Juliari Batubara Cuma Divonis 12 Tahun Bui, Pukat UGM: Hinaan Masyarakat Bukanlah Hal Meringankan
Dalam kasus Juliari Batubara, dicaci-maki atau dicerca masyarakat, kata Zaenur, bukan termasuk keadaan yang meringankan.
"Hakim tidak menggunakan kesempatan yang diberikan Pasal 12b UU Tipikor, bisa seumur hidup atau setinggi-tingginya 20 tahun penjara," kata Zaenur.
Majelis Hakim Nilai Hinaan yang Diterima Juliari sebagai Hal yang Meringankan
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8/2021), majelis hakim menyebutkan sejumlah keadaan yang meringankan untuk Juliari Batubara.
Misalnya, politikus PDI Perjuangan itu belum pernah dijatuhi pidana.
Kemudian, Juliari dinilai mendapat hinaan dan cacian sebagai sanksi sosial dari masyarakat.
"Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ucap hakim.
Selain itu, hakim menilai Juliari Batubara bersikap kooperatif.
"Selama persidangan kurang lebih 4 bulan, terdakwa hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar. Padahal selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso," kata hakim.
Baca juga: Dugaan Pelecehan Bendera Merah Putih, Olivia Jensen Resmi Dilaporkan ke Bareskrim Polri
Sementara, untuk hal memberatkan, majelis hakim menilai Juliari tidak ksatria alias pengecut.
Majelis hakim menyebut demikian lantaran Juliari tidak mengakui perbuatannya.
Bahkan, hal itu dimasukkan oleh majelis sebagai pertimbangan yang memberatkan pidana.
“Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak ksatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab, bahkan menyangkali perbuatannya,” kata hakim.
Selain itu, yang meberatkan juga, hakim menyebut perbuatan Juliari dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam yaitu wabah COVID-19.
Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp14.597.450.000 subsider 2 tahun penjara.
Ia juga dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok.