarnya belajar dari studi-studi kasus pilkada, yang ada pemilu di luar (negeri), ya tidak jauh dari masalah peningkatan test positivity rate-nya (angka kasus positif)," kata Dicky kepada Kompas.com, Selasa (8/12/2020).
Berdasarkan Risk Assessment Score terhadap rencana pilkada, hasilnya menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadi penularan dan penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
Angka-angka kasus positif terinfeksi Covid-19 itu sendiri, kata Dicky, bisa mengalami peningkatan di setiap wilayah yang menyelenggarakan kegiatan pilkada ini.
Namun, seberapa besar kemungkinan presentase peningkatan kasus baru ini tidak bisa disamaratakan di semua daerah penyelenggara pilkada 2020.
"Tergantung prevalensi di wilayahnya itu penambahannya (kasus infeksi baru)," ujarnya.
Menurut dia, penambahan kasus positif infeksi Covid-19 baru itu juga sudah seringkali terjadi dalam beberapa kegiatan yang bersifat menimbulkan keramaian.
Seperti pertemuan massa (mass gathering), duel pilkada ataupun pelaksanaan pemilu langsung di lapangan.
"Kalau misalnya seperti di Australia, dilaksanakan (pemilu/pilkada) ketika test positivity rate yang rendah, prevalensi rendah; presentase penularannya masih di bawah 1 yaitu sekitar 0,2 -0,3 persen (per hari), jadi tidak ada klaster (baru)," kata dia.
Namun kalau seperti Amerika, Rusia dan lain sebagainya, di mana pelaksanaan pilkada dilakukan pada saat test positivity rate atau angka kasus baru positif terinfeksi Covid-19 per hari nya masih di atas 10 persen atau bahkan di atas 15 persen, Dicky menyebut bahwa hal ini bisa berbahaya.
"Ya sekarang kita lihat angka kematiannya (di negara-negara tersebut) bisa 2.000-an sehari, angka kasusnya (infeksi baru) menembus 200.000-an sehari," tuturnya.
Pada saat ini, Dicky menilai bahwa kondisi di Indonesia tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pilkada di Amerika beberapa waktu yang lalu, yaitu pilkada dilaksanakan pada saat angka kasus positif infeksi baru Covid-19 masih cukup tinggi.
"Jadi kurang-lebih ya Indonesia ya seperti itu (Amerika), hanya masalahnya di Indonesia adalah cakupan testing yang rendah," kata Dicky.
"Jadi, kita hanya akan melihat akhirnya kasus-kasus yang sudah terlambat, ya kasus-kasus yang meninggal. Kemudian, yang meninggal akibat infeksi Covid-19 bisa jadi tidak tercatat kasusnya di rumah sakit (karena tidak ketahuan, tidak di-testing)," ucap dia.
Kerumunan massa dan penularan virus SARS-CoV-2 yang tidak terdeteksi pada populasi rentan menyebabkan wabah dengan rasio kematian tinggi di distrik atau wilayah pilkada.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pilkada Serentak 2020, Waspada Potensi Peningkatan Kasus Covid-19"
Penulis : Ellyvon Pranita
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Satgas Bantah Pilkada Serentak Jadi Klaster Pertambahan Jumlah Kasus Positif Covid-19
Penulis: Larasati Dyah Utami