Kata Peneliti Soal Temuan Susu Formula Terkontaminasi Bakteri: Negara Abaikan Hak Kesehatan Anak
Adanya temuan tersebut mengindikasikan negara abai atas kewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap hak kesehatan anak.
“Argumentasi yang dilakukan David L. Tobing dkk untuk meletakan kasus ini pada spektrum yang lebih luas, terkait kewajiban negara terhadap publik itu tidak muncul. Karena perdebatannya selalu dialihkan kepada aspek formil tersebut,” kata Eko.
Saat itu mahkamah agung (MA) memutuskan BPOM, Kemenkes dan IPB harus menunjukan merek Sufor yang menjadi objek penelitian.
MA juga meminta ketiga lembaga tersebut mengambil langkah untuk membuktikan Sufor yang dikonsumsi publik itu aman.
Namun saat tiga lembaga tergugat itu mengajukan peninjauan kembali (PK), putusan PK dikatakannya aneh, karena MA menganggap keputusan sebelumnya batal.
“Proses yang panjang untuk memperjuangkan hak publik dengan debat yang panjang, tiba-tiba selesai dalam satu paragraf, yang pada pokoknya MA pada putusan PK mengatakan secara formil putusan eksepsi harusnya dibuat terpisah, tidak tergabung dengan putusan yang sama pada kasus utamanya. Karena itu tidak dilakukan, maka proses keseluruhannya menjadi batal,” ujarnya.
Eko mengatakan penelitian yang terkait hak publik harusnya diletakan dalam spektrum yang lebih besar, tidak hanya sebatas formil prosedural agar menjadi catatan yang serius.
Pemerintah dan perguruan tinggi harusnya bisa mendorong agar korporasi menghormati hak kesehatan bagi anak di Indonesia.
“Kasus ini menjadi pelajaran yang serius. Tiga instansi itu tidak meletakan dirinya sebagai duty barrier yang memiliki kewajiban atas HAM, yang seakan-akan ini kasus biasa/kecil. Sehingga mereka menggunakan berbagai macam cara untuk membela diri. Yang penting dirinya tidak disalahkan dari proses pengadilan. Dan itu dilakukan secara serius dengan memutar-mutar argumentasi,” ujar Eko.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Soal Temuan Susu Formula Berbakteri, Peneliti: Negara Abai Terhadap Kesehatan Anak