Juliari Batubara Cuma Divonis 12 Tahun Bui, Pukat UGM: Hinaan Masyarakat Bukanlah Hal Meringankan
Dalam kasus Juliari Batubara, dicaci-maki atau dicerca masyarakat, kata Zaenur, bukan termasuk keadaan yang meringankan.
TRIBUNTERNATE.COM - Sidang pembacaan putusan perkara dugaan suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara digelar pada Senin (23/8/2021).
Dalam sidang tersebut, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Juliari Batubara.
Juliari Batubara mendapat keringanan hukuman dalam perkara suap pengadaan bansos Covid-19 dari majelis hakim karena sudah mendapat hinaan dan cacian dari masyarakat.
Dasar majelis hakim yang menyebut hinaan masyarakat sebagai hal meringankan bagi Juliari Batubara ini pun mendapat sorotan dari sejumlah pihak.
Salah satunya, Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM atau Pukat UGM.
Baca juga: Abdul Razak, Atlet Dayung Peraih Medali Emas SEA Games 1991 Kini Jadi Nelayan setelah Pensiun
Baca juga: Angka Kematian Kembali Dimasukkan ke Indikator Penentuan Level PPKM
Pukat UGM menilai, dasar majelis hakim itu tidak tepat.
Menurut peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman, kondisi meringankan berasal dari internal terdakwa, misalnya terdakwa menyebut dirinya sebagai tulang punggung keluarga.
"Menurut saya ini bukan keadaan hal yang meringankan ya. Keadaan yang meringankan itu adalah berasal dari internal terdakwa sendiri, yang maupun kondisi yang memaksa yang bersangkutan melakukan tindakannya. Biasanya kondisi yang meringankan seperti itu," kata Zaenur dalam keterangannya, Senin (23/8/2021).
"Misalnya keadaan meringankan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Kalau terdakwa dijatuhi hukuman tinggi akan mengakibatkan kewajiban urus keluarga terhambat. Jadi kondisi meringankan itu berasal dari dalam terdakwa, atau kalau dari luar yang berhubungan langsung dengan terdakwa," sambungnya.
Sedangkan, dicaci-maki atau dicerca masyarakat, kata Zaenur, bukan termasuk keadaan yang meringankan.
Perundungan yand diterima Juliari merupakan konsekuensi dari perbuatan korupsi yang dianggap sangat jahat oleh masyarakat, terlebih praktik rasuah dilakukan saat pandemi COVID-19.
"Karena korupsi yang dilakukan adalah korupsi bansos pandemi COVID, dan dilakukan saat pandemi COVID masih tinggi di Indonesia. Jadi saya enggak setuju dihina masyarakat sebagai hal yang meringankan," kata Zaenur.
"Yang lebih cocok kalau misal terdakwa tulang punggung, atau berkelakuan baik selama persidangan. Itu saya masih setuju. Tapi dihina masyarakat tak seharusnya jadi alasan hakim," tukasnya.
Baca juga: Ingin Akhiri Penderitaan, Juliari Batubara Minta Dibebaskan dalam Kasus Korupsi, Miliki Harta Rp47 M
Baca juga: Baca Pleidoi Korupsi Bansos Covid-19, Juliari Batubara Curhat Keluarganya Hancur: Seperti Kiamat
Lebih lanjut, Pukat UGM memandang vonis hakim terhadap Juliari mengecewakan.
Hakim disebut cenderung bermain aman dan enggan memberikan hukuman maksimal.