Halmahera Timur
Halmahera Timur Berbenah Menuju Transformasi Kemajuan

Pembuat Mural Diciduk Aparat, Jokowi Tegur Kapolri: Jangan Berlebihan, Saya Sudah Biasa Dihina

Terkait tindakan reaktif aparat terhadap pembuat mural berisikan kritik terhadap pemerintah, Jokowi menyebut dirinya telah menegur Kapolri.

ist
Mural Jokowi 404: Not Found 

TRIBUNTERNATE.COM - Di tengah pandemi Covid-19, sejumlah mural atau lukisan dinding yang isinya mengkritik negara atau pemerintah bermunculan di beberapa kota.

Mural-mural tersebut pun menjadi viral di media sosial.

Namun, pada akhirnya mural tersebut dihapus dan pembuatnya diciduk oleh aparat.

Terkait tindakan reaktif aparat terhadap pembuat mural berisikan kritik terhadap pemerintah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut dirinya telah menegur Kapolri.

"Saya sudah tegur Kapolri soal ini," ujar Jokowi dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan pada Rabu (15/9/2021) kemarin.

Jokowi juga mengaku tidak mengetahui perihal penangkapan, termasuk juga soal penghapusan mural.

Namun, dari informasi yang ia terima, tindakan represif itu merupakan inisiatif petugas di lapangan.

Baca juga: Kritik Gambar Mural yang Bertuliskan Mural is Dead, Ridwan Kamil Ajak Warga Berdialog soal Batasan

Baca juga: Sempat Viral, Empat Mural di Sejumlah Kota Dihapus Petugas, termasuk Mural Jokowi 404: Not Found

Baca juga: Pembuat Mural Jokowi 404: Not Found Diburu Polisi, Ahli Sebut Pembuat Tak Langgar Hukum Pidana

Jokowi meminta Kapolri untuk tidak terlalu berlebihan dalam menindak segala bentuk kritikan dari masyarakat.

Selain itu, Jokowi juga merasa isi dari kritikan tersebut adalah hal biasa.

Pasalnya, Jokowi mengaku sudah biasa mendapat hinaan yang lebih parah dari kritikan tersebut.

"Saya sudah tegur Kapolri soal ini, saya minta agar jangan terlalu berlebihan. Wong saya baca kok isi posternya. Biasa aja. Lebih dari itu saya sudah biasa dihina," kata Jokowi dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (16/9/2021).

Lebih lanjut, Jokowi menegaskan bahwa dirinya tidak antikritik, bahkan sudah biasa mendapat hinaan.

Menurut Jokowi, hinaan yang diberikan kepadanya justru sudah seperti makanan sehari-hari.

"Saya tidak antikritik, sudah biasa dihina. Saya ini dibilang macam-macam, dibilang PKI, antek asing, plonga-plongo, lip service. Itu sudah makanan sehari-hari," tegas Jokowi.

Kapolri Terbitkan Surat Telegram, Melarang Polisi Reaktif pada Demo Kunjungan Jokowi

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta anggota dan jajarannya untuk tidak bersikap reaktif saat menyikapi penyampaian aspirasi masyarakat.

Instruksi ini disampaikan oleh Sigit melalui surat telegram kepada jajarannya.

Telegram itu tertuang dalam Nomor STR 862/IX/PAM.III/2021 yang ditandatangani langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Adapun telegram ini merespons tindakan anggotanya saat pengamanan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke sejumlah daerah.

Baca juga: WHO: Makin Tinggi Kesenjangan Distribusi Vaksin Covid-19, Makin Banyak Varian Baru yang akan Muncul

Baca juga: Gibran Tegaskan Masih Fokus di Solo Meski Didorong Maju ke Pilgub DKI Jakarta: Masih Banyak PR

Baca juga: Mengapa Pegawai KPK Dipecat pada 30 September 2021, Padahal Janjinya 1 November 2021?

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyampaikan ada sejumlah kasus yang telah menjadi sorotan lantaran anggotanya dianggap bersikap reaktif saat mengamankan warga yang mengkritik ketika rombongan Presiden lewat poster ataupun spanduk.

Adapun kasus yang menjadi sorotan dimulai dari pengamanan peternak telur di Blitar hingga pengamanan mahasiswa Universitas Negeri Solo saat membentangkan poster berisikan kritik ketika presiden Jokowi melintas.

