Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Juliari Batubara Cuma Divonis 12 Tahun Bui, Pukat UGM: Hinaan Masyarakat Bukanlah Hal Meringankan

Dalam kasus Juliari Batubara, dicaci-maki atau dicerca masyarakat, kata Zaenur, bukan termasuk keadaan yang meringankan.

Tribunnews/Irwan Rismawan
Tersangka Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso dan pihak swasta, Harry Sidabukke mengikuti rekonstruksi perkara dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 di Gedung KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (1/2/2021). KPK menggelar rekonstruksi yang menghadirkan ketiga tersangka yakni Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso serta pihak swasta, Harry Sidabukke guna mengumpulkan bukti-bukti pendukung terkait dugaan korupsi bansos yang melibatkan mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNTERNATE.COM - Sidang pembacaan putusan perkara dugaan suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara digelar pada Senin (23/8/2021).

Dalam sidang tersebut, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Juliari Batubara.

Juliari Batubara mendapat keringanan hukuman dalam perkara suap pengadaan bansos Covid-19 dari majelis hakim karena sudah mendapat hinaan dan cacian dari masyarakat.

Dasar majelis hakim yang menyebut hinaan masyarakat sebagai hal meringankan bagi Juliari Batubara ini pun mendapat sorotan dari sejumlah pihak.

Salah satunya, Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM atau Pukat UGM.

Baca juga: Abdul Razak, Atlet Dayung Peraih Medali Emas SEA Games 1991 Kini Jadi Nelayan setelah Pensiun

Baca juga: Angka Kematian Kembali Dimasukkan ke Indikator Penentuan Level PPKM

Pukat UGM menilai, dasar majelis hakim itu tidak tepat.

Menurut peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman, kondisi meringankan berasal dari internal terdakwa, misalnya terdakwa menyebut dirinya sebagai tulang punggung keluarga.

"Menurut saya ini bukan keadaan hal yang meringankan ya. Keadaan yang meringankan itu adalah berasal dari internal terdakwa sendiri, yang maupun kondisi yang memaksa yang bersangkutan melakukan tindakannya. Biasanya kondisi yang meringankan seperti itu," kata Zaenur dalam keterangannya, Senin (23/8/2021).

"Misalnya keadaan meringankan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Kalau terdakwa dijatuhi hukuman tinggi akan mengakibatkan kewajiban urus keluarga terhambat. Jadi kondisi meringankan itu berasal dari dalam terdakwa, atau kalau dari luar yang berhubungan langsung dengan terdakwa," sambungnya.

Sedangkan, dicaci-maki atau dicerca masyarakat, kata Zaenur, bukan termasuk keadaan yang meringankan.

Perundungan yand diterima Juliari merupakan konsekuensi dari perbuatan korupsi yang dianggap sangat jahat oleh masyarakat, terlebih praktik rasuah dilakukan saat pandemi COVID-19.

"Karena korupsi yang dilakukan adalah korupsi bansos pandemi COVID, dan dilakukan saat pandemi COVID masih tinggi di Indonesia. Jadi saya enggak setuju dihina masyarakat sebagai hal yang meringankan," kata Zaenur.

"Yang lebih cocok kalau misal terdakwa tulang punggung, atau berkelakuan baik selama persidangan. Itu saya masih setuju. Tapi dihina masyarakat tak seharusnya jadi alasan hakim," tukasnya.

Baca juga: Ingin Akhiri Penderitaan, Juliari Batubara Minta Dibebaskan dalam Kasus Korupsi, Miliki Harta Rp47 M

Baca juga: Baca Pleidoi Korupsi Bansos Covid-19, Juliari Batubara Curhat Keluarganya Hancur: Seperti Kiamat

Lebih lanjut, Pukat UGM memandang vonis hakim terhadap Juliari mengecewakan.

Hakim disebut cenderung bermain aman dan enggan memberikan hukuman maksimal.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved