Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

IDAI Belum Rekomendasikan Sekolah Tatap Muka Dimulai Juli 2021, Ini Alasannya

Kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah yang dimulai pada Juli 2021 mendatang mendapat sorotan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Kompas.com
ILUSTRASI pembelajaran atau sekolah tatap muka. Suasana belajar MTs Lubuk Kilangan. 

TRIBUNTERNATE.COM - Kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah yang akan dimulai pada Juli 2021 mendatang mendapat sorotan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

IDAI belum merekomendasikan dilaksanakannya pembelajaran tatap muka mengingat pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Dalam keterangan resmi IDAI dijelaskan bahwa rekomendasi ini dikeluarkan berdasarkan sejumlah kajian-kajian seperti peningkatan kasus jumlah aktif virus corona di tanah air.

Dimana ditemukannya varian of concern (VoC) pada Maret lalu maupun cakupan vaksinasi yang belum memenuhi target.

"Melihat situasi dan penyebaran Covid-19 di Indonesia, saat ini sekolah tatap muka belum direkomendasikan," tulis Ketua Umum IDAI dr Aman B Pulungan pada Rabu (28/4/2021).

IDAI menilai persyaratan untuk dibukanya kembali sekolah antara lain terkendalinya transmisi lokal yang ditandai dengan positivity rate kurang lebih 5 persen dan menurunnya tingkat kematian.

Selain itu, jika sekolah ingin tetap tatap muka maka pihak penyelenggara harus menyiapkan blended learning anak dan orang tua agar diberikan kebebasan untuk memilih metode pembelajaran luring atau daring.

"Anak yang belajar luring dan daring harus mendapatkan hak yang sama," ucap dia.

IDAI mengingatkan, prediksi jangka waktu pandemi Covid-19 masih belum dapat ditentukan, maka guru dan sekolahnya hendaknya dapat mencari inovasi baru dalam proses belajar mengajar misalnya memanfaatkan ruang terbuka seperti taman, lapangan, sekolah di alam terbuka.

Baca juga: Trending di Twitter, Berikut Fakta Penangkapan Babi di Depok: Warga Gelar Pengajian Sebelum Sembelih

Baca juga: Tanggapi Penangkapan Munarman, Rocky Gerung: dari Dulu Dianggap Harus Disingkirkan

Baca juga: THR PNS 2021: Cair Mulai H-10 Lebaran, Pemerintah Alokasikan Rp45,4 Triliun, Simak Besarannya

Baca juga: Jokowi Dikabarkan Akan Lantik Indriyanto Seno Adji Jadi Dewas KPK Pengganti Artidjo, Ini Profilnya

Sebelumnya, pembelajaran tatap muka terbatas ditargetkan dimulai di tahun ajaran baru pada Juli 2021 mendatang.

Hal itu bisa dimulai setelah guru dan tenaga pendidik di sekolah tersebut sudah divaksin Covid-19.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy mengatakan, vaksinasi pada guru dan tenaga pendidik ditargetkan selesai pada Juni 2021.

Ahli: Perlu Genjot Testing Covid-19 Sebelum Memutuskan Kebijakan Pembelajaran Tatap Muka

Juru bicara Satgas Covid-19 RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr Tonang Dwi Ardyanto, menilai pemerintah perlu menggenjot testing Covid-19 sebagai pijakan membuat keputusan.

Keputusan itu seperti terkait mudik Lebaran 2021 hingga pembelajaran tatap muka di sekolah.

Menyoroti lonjakan kasus Covid-19 di Brazil dan India, Tonang menyebut hal itu terjadi karena testing masif yang dilakukan di negara tersebut.

Tonang mengungkapkan, pada 26 Maret 2021 lalu Brazil melaporkan 100.158 kasus baru dalam 24 jam saja.

"Ini mengejutkan karena sebelumnya, sempat melandai perkembangannya di Brazil," ungkap Tonang, Rabu (7/4/2021), dikonfirmasi Tribunnews.com.

Disusul India, 5 April 2021, melaporkan 103.558 kasus baru dalam sehari.

"Di India, ini berarti melebihi puncak sebelumnya sebanyak 97.894 kasus baru dalam sehari di akhir September 2020," ujarnya.

Diketahui Brazil berpenduduk 213,7 juta dan total kasusnya sudah mencapai 13 juta.

Jumlah kematian 333 ribu dengan total tes 133.827 per 1 juta penduduk.

Sementara itu India berpenduduk 1,39 M dengan total kasus 12,7 juta.

Jumlah kematian 165 ribu dengan total tes 179.111 per 1 juta penduduk.

Tonang mengungkapkan saat ini terjadi tren peningkatan kasus Covid-19 di dunia, termasuk di Brazil dan India.

"Standar minimal jumlah tes adalah 1.000 per 1 juta penduduk per pekan. Dengan jumlah tes tersebut, dapat diterima logika bahwa bisa melaporkan kasus baru sampai 100 ribu dalam sehari di Brazil dan India," ungkapnya.

Sementara itu di Indonesia, data pada 4 dan 5 April 2021 menunjukkan jumlah tes yang dilaporkan 33.881 ribu dan 38.347.

Namun, Tonang menyebut jika angka itu masih memasukkan hasil tes antigen negatif.

"Angka yang lebih tepat (jumlah tes) adalah 22.238 dan 24.817."

"Artinya masih jauh di bawah standar minimal. Angka positivitas juga relatif masih tinggi dan belum stabil," ungkap Tonang.

Dengan jumlah testing tersebut, lanjut Tonang, laporan jumlah kasus baru selama sekitar empat pekan terakhir ini, pada kisaran 5 ribu kasus baru per hari.

Tonang menyebut jika hal ini patut dipertanyakan, apakah benar perkembangan kasus Covid-19 sudah menurun.

Padahal sebelumnya sempat mendekati lebih dari 15 ribu tambahan kasus Covid-19 dalam sehari.

"Kalau misalnya jumlah testing sesuai standar, apakah jumlah kasus barunya lebih tinggi? Secara jumlah absolut, sangat mungkin bertambah. Tapi tingkat positivitas (positive rate) diharapkan justru turun. Itu yang rasional dan logis," ujarnya.

Hal ini, lanjut Tonang, pernah terjadi di Indonesia pada bulan Oktober-November 2020.

Walau kapasitas testing masih sedikit di bawah standar, kasus baru memang masih sedikit meningkat, tapi angka positivitas justru menurun.

"Dengan demikian, kita bisa menangkap kecenderungan yang seperti harapan. Tapi kemudian kondisi berubah di Desember dan Januari, angka positivitas justru meningkat lagi," ungkap Tonang.

Karena jumlah testing belum cukup, Tonang menyebut menjadi gamang menentukan sikap dan tindak lanjut.

"Mau meyakini sudah rendah, datanya belum representatif. Mau menolak hasil yang menurun, rasanya kok tidak bersyukur," ungkapnya.

Maka dari itu, testing masif perlu dilakukan di Indonesia pada saat ini.

"Mumpung tren sedang menurun, walau di dunia sedang terjadi peningkatan, mari kita genjot test agar justru membuktikan bahwa kita benar-benar sudah mengalami penurunan kasus," ungkap Tonang.

Bila dalam waktu minimal tiga pekan ke depan, jumlah tes di Indonesia dikebut, maka lebih mudah memutuskan sejumlah kebijakan.

"Apakah membolehkan mudik atau tidak, bagaimana rencana tatap muka di semester depan untuk sekolah, dan banyak hal lain," ungkap Tonang.

Tidak terpenuhinya target testing menjadikan kebingungan dalam pengambilan keputusan.

"Saat ini, menjadi bingung, kasus dilaporkan terus menurun, angka kesembuhan dilaporkan terus meningkat, tapi kok mudik dilarang? Ini sulit dijelaskan. Kecuali kalau memang datanya jelas dan valid," ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ini Alasan IDAI Belum Rekomendasikan Sekolah Tatap Muka Dimulai Juli 2021

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved