Ekonomi Tumbuh Pesat di Kuartal II 2021, Banggar DPR RI: Ingat, 6 Tantangan Ini Masih Harus Dihadapi
Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 7,07 persen pada kuartal II 2021, tetapi Indonesia masih akan terus menghadapi enam tantangan ekonomi berat. Apa saja
TRIBUNTERNATE.COM - Pada Kamis (5/8/2021), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal II 2021 yang tumbuh sebesar 7,07 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Dengan capaian tersebut, ekonomi Indonesia akhirnya mampu kembali ke zona positif.
Namun demikian, Indonesia masih akan terus menghadapi tantangan di masa depan, termasuk pandemi Covid-19 yang tak kunjung selesai.
Menurut Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, Indonesia masih akan menghadapi enam tantangan yang berkaitan dengan masa pandemi Covid-19.
Tantangan pertama yakni kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diterapkan mulai 3 Juli hingga 9 Agustus 2021.
Kebijakan ini membawa konsekuensi perlambatan ekonomi pada kuartal III 2021 dan bahkan memantik kontraksi 1,7-2 persen.
“Ini perlu menjadi perhatian pemerintah,” kata Said dalam siaran persnya, Jumat (6/8/2021).
Kedua, pemerintah harus disiplin mencapai target penurunan Covid-19 dengan kebijakan PPKM-nya.

Hal tersebut perlu dilakukan agar tingkat kontraksi ekonomi pada kuartal III 2021 tidak terlalu dalam.
“Dengan keberhasilan pengendalian Covid-19 dan PPKM tidak diperpanjang, maka saya perkirakan pada kuartal IV 2021, pertumbuhan ekonomi bisa kembali ke zona positif pada kisaran 4,7-5,2 persen,” tutur Said.
Tantangan ketiga, kata Said, yakni meningkatnya kasus positif Covid-19 di desa-desa.
Data BPS juga menunjukkan adanya kontraksi sebesar 8,16 persen pada tanaman pangan.
Baca juga: Sri Mulyani: PPKM Darurat akan Diperpanjang 4-6 Minggu, Dampaknya Membuat Ekonomi Melambat
Baca juga: Singgung Lockdown, Jokowi: Melihat Negara Lain, Lockdown Satu Negara, Satu provinsi, Ekonomi Jatuh
Jika kasus Covid-19 di desa meningkat, maka ini sangat mungkin berdampak serius terhadap ketahanan pangan nasional.
Tingginya kasus Covid-19 di desa bahkan bisa berdampak ganda, sebab akses layanan kesehatan di desa tidak sebanyak di kota.
Hal ini akan membuat tingkat fatalitas akibat Covid-19 lebih tinggi dan terganggunya suplai pangan nasional.
Keempat, sebagai dampak PPKM, pemerintah harus mengefektifkan program bantuan sosial, khususnya untuk keluarga miskin.
"Langkah ini untuk mengantisipasi kemungkinan kontraksi kembali terhadap tingkat konsumsi rumah tangga.”
“Untuk menopang rumah tangga menengah atas, pemerintah perlu mendorong kebijakan insentif perpajakan yang memungkinkan spending mereka lebih besar lagi, agar tingkat konsumsi rumah tangga terjaga dengan baik di zona positif pada kuartal berikutnya,” jelas Said.
Kelima, seiring dengan meningkatnya laju ekspor dan impor, yang pada kuartal II 2021 ekspor tumbuh 31,78 persen dan impor tumbuh 31,22 persen, maka pemerintah perlu mengantisipasi berbagai kegiatan ekspor impor yang menopang PDB.
Misalnya, kejadian kelangkaan peti kemas, layanan Customs Excise Information System and Automation (CEISA) pada Ditjen Bea Cukai tidak lagi bermasalah, termasuk berbagai kegiatan pungli yang sempat ditemukan oleh Presiden Joko Widodo.
Keenam, pemerintah perlu mengantisipasi kebijakan tapering off (pengetatan moneter) yang rencananya akan dilakukan oleh The Fed pada Oktober 2021 mendatang, bila ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan perbaikan.
Pemulihan ekonomi AS ini juga mendorong kemungkinan capital outflow pada pasar keuangan nasional yang konsekuensinya akan menekan rupiah.
Namun, peluangnya potensi ekspor nasional akan meningkat, sebab AS adalah pasar ekspor tradisional Indonesia.
Total ekspor ke AS pada tahun 2021 sebesar 12 persen dari total ekspor.
“Sekali lagi, saya minta pemerintah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi kita di sepanjang tahun 2021 agar mampu bertahan pada kisaran 3,3-3,8 persen dengan mempertimbangkan segala tantangan yang akan kita hadapi pada dua kuartal mendatang,” tandas Ketua Banggar DPR RI.
Ekonomi Indonesia Triwulan 2 2021 Melesat 7,07 Persen
BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7,07 persen pada triwulan 2-2021 dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
"Lima lapangan usaha utama, yaitu industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan, semuanya bila diakumulasikan menyumbang 64,85 persen terhadap PDB Triwulan kali ini," ungkap Kepala BPS Margo Yuwono saat menyampaikan Rilis Pertumbuhan Ekonomi Triwulan 2 - 2021 secara virtual, Kamis (5/8/2021) siang.
Berdasarkan data yang disajikan oleh Margo, pertanian tampak sebagai sektor yang tumbuh secara konsisten selama pandemi Covid-19.
Ketika pada Triwulan II 2020, perekonomian Indonesia terkontraksi secara dalam sebsar -5,32 persen, laju pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tetap bisa tumbuh 2,20 persen saat itu.
“Bila kita lihat polanya, Triwulan 2 itu seharusnya perekonomian bisa tetap tumbuh positif. Tapi karena pandemi, pertumbuhan kita pada Triwulan 2-2020 justru mengalami kontraksi,” jelas Margo.
Konsistensi pertumbuhan positif pada sektor pertanian terus berlanjut pada kuartal-kuartal berikutnya.
Tercatat pada Triwulan 3 dan Triwulan 4 tahun lalu, sektor pertanian mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 2,16 persen dan 22,59 persen.
Sementara pada Triwulan 1- 2021, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 3,33 persen.
Pada triwulan 2-2021, sektor pertanian tercatat tumbuh sebanyak 0,38 persen secara y-on-y.
Baca juga: PPKM Level 4 juga Diterapkan di Luar Jawa-Bali hingga 9 Agustus 2021, Ini Daftar Wilayahnya
Baca juga: Ini Rincian Bantuan Sosial Tambahan Senilai Rp 39,19 Triliun untuk Masyarakat
Sedangkan bila dibandingkan kuartal sebelumnya, pertumbuhannya bahkan mencapai 12,93 persen.
“Kontribusi pertumbuhan sektor pertanian dating dari subsektor peternakan tumbuh 7,07 persen. Pertumbuhan didorong oleh meningkatnya produksi unggas akibat tingginya permintaan di dalam maupun luar negeri,” sebut Margo.
Selain peternakan, hortikultura dan perkebunan pun tumbuh masing-masing sebanyak 1,84 persen dan 0,33 persen.
Peningkatan permintaan komoditas sayuran dan buah-buahan disinyalir turut mendorong pertumbuhan subsector hortikultura.
Sementara pertumbuhan positif perkebunan dipacu oleh peningkatan produksi komoditas kelapa sawit.
Sementara itu, subsektor tanaman pangan terkontraksi sebesar 8,16 persen, meskipun bila dibandingkan triwulan sebelumnay tetap tumbuh sebanyak 10,50 persen.
“Tapi hal tersebut wajar karena telah berlalunya puncak panen raya yang bergeser ke Triwulan I-2021,” tutur Margo.
Ekonomi Mitra Dagang Tumbuh Positif, Kinerja Ekspor Indonesia Meningkat
Margo juga turut mencatat, pertumbuhan perekomian Indonesia tak bisa dilepaskan dari peningkatan kinerja ekspor.
Pada Triwulan 2-2021, transaksi ekspor Indonesia mencapai US$53,97 miliar.
“Perlu digarisbawahi, ekonomi beberapa mitra dagang Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan positif. Hal tesebut menyebabkan perdagangan kita dengan negara-negara tesebut pun meningkat,” imbuhnya.
Harga komoditas makanan, seperti minyak kelapa sawit dan kedelai di pasar internasional pada Triwulan 2-201 mengalami peningkatan baik secara q tq maupun yoy.
Ekspor pertanian sendiri mengalami pertumbuhan hingga 13,24 persen secara yoy.
“Ekspor pertanian pada Triwulan 2-2021 mencapai US$906,7 Juta, meningkat 13,24 persen dibandingkan Triwulan 2-2020 yang transaksinya senilai US$800,7 Juta,” terang Margo.
(TribunTernate.com/Ron)(Tribunnews.com)