Karena itu, surat telegram tersebut berisikan pedoman kepada jajarannya agar tidak mudah bersikap reaktif terhadap pengkritik Jokowi.

Setidaknya ada beberapa poin yang harus diperhatikan.

"Pertama, setiap pengamanan kunjungan kerja agar dilakukan secara humanis dan tidak terlalu reaktif," kata Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (15/9/2021).

Selain itu, apabila terdapat sekelompok warga yang berkerumun untuk menyampaikan aspirasinya kepada Jokowi, maka tugas Polri hanya mengawal rombongan tersebut agar dapat berjalan tertib dan lancar.

"Jadi pada saat ada Pak Presiden lewat, lalu ada sekelompok masyarakat, kami mengamankan, mengawal agar tertib," jelasnya.

Selanjutnya, kata Argo, Kapolri juga meminta jajarannya menyiapkan ruang bagi masyarakat atau kelompok yang akan menyampaikan aspirasinya, sehingga dapat dikelola dengan baik.

"Jadi kepolisian setempat dapat memberikan ruang kepada masyarakat yang akan menyampaikan aspirasinya sehingga bisa disampaikan," ujar dia.

Kemudian, imbuh Argo, apabila ada keluhan masyarakat yang akan menyampaikan aspirasi, maka akan dikomunikasikan dengan baik bahwa tindakan untuk menyampaikan aspirasi tidak boleh mengganggu ketertiban umum.

"Secara humanis tetap kita sampaikan kepada kelompok tersebut agar tidak mengganggu ketertiban umum. Semua kita kelola dan kawal sehingga semua berjalan dengan baik dan lancar," jelasnya.

"Itu arahan dari Bapak kapolri berkaitan dengan setiap ada kunjungan kerja Bapak presiden ke daerah baik saat maupun pasca kunjungan tersebut. Ini kita sampaikan kepada jajaran agar dipedomani dan dilaksanakan dengan baik," tambahnya.

Pengamat: Emosi Netizen yang Paling Sering Muncul Soal Penghapusan Mural Adalah Ketakutan

Sementara pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi mengatakan berdasarkan pemantauan percakapan di media sosial Twitter terkait topik penghapusan mural, emosi netizen yang paling sering diekspresikan adalah ketakutan.

Ia mencontohkan ekspresi tersebut misalnya dengan ungkapan bahwa netizen merasa tidak bebas atau takut mengeluarkan pendapat.

Hal tersebut disampaikannya dalam acara bertajuk Mural Yang Viral, Dihapus Di Dinding, Menjalar Ke Medsos yang disiarkan di kanal Youtube Gelora TV, Rabu (8/9/2021).

"Netizen paling besar itu nomor satu adalah fear (ketakutan), dia menggambarkan ekspresi mereka di dalam cuitan-cuitan itu dan yang paling sering muncul adalah ketakutan. Menarik ini. Beda, kalau soal trust (kepercayaan) kecil. Tidak terlalu banyak muncul," kata Fahmi.

Emosi kedua yang paling sering diekspresikan netizen terkait tren percakapan soal penghapusan mural, adalah kesedihan.

Ia mencontohkan emosi tersebut terekspresikan dengan ungkapan-ungkapan yang biasanya menyayangkan realita perlakuan aparat yang menghapus mural-mural tersebut.

"Jadi sedih melihat realita, sedih akan bangsa ini kok seperti ini. Ngelihat mural aja kok takut," kata dia.

Emosi ketiga yang paling sering diekspresikan adalah terkejut.

Sementara itu emosi kemarahan yang diekspresikan netizen terkait percakapan soal penghapusan mural tersebut justru terpantau lebih jarang.

"Kemudian joy, jadi meskipun takut, masyarakat happy (senang), dapat hiburan mereka. Jadi kalau bayangan saya, kalau menggunakan tindakan represif, atau kemudian berharap seketika dihapus terus ada efek jera, rasanya kok sulit. Karena malah happy. Ketika dihapus malah happy," kata Fahmi.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jokowi Tegur Kapolri Soal Mural: Jangan Terlalu Berlebihan, Toh Saya Juga Sudah Biasa Dihina

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved