Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Hari Terakhir Penerapan PPKM, Apakah Perlu Diperpanjang Lagi? Ini Evaluasi dari Epidemiolog

Tren kasus harian Covid-19 di Indonesia berdasarkan data nasional terlihat menurun. Namun, masih banyak indikator yang perlu diperhatikan.

Tribunnews/Irwan Rismawan
ILUSTRASI PPKM - Dalam foto: Suasana di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (11/7/2021). Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNTERNATE.COM - Dalam menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia, pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 2-4 di wilayah Jawa-Bali.

Diketahui, perpanjangan terakhir PPKM itu berakhir pada Senin, 23 Agustus 2021 hari ini.

Meski begitu, keputusan untuk memperpanjang PPKM level 2-4 masih belum diputuskan.

Tren kasus harian Covid-19 di Indonesia berdasarkan data nasional terlihat menurun. Namun, masih banyak indikator yang perlu diperhatikan.

Simak kembali data kasus covid selama sepekan terakhir.

Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia selama sepekan terakhir masih di atas 10 ribu per hari sejak diperpanjang pada 17 Agustus 2021 lalu.

Data kasus Covid-19, kesembuhan, dan kematian selama sepekan terakhir (17 Agustus-21 Agustus 2021):

Angka Kasus Harian Corona

- 17 Agustus 2021: 20.741
- 18 Agustus 2021: 15.768
- 19 Agustus 2021: 22.053
- 20 Agustus 2021: 20.004
- 21 Agustus 2021: 16.744

Angka Kematian Harian Corona

- 17 Agustus 2021: 1.180
- 18 Agustus 2021: 1.128
- 19 Agustus 2021: 1.492
- 20 Agustus 2021: 1.348
- 21 Agustus 2021: 1.361

Angka Kesembuhan Harian

- 17 Agustus 2021: 32.225
- 18 Agustus 2021: 29.794
- 19 Agustus 2021: 29.012
- 20 Agustus 2021: 26.122
- 21 Agustus 2021: 23.011

Bagaimana evaluasi epidemiolog terkait pelaksanaan PPKM Jawa-Bali?

Baca juga: Kasus Korupsi Bansos Covid-19, Sidang Vonis Juliari Batubara Digelar Hari Ini

Baca juga: Diprediksi Tak akan Hilang Sepenuhnya, Covid-19 Disebut Bakal jadi Endemi hingga Lebih dari 10 Tahun

Baca juga: Sertifikat Vaksin Covid-19 Bisa Didownload di PeduliLindungi, Segera Kirim Email Jika Belum Muncul

Evaluasi epidemiolog

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo menjelaskan, terkait level daerah ada kabar baik, menurutnya beberapa daerah sudah turun levelnya.

"Dari asesmen situasi memang untuk Jawa-Bali dari 7 provinsi, provinsi Jatim, Jawa Barat, DKI levelnya turun dari 4 ke 3. Tetapi kalau kita lihat dari mobilitasnya harus hati-hati, karena mobilitas Jawa-Bali sekarang naik," ungkap Windhu, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (22/8/2021).

Lanjut dia, mobilitas Jawa dan Bali berdasarkan data Google Mobility, naik. Sementara itu, di luar Jawa dan Bali turun. Hal itu menurutnya karena di Jawa dan Bali ada pelonggaran.

"Virus itu ikut inangnya (orang), kalau inangnya melakukan mobilitas risiko penularan akan naik, ini yang harus diwaspadai," imbuh Windhu.

Sorotan lainnya, masih dari data Google Mobility, terdapat pergerakan dari luar Jawa-Bali ke Jawa-Bali

"Kalau kita tidak waspada yang terjadi pingpong aja. Bisa jadi (kasus) Jawa Bali naik lagi. Bahwa ada mobilitas meningkat dan itu dampak dari pelonggaran," ujar Windhu.

Terkait tren kasus yang turun, menurut dia, masyarakat harus berhati-hati dalam membaca data.

Dia menjelaskan, kasus yang turun selain karena keadaan yang membaik, juga disumbang dari penurunan testing.

Menurut Windhu, testing Indonesia sempat bagus pada bulan Juli, bisa mencapai 3,5 kali lipat dari target WHO. Akan tetapi, sekarang PCR tidak memenuhi batas minimal WHO.

Justru yang menjadi sorotan menurut Windhu adalah kasus kematian yang tinggi. Dia mencontohkan seperti di Jawa Timur.

"Seperti di Jawa Timur masih tinggi. Jangan-jangan seperti api dalam sekam. Banyak orang yang tidak dites, jadi terlambat, mengalami pemberatan, lalu meninggal," ungkap Windhu.

Dia menambahkan, saat ini banyak kematian di luar rumah sakit. Windhu menuturkan meskipun kasus di daerah mulai rendah, tapi kalau kematiannya rendah berarti ada sesuatu.

Terkait perpanjangan PPKM, menurut Windhu tidak penting apapun namanya, tapi yang harus diperhatikan adalah indikatornya. PPKM yang telah berjalan beberapa waktu terakhir mengalami perbedaan dari PPKM awal.

"Ndak penting nama itu perpanjangan atau apa wong nyatanya perpanjangan-perpanjangan tapi yang terjadi pelonggaran-pelonggaran," kata Windhu.

Selain itu Windhu menyoroti pentingnya melakukan testing dan tracing yang lebih kuat. Dia menyebut ada beberapa daerah yang sudah bagus tracingnya sudah melewati batas minimal Kemenkes.

"Tapi celakanya kontak erat yang ditemukan tidak dilanjutkan dengan testing. Yang dilanjutkan tidak sampai 50%. Bayangkan untuk apa melakukan tracing. Bahkan ada daerah yang hanya 7%," imbuh Windhu.

Menurut Windhu juga, banyak daerah yang tidak mengerti tujuan tracing. Seakan-akan tracing hanya untuk laporan saja.

Padahal, kata dia, tujuan tracing adalah untuk memutuskan rantai penularan. Kegiatan tracing harus dilanjutkan dengan testing untuk menemukan kasus positif untuk kemudian diisolasi.

"Kontak erat yang ditemukan oleh para tracer sebaiknya dipersuasi untuk melakukan testing atau nakes di puskesmas jemput bola. Yang harus mendorong itu harus dari pemerintah pusat," pungkas Windhu.

Baca juga: Ini Cara Mengetahui Apakah Kita termasuk Kontak Erat dengan Pasien Covid-19, Berikut Kriterianya

Baca juga: Deddy Corbuzier Ungkap Alasan Sempat Vakum dari YouTube: Alami Badai Sitokin Usai Terpapar Covid-19

Baca juga: Sudah Diperpanjang 4 Kali, Apakah PPKM Jawa-Bali Kembali Diperpanjang? Simak Grafik Covid-19 Sepekan

Indikator PPKM jangan diubah-ubah

Senada dengan Windhu, Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman menyoroti indikator PPKM yang diubah-ubah. Dari beberapa PPKM sebelumnya meskipun levelnya sama, tapi ketentuannya berbeda.

"PR kita selama ini juga adalah konsistensi terhadap indikator itu, jangan diubah-ubah, jangan dilonggar-longgarkan. Levelnya masih sama level 4 tapi pelonggarannya berbeda, nggak boleh seperti itu. Nanti nggak ada patokan yang jelas dan itu berbahaya," tegas Dicky pada Kompas.com, Minggu (22/8/2021).

Selain itu dia juga menyoroti terkait kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi. Menurutnya saat ini masih ada sekitar 100.000-an kasus per harinya.

"Sayangnya kita masih di 100.000-an kasus infeksi kita ini, artinya masih terlalu banyak yang belum terdeteksi,"

Lalu kasus kematian akibat Covid-19 juga masih tinggi. Meskipun menurutnya angka yang ada sudah turun, tapi turunnya tidak banyak.

"Kematian saat ini masih tinggi. Ini artinya kita harus perbaiki respon kita. Kita harus temukan kasus-kasus infeksi ini," tutur Dicky.

Dia memberi saran terkait penanganan Covid-19 kepada pemerintah, berikut ini poin-poinnya:

- Strategi berbasis sains dan pengalaman empiris

- Respon awal cepat, tepat dan kuat

- Tidak menunggu. Lebih baik 'overreact’ daripada menunggu dan mengamati

- Covid-19 adalah penyakit baru dengan segala ketidakpastiannya

- Komitmen dan konsistensi sangat penting.

Selain itu Dicky menyebutkan beberapa faktor yang dapat menghambat keberhasilan penanganan Covid-19:

- Lemahnya system surveillance termasuk dukungan laboratorium untuk deteksi kasus

- Illiteracy keterbatasan pengetahuan dan implementasi strategi pencegahan

- Kurangnya dukungan politik, adanya prioritas lain

- Infodemic. Adanya informasi yang mereduksi upaya

- Lemahnya transparansi dan komunikasi risiko

- Intervensi kebijakan masih dominan tidak berbasis riset dan data. (Kompas)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul PPKM Berakhir Hari Ini, Perlukah Diperpanjang? Simak Data Covid Sepekan dan Evaluasi Epidemiolog

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved