Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Buntut Polemik 75 Pegawai KPK yang Dinonaktifkan, Firli Bahuri Cs Dilaporkan ke Ombudsman RI

Para pegawai KPK yang dinonaktifkan tempuh upaya lain dengan melaporkan pimpinan KPK ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi pelaksanaan TWK.

Tribunnews/Herudin
Ketua KPK, Firli Bahuri saat konferensi pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) KPK dalam kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Minggu (6/12/2020) dini hari. 

TRIBUNTERNATE.COM - Pada Senin (17/5/2021), Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan pernyataan resmi terkait polemik 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam pernyataannya, Jokowi menyebut bahwa hasil TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang tak lolos.

Menurutnya, jika pegawai yang tak lolos tersebut masih ada kekurangan, seharusnya mereka masih diberi kesempatan memperbaiki kesalahan. Misalnya melalui pendidikan kedinasan.

Selain itu, Jokowi juga mengingatkan alih status menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK.

Hal tersebut sejalan dengan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi UU KPK hasil revisi.

Maka, Jokowi meminta Ketua KPK Firli Bahuri, MenPANRB Tjahjo Kumolo, dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana untuk menindaklanjuti nasib 75 pegawai KPK yang kini dinonaktifkan.

Namun demikian, hingga Rabu (19/5/2021), belum ada tindak lanjut dari pimpinan KPK atas perintah Presiden Jokowi tersebut.

Baca juga: Daftar Harta Kekayaan 5 Pimpinan KPK yang Dilaporkan 75 Pegawai ke Ombudsman RI, Terbanyak Firli Bahuri

Baca juga: Presiden Jokowi: Hasil TWK Hendaknya Tidak Jadi Dasar Pemberhentian 75 Pegawai KPK!

Para pegawai KPK yang dinonaktifkan pun mendesak Firli segera mengikuti perintah Jokowi.

Perwakilan 75 pegawai KPK, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko, meminta Firli tak mengulur waktu melaksanakan arahan Jokowi dan segera mencabut SK penonaktifan.

"Kepala negara kan sudah memberikan statement, sudah memutuskan. Mau apa lagi yang digoreng-goreng, yang dimasak-masak?,” kata Sujanarko di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (19/5).

Sujanarko menyebut semakin lama penonaktifan pegawai berlangsung, semakin besar pula kerugian negara. Sebab para pegawai tetap digaji tapi tidak bekerja.

"Dengan dibayarnya 75 pegawai tanpa boleh bekerja itu sama saja dengan merugikan keuangan negara. Karena apa? Karena kami semua digaji dari pajak yang dibayar oleh pemerintah," ucap Sujanarko.

"Bayangkan kalau nanti ada nonaktif 1 tahun 3 bulan, berapa uang negara yang telah dirugikan oleh pimpinan?," lanjutnya.

Selain menyuarakan protes, para pegawai KPK yang dinonaktifkan juga menempuh upaya lain dengan melaporkan pimpinan KPK ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi pelaksanaan TWK.

"Teman-teman sekalian, hari ini kami mewakili 75 orang pegawai membuat pelaporan resmi terkait dengan proses TWK yang dilakukan oleh KPK," ucap Sujanarko di Kantor Ombudsman RI, Rabu (19/5/2021).

Ia mengatakan, dugaan pelanggaran maladministrasi yang dilakukan kelima pimpinan KPK tersebut terbilang banyak.

Setidaknya ada enam pelanggaran yang telah dilakukan terkait itu. Beberapa di antaranya yaitu pelanggaran maladministrasi dalam proses wawancara dan penonaktifan 75 pegawai KPK.

"Hampir ada enam indikasi yang kita sampaikan pimpinan KPK telah melakukan maladministrasi, termasuk penonaktifan karena itu tidak ada dasarnya," ucap dia.

Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi dan Instansi KPK Sujanarko (kiri) bersama Penyidik Senior KPK Novel Baswedan (kanan) dan pegawai KPK lainnya memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung KPK C-1, Jakarta, Senin (17/5/2021). Dalam keterangannya, 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang gagal tes wawasan kebangsaan melaporkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Indriyanto Seno Adji karena diduga pelanggaran kode etik.
Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi dan Instansi KPK Sujanarko (kiri) bersama Penyidik Senior KPK Novel Baswedan (kanan) dan pegawai KPK lainnya memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung KPK C-1, Jakarta, Senin (17/5/2021). (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Sujanarko menuturkan, dengan dilaporkannya dugaan maladministrasi lima pimpinan KPK tersebut akan masalah di KPK akan selesai secepatnya.

Sebab, kata dia, Ombudsman RI mempunyai wewenang untuk memanggil pihak-pihak terkait, termasuk pemanggilan secara paksa.

"Dengan kewenangan Ombudsman RI kita harapkan Ombudsman RI bisa menyelesaikan kasus ini dengan secepatnya," ucap dia.

"Konteksnya adalah agar negeri ini tidak gaduh dengan hal-hal remeh temeh seperti itu. kira-kira publik lah yang kita pentingkan daripada kasus-kasus sepanjang ini," tambahnya.

Terkait laporan dari para pegawai KPK itu, Ketua Ombudsman RI, Mokhamad Najih, menyatakan lembaganya memiliki kewenangan memeriksa siapa pun pihak yang dilaporkan.

Namun, ia belum bisa memastikan apakah Firli Bahuri cs akan diperiksa terkait pelaporan ini.

"Siapa pun yang dilaporkan itu kami punya kewenangan untuk memeriksa," ujar Najih usai menerima laporan 75 pegawai KPK di Gedung Ombudsman RI, Jakarta.

Ia menyatakan laporan tersebut akan ditindaklanjuti sesuai prosedur dan tanpa kegaduhan.

Sehingga kedua pihak bisa mendapatkan solusi terbait atas polemik penonaktifan tersebut.

"Kami harapkan masalah ini bisa diselesaikan dengan tidak gaduh. Sehingga semua pihak mendapatkan solusi baik dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi," ucapnya.

Ia menyebut laporan para pegawai KPK akan ditangani Keasistenan Utama Bidang VI Ombudsman RI.

Namun, ia tak bisa menjamin laporan tersebut tuntas dalam waktu dekat.

"Kami punya mekanisme yang tidak mungkin itu ditempuh 1-2 hari," kata Najih.

Baca juga: Pertanyakan TWK, Eks Ketua KPK: Mestinya TWK Tidak Beda-bedakan antara Pegawai KPK atau ASN

Baca juga: Dinonaktifkan KPK, Harun Al Rasyid Siap Buktikan Dirinya atau Firli Bahuri yang Tak Berintegritas

Pimpinan Pasrah

Terpisah, Komisioner KPK Alexander Marwata mengeklaim keputusan soal menonaktifkan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat menjadi ASN adalah keputusan bersama semua pimpinan.

Menurut Alex, semua keputusan pimpinan sudah dibahas dan didiskusikan.

"Kami pimpinan selalu membahas dan berdiskusi tidak saja dengan semua pimpinan, bahkan dengan jajaran pejabat struktural KPK. Hal ini kami lakukan sebagai perwujudan kepemimpinan kolektif kolegial. Semua keputusan yang diambil adalah keputusan bersama, bukan keputusan individu salah seorang Pimpinan KPK," kata Alex kepada wartawan, Rabu (19/5/2021).

Ia pun menyebut bahwa setiap keputusan pimpinan KPK sudah berdasarkan pembahasan. Termasuk mengenai ketentuan TWK hingga SK.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. (Tribunnews/Jeprima)

"Semua produk kebijakan yang dikeluarkan oleh kelembagaan KPK seperti peraturan komisi, peraturan pimpinan, surat keputusan, surat edaran dan semua surat yang ditandatangani oleh ketua kami pastikan sudah dibahas dan disetujui oleh 4 pimpinan lainnya," ujar Alex.

"Semua keputusan kelembagaan diambil melalui proses pembahasan bersama secara kolektif kolegial oleh seluruh Pimpinan KPK," tegas dia.

Terkait laporan dan pengaduan dari 75 pegawai KPK ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan Ombudsman RI, Alex menyebut pimpinan menghormati pelaporan oleh Novel Baswedan dkk tersebut.

Sebab, pelaporan merupakan hak masyarakat. Pimpinan KPK pun menyerahkan proses laporan itu kepada Dewas KPK.

"Pimpinan KPK menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut pelaporan tersebut kepada Dewan Pengawas KPK sesuai dengan tugas dan kewenangan Dewan Pengawas," kata Alex.

(tribun network/den/ham/dod)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul “Buntut 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, Firli Bahuri Cs Dilaporkan ke Ombudsman RI”

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